Teman Lama

6.3K 1.4K 243
                                    

Lagu : The Forest Queen oleh Peter Gundry


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hitam. Abu-abu. Merah. 

Itulah warna yang selalu Ree lihat dalam perjalanan. Entah sudah berapa lama mereka berkendara. Ree bahkan tidak dapat mengikuti pergantian hari dan waktu. Tubuhnya serasa melayang, jiwanya serasa hampa. 

Ia sama sekali tidak berbicara. Tidak berinteraksi dengan satupun kru Penyihir Putih. 

Matanya sudah kehilangan ketajamannya. Pupil matanya hanya bergerak untuk memperhatikan jalan, menavigasi sekitarnya bila saja ada kemungkinan ia harus kabur dari kru itu.

Kalau dipikir-pikir kembali, keputusannya untuk mengikuti Penyihir Putih merupakan sebuah impulsivitas sewaktu saja. Dirinya baru saja kehilangan Andreas. Ia membutuhkan seseorang untuk membawanya pergi dari koloseum tempat tubuh Andreas menjadi abu. Pilihannya hanyalah antara kru Rangga dan kru Penyihir Putih.

Ia secara impulsif memilih kelompok orang asing daripada kru yang sudah beberapa bulan bersamanya. 

Meski... kru Penyihir Putih tidak bisa dibilang semuanya asing. Terutama pria yang selalu seperti memperhatikannya selama perjalanan. Kairav membiarkan Ree bersandar pada dadanya ketika mereka berkuda bersama. Pria abadi itu selalu memastikan Ree mendapatkan porsi makanan dan memiliki selimut untuk tidur di malam hari.

Ree menunggu saatnya Kai akan menggerutu dan mengatakan Ree sebagai beban... tapi hal itu tidak pernah terjadi. 

Hari itu, seperti biasa Ree duduk di atas kuda di depan Kairav. Kedua tangan kokoh pria itu melingkari tubuh Ree untuk memegang tali kekang kuda. Jalanan mereka sedikit curam hari itu. Parahnya, hari sebelumnya, hujan melanda kawasan hutan yang mereka lewati. Alhasil, tanah pijakan para kuda menjadi lembap dan tidak kokoh.

Kairav turun dari kuda. Begitu juga para kru Penyihir Putih yang lain. Mereka harus memandu kuda mereka secara manual. Terlalu riskan bagi mereka untuk berkendara di atas kuda dengan tanah selicin itu. 

Ree hendak ikut turun dari kuda ketika Kairav menahannya. "Duduk saja," katanya, "Aku akan pastikan kau tidak terjatuh."

"Tapi..." Itu adalah pertama kalinya Ree berbicara semenjak mereka meninggalkan Turnamen Mentari lima hari yang lalu. Suaranya terdengar jauh lebih serak dari yang ia perkirakan. Dan karena itu adalah pertama kalinya mereka mendengar suara Ree, semua kru Penyihir Putih memberhentikan semua yang mereka lakukan dan menatap Ree.

Mata Ree menangkap satu per satu para kru Penyihir Putih. Begitu juga sang penyihir sendiri. Ree merasa seperti hewan eksotik di sebuah pertunjukan.

"Percayalah, Tuan Putri," Kai berkata dengan senyuman lembut, "Aku akan memastikan kau aman. Rilekskan saja dirim–"

Sebelum Kai selesai berkata, Ree sudah meloncat turun dari kuda. Rahangnya mengatup keras begitu kakinya menapak tanah. Ia langsung melangkah cepat menaiki tanah curam. "Jangan panggil aku itu," katanya lirih.

Negeri Mentari | Seri 2 Turnamen MentariWhere stories live. Discover now