Terungkap

561 82 9
                                    

Kelompok berpakaian hitam serta bertopeng mengelilingi mereka

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Kelompok berpakaian hitam serta bertopeng mengelilingi mereka. Wen Ke Xing menghela napas, menutup kipasnya dan berkata, "A-Xu, aku ke sini untuk menikmati musim semi. Sebagai tuan rumah, tolong sajikan pertunjukan yang menarik. Aku akan menunggu di bawah pohon plum sana."

Zhou Zi Shu menatapnya dengan tampang datar. Kemudian Wen Ke Xing balas menatapnya.

Sekelompok pembunuh itu tanpa disadari sudah membentuk formasi dan mengurung keduanya di dalam. Tatapan mata Wen Ke Xing waspada, kipas kembali terbuka, bersiap untuk serangan yang akan datang. Begitu pula dengan Zhou Zi Shu yang bersiap menghunus pedangnya.

Keseluruhan dari mereka melakukan serangan terus-menerus. Membuat situasi semakin berbahaya. Zhou Zi Shu dan Wen Ke Xing terpaksa mundur bersamaan, berdiri siaga dengan punggung menghadap satu sama lain.

Tiba-tiba sesosok pria berjubah hitam dan bertopeng muncul entah dari mana, mengarahkan pedang ke Zhou Zi Shu. Namun, dengan cepat ditangkis oleh Wen Ke Xing dan menangkap pria itu, menyudutkannya ke pohon.

Wen Ke Xing memiringkan kepalanya dan tersenyum remeh, lengan kanannya terangkat, melemparkan kipas bak bumerang dan menyerang sekaligus para kelompok pembunuh. Darah muncrat ke mana-mana, tidak ada yang tersisa kecuali erangan-erangan kecil yang kemudian tubuh itu tergeletak tak bernyawa. Kipas kembali ke sang empunya.

Zhou Zi Shu yang menyaksikannya tampak terkejut, tetapi tak butuh waktu lama. Ia lalu mencibir, "Bukankah kau bilang ingin bersenang-senang, Tuan Wen?"

Mendengar itu, Wen Ke Xing menatapnya dengan serius. "Ya. Dan sekarang adalah puncak dari kesenanganku."

Tatapannya kembali ke pria bertopeng. Cengkeraman tangannya pada leher si pria semakin keras, membuat si empunya mengejang, matanya yang bersembunyi di balik topeng membelalak hingga merah. Bibir Wen Ke Xing melengkung. Kemudian, bunyi seperti ranting terinjak terdengar dan pria berjubah hitam itu tidak bergerak.

Kekejaman tamunya yang tak diundang itu membuatnya tercengang. Dia menghela napas, mundur beberapa langkah dan bersandar pada pohon.

Wen Ke Xing lantas melepas topeng si pria, lalu berkomentar, "Melihat tampangnya, dia layak mati."

Wen Ke Xing mengangkat kepalanya untuk melepas senyum pada Zhou Zi Shu. Lagi-lagi Zhou Zi Shu tidak menggubris, membuang muka dan hanya menghela napas.

"Bukankah seharusnya aku mendapat pujian dan ungkapan terima kasih darimu, A-Xu?"

Zhou Zi Shu menatapnya malas, lalu tertawa mengejek. "Omong kosong."

"Sama-sama. Sama-sama."

"Kau membunuh tanpa menginterogasinya, apa pantas pujian kau dapatkan?" cibir Zhou Zi Shu, yang entah sudah ke berapa puluh kali.

Wen Ke Xing memalingkan wajah dengan senyum yang tertinggal, berjalan menjauh dengan iringan senandung. Demi leluhur Yang Agung, Zhou Zi Shu ingin mengubur pria itu.

"A-Xu, kau berutang secangkir anggur padaku. Ingat, aku menyelamatkanmu dari pedang berlumur racun tadi."

...

Wen Ke Xing, dengan pakaian semerah darah terbalut satu lapis jubah sutra abu-abu, menuang anggur ke cangkir Zhou Zi Shu.

Kulitnya tampak redup, mata gelap yang mampu menelan cahaya, serta rambut yang sepenuhnya memutih. Tampang dan gaya berbusananya sudah seperti bangsawan terhormat. Namun, tidak jika mata Zhou Zi Shu yang melihat. Pria itu baginya tak lebih dari Hantu Bunga gadungan yang menangis darah setiap petang.

Tidak pantas dipuji. Sebab ia terlampau lebih dari itu.

Wen Ke Xing bertanya, "Kenapa suka anggur?"

"Kenapa kau suka membunuh?"

"Aku?" Wen Ke Xing tertawa. Semakin lama semakin keras suaranya.

"Aku membunuh hanya untuk mereka yang pantas mati. Jika perlu, aku akan menghabisi diriku sendiri." Tawanya berhenti, berganti kekehan remeh. Kemudian menenggak habis anggur dalam cangkir.

Zhou Zi Shu tertegun, menatap Wen Ke Xing. Ia menenggak anggur terakhirnya. Tidak mengatakan apa pun. Langit menghitam, sekeliling sangat sunyi. Aula pertemuan vila Empat Musim telah lengang setelah sebelumnya dipenuhi para warga yang bersenang-senang. Tertinggal Zhen Yi yang tertidur dengan kepala beralas meja dan kulit kacang, liurnya sampai menetes-netes.

Pelaku sebenarnya telah terungkap dan bahkan mati. Dia adalah mantan murid Guru Agung yang dulu berkhianat. Meniru kelompok kalajengking beracun dan meneror warga untuk kesenangannya.

Sekarang tidak ada lagi teror Hantu Bunga atau mayat yang ditemukan mengambang di sumur tua. Zhou Zi Shu sengaja mengadakan perjamuan dan pesta untuk warga. Setidaknya, ketakutan mereka perlahan akan menghilang.

"Dengan tingkatan seni bela dirimu, rambutmu tidak akan memutih atau mati. Kau turun gunung, mencari kesenangan, berbaur dan hidup seperti manusia biasa. Dan menunggu waktumu tiba?"

Kalimat Zhou Zi Shu menarik tatapan terkejut Wen Ke Xing, tidak menyangka, pria itu akan mengetahui identitasnya. Dia menunggu sebentar, belum memberikan tanggapan.

"Kau tidak ingin hidup?" tanyanya lagi.

Wen Ke Xing menghela napas, "Lebih baik hidup setengah musim dan mati muda daripada abadi. Membosankan, kau tahu? Sama sekali tidak ada hal yang menarik. Kalau mau, aku bisa menurunkan ilmuku untukmu. A-Xu?"

Zhou Zi Shu tertawa, lalu dengan nada mencibir ia berkata, "Terima kasih. Tapi aku tidak tertarik belajar ilmu seni bela diri Hantu Hidup. Apalagi jika itu darimu."

Wen Ke Xing tertawa keras. Terdengar renyah dan lepas. Zhen Yi yang terlelap sampai terbangun dibuatnya. Air liur yang menempel pada pipinya menambah volume tawa Wen Ke Xing, yang membuat Zhou Zi Shu mau tak mau ikut tertawa.

Angin berembus membawa kelopak plum ke aula, menghampiri mereka yang tertawa seolah tidak ada hari esok. Tiba-tiba Wen Ke Xing bersuara, "Eh, A-Xu. Kau menyadarinya sejak awal?"

Zhou Zi Shu tersenyum tulus, untuk pertama kalinya. Kemudian mengeluarkan sebuah jepit rambut berwarna putih dan menyerahkannya ke Wen Ke Xing.

"Jika bukan karena kau memanggilku 'A-Xu' dan juga benda ini, aku tidak akan tahu sampai kau mati dan bereinkarnasi. Ya, meskipun aku yakin kau tidak akan bereinkarnasi."

Wen Ke Xing tertegun, lantas tersenyum. Jepit rambut A-Xu-nya yang sempat hilang ternyata ditemukan oleh sang pemilik.

"A-Xu, tenang saja. Aku akan mengumpulkan pahala dan bereinkarnasi."

Wen Ke Xing tersenyum tanpa henti. Zhou Zi Shu yang menatapnya terdiam tanpa ekspresi.

Kemudian Zhen Yi menyela dengan polos dari tempatnya, "Apa yang terjadi? Kenapa kalian saling menatap seperti sepasang kekasih yang baru bertemu setelah ratusan tahun?"

✔  a night at four seasons villa [TYK FANFICTION]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora