02. Barata Almaraja

97.9K 7.1K 67
                                    

Suara tembakan yang saling bersautan terdengar jelas di sebuah ruangan yang serba hitam ini. Lampu yang remang-remang membuat wajah mereka tak begitu terlihat jelas.  Beberapa alat berbahaya terlihat tertata rapi di sebuah lemari kaca trasparan. Tak ada orang satu pun yang berani membuka lemari itu, hanya seseorang lah yang berhak atas semuanya.

Seorang laki-laki berperawakan tinggi gagah mendudukan diri di salah satu sofa single. Matanya yang tajam menatap penuh amarah ke salah satu anak buahnya.

BRAK

Sebuah meja ditendang begitu saja olehnya. Beberapa gelas berjatuhan dan pecah. Ia sama sekali tak memperdulikan itu semua. Kini amarah sudah menguasainya.

"BERAPA KALI GUE BILANG! NGELAKUIN SESUATU ITU PAKEK OTAK!!" teriaknya begitu keras.

Dor

Dor

Dua orang tumbang sangat mengenaskan. Teriakan kesakitan terdengar sangat keras. Seakan tuli, laki-laki itu sama sekali tak ada rasa iba. Ia hanya tersenyum miring.

Beberapa orang yang melihat itu merasa miris. Kejam memang, namun itu lah sifat asli seorang Barata Almaraja. Laki-laki beruntung yang lahir di keluarga Raja, hidup yang selalu dikelilingi oleh harta dan kekuasaan. Apapun yang ia inginkan selalu ia dapatkan. Tak hanya kejam, Bara adalah orang yang begitu dingin dan tegas. Tak lupa juga ia adalah ketua dari Geng terbesar yang bernama The King. Geng yang memiliki beberapa anggota inti dan ribuan anggota lainnya.

"Ngeri gue kalau lihat sahabat sendiri kayak gitu," bisik seorang laki-laki yang berdiri di belakang Bara bersama dua orang lainnya. Ia adalah Eric Mareza bersama dengan Marva Damarta dan Tristan Saviano

"Lo kira lo doang, gue juga kali. Mimpi apa gue semalem, untung kaya," balas Marva sambil terkeken pelan.

"Tu mulut kalau sampek Bara dengar, mati lo berdua!" ucap Tristan ingin menakuti mereka.

Deg

Seakan terwujud apa yang dikatakan Tristan. Tiba-tiba saja Bara menatap mereka berdua dengan sangat tajam.

"Kenapa?" tanya Marva sedikit bergetar.

Bara diam, tak ada niatan ingin membuka suara. Tatapannya kembali ke depan. "Bereskan mereka!" perintahnya sambil menunjuk dua orang yang sudah tak berdaya.

Dengan cekatan anak buahnya langsung membereskan semua tanpa ada noda darah yang masih tersisa sedikitpun.

"Cabut!"

Seakan tau apa yang diucapkan Bara, mereka bertiga berjalan mengikuti sahabatnya itu yang mulai keluar dari ruang bawah tanah.

"Mau kemana, Bar?" tanya Tristan saat melihat Bara yang akan masuk ke dalam mobil.

"Pulang."

Eric mengejar Bara diikuti Tristan dan Marva. "Eh bentar, Bar. Gue ikut ya, biasa mau numpang makan."

Bara menatap mereka bertiga. Akhirnya ia mengangguk singkat. Tak bisa dipungkiri jika ketiga sahabatnya itu sering merepotkannya, tetapi ia sama sekali tak pernah merasa keberatan.

Di dalam mobil suasana sangat sunyi. Mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, namun Marva berniat untuk membuka suaranya.

"Lo nggak nyesel buat anak orang sekarat, Bar?"

Bara mengangkat alisnya. "Nggak akan pernah."

"Kayak nggak tau Bara aja lo, Mar. Sahabat lo satu itu kan nggak akan bisa tobat," seru Eric.

"Sadis amat lo jadi orang," celetuk Tristan duduk di samping Bara. Berbeda dengan Eric dan Marva yang berada di belakang.

20 menit berlalu. Mobil yang mereka tumpangi sudah memasuki halaman sebuah mansion yang terlihat sangat besar dan mewah dengan interior modern.

My King (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon