29. Rembulan Menjadi Saksi

36.3K 2.9K 343
                                    

Ting

Pintu apartemen Felicia terbuka. Hari ini cukup melelahkan. Ia berjalan gontai menuju sofa empuk  di ruang tengah.

Ia membanting tubuhnya di sofa itu. Tiba-tiba Felicia menguap, matanya sedikit berair. Kantuk mulai menyerangnya.

Suasana apartemen sepi. Dimana perginya Bi Ani? Tidak biasanya Bi Ani meninggalkan apartemen tanpa mengabari Felicia terlebih dahulu.

Tak terhitung lima menit, Felicia masuk ke alam mimpi. Ia benar-benar lelah hari ini. Apa lagi, sekarang otaknya hanya memikirkan keberadaan dan keadaan Bara.

Langkah seseorang mendekati Felicia. Perlahan namun pasti, pria itu ikut merebahkan diri dan memeluk erat Felicia.

"Sayang," bisiknya tepat di telinga Felicia. Sama sekali tak terusik tidurnya, membuat Bara terkekeh geli. Di sisi lain ia mengeram marah. Seharusnya Felicia tidak boleh sampai kelelahan seperti ini. Kalau sakit, pasti Bara sedih.

Ya, pria itu Bara. Tidak mungkin jika tidak Bara. Mana berani pria lain memeluk Felicia. Ingat! Felicia milik Bara seorang. Bara tipe orang yang pelit. Tidak ingin berbagi sekecil apa pun.

Bara tak berhenti memandang lekat wajah Felicia damai. Tangan Bara mengusap lembut pipi sang kekasih. Menikmati keindahan pemandangan yang tak ada duanya.

Tidur Felicia mulai terusik. Felicia geram! Berani sekali memeluknya seperti ini, ucap Felicia dalam hati.

Felicia belum membuka mata. Ia mencium bau parfum yang sangat ia kenal. Tidak salah lagi. Sedikit demi sedikit gadis itu membuka mata. Melihat siapa yang telah mengganggu waktu istirahatnya.

"Bara," ucap Felicia dengan suara serak.

Bara tersenyum kecil. Tak menghentikan usapan tangannya di wajah Felicia.

Keheningan cukup lama. Bara memiringkan posisi tidurnya. Agar semakin leluasa memeluk Felicia dari samping.

"Sayang." Bara memberanikan diri mulai membuka suara.

"Kenapa? Ada yang mau kamu jelasin?" Jelas pria itu paham yang dimaksud Felicia. Bara tidak bodoh.

Bara menyembunyikan wajahnya di tengkuk leher Felicia. Takut melihat raut wajah sang kekasih datar. "Maaf."

"Ternyata kamu udah tau dulu."

"Dulu?" tanya Felicia tak membalas pelukan Bara.

"Jangan gitu ihh..., takut lihat kamu marah," rengek Bara.

"Jelasin!" perintah Felicia tak ada penolakan.

"Aku bakal jelasin. Beneran deh, tapi jangan sekarang. Bakalan panjang, aku masih mau peluk kamu," ujar Bara tidak berbohong. Ia merindukan Felicia melebihi segalanya.

"Nggak ada yang kamu tutupin kan?"

Bara menggeleng cepat. "Nggak ada, mana berani aku."

"Sayang," panggil Bara pelan.

"Hmm?"

"Peluk." Felicia tersenyum hangat. Ia membalas pelukan Bara tak kalah erat. Gadis itu juga merindukan kekasihnya yang kejam dan manja.

"Tapi kamu nggak papa kan?" tanya Felicia memastikan.

"Aku baik-baik aja."

Felicia kembali menguap. Bara merasa tak taga. "Aku udah bilang berkali-kali, kamu jangan sampai kecapekan!"

"Tugas sekolah numpuk."

"Nggak usah dikerjain."

"Kalau aku dihukum gimana?"

My King (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt