03. Tidak Dapat Dipercaya

8.6K 1K 241
                                    

"Draco bangun..." Bisikan halus di telinganya terasa begitu hangat dan membuat hati Draco geli bercampur sensasi yang menyenangkan bagai dipenuhi jutaan kupu-kupu. Sejujurnya Draco merasa tak asing dengan suara bisikan yang meningkatkan mood paginya, itu terdengar seperti suara Harry dalam versi yang lebih halus dan manis dari yang biasa dia dengar. Harry mengeluarkan suaranya untuk mengutuk pun Draco akan selalu menganggap suara Harry manis dan indah bahkan semua bagian dari Harry itu manis dan begitu candu.

Pewaris Malfoy anak tunggal Lucius Malfoy perlahan membuka kedua kelopak matanya, 'Demi Salazar! Jika ini mimpi tolong biarkan aku tetap dalam situasi seperti ini. Fuck dia terlihat sangat panas!' Draco mengumpat dalam hatinya, jangan lupakan mata berwarna biru khas keturunan Malfoy yang terus saja melotot ketika menangkap objek di depannya, lebih tepatnya seseorang yang kini tengah duduk di atas perutnya.

Harry tertawa kecil ketika melihat Draco yang melotot ke arahnya, "akhirnya kau bangun Dray... Aku lelah membangunkan mu." Harry memasang ekspresi yang tidak pernah Draco lihat, ayolah Merlin Draco masih ingin hidup dan menikah dengan Harry jangan biarkan Draco kehilangan banyak darah hanya karena Harry. Draco membatu, ekspresi Harry sungguh di luar dugaannya, mata hijau yang selalu Draco puja itu membesar dihiasi bulu mata yang lentik di sekelilingnya, bibir tipis berwarna merah muda yang mengerucut, dan pipi chubby yang memerah sempurna, oh Tuhan tolong jangan bangunkan Draco bila ini hanya sebuah bunga tidur. Tunggu, tunggu, sejak kapan Harry memanggilnya menggunakan panggilan 'Dray'? Draco bisa gila.

"Dray kau tidak merespon ku." Harry memalingkan wajahnya dengan badan yang tetap berada di atas perut Draco.

Draco perlahan tersadar dari lamunannya, perlahan dan penuh keraguan Draco mencoba menyentuh pipi halus Harry, terasa nyata. Oh sungguhkah? Draco tidak tahu kalau Amortentia memiliki dampak sedahsyat ini.

"Harry?" Draco memanggil pelan nama pujaannya. "Harry?" Draco tersenyum senang. Ini Harry-nya, Harry-nya tepat berada di depannya, Harry-nya mencintainya, tanpa sadar air mata Draco meluncur menuruni pipi putih empunya.

"Dray, aku tidak marah, jangan menangis." Harry berbisik pelan, Dray-nya menangis di depan matanya, Dray-nya terlihat sangat putus asa, dan Harry tidak suka melihat kesedihan Dray-nya. Dray-nya harus selalu tersenyum dan bahagia.

"Aku, aku, Harry?" Air matanya semakin banyak membasahi pipinya, Draco senang, Draco bahagia, Harry-nya ada di sini untuk dirinya.

"Aku di sini Dray, jangan menangis lagi." Harry memeluk erat badan Draco, menenggelamkan kepalanya di dada Draco sembari mengucapkan kata-kata penenang untuknya. Katakan lah Draco itu terlalu berlebihan tapi Draco sungguh bahagia, Harry peduli padanya dan itu yang Draco selalu idam-idamkan.

Sejak kecil Draco selaku dididik keras oleh ayahnya agar kelak menjadi seorang pewaris Malfoy yang sempurna, mereka hanya bisa memerintahkan Draco agar menjadi yang terbaik dan selalu sempurna, mereka lupa bahwa Draco hanya seorang anak yang membutuhkan kasih sayang dan penenang di kala gundah menerjang. Ibunya memang selalu mencintai, menyayangi, dan mengasihinya tapi ada saatnya Narcissa Malfoy nee Black istri dari Lucius Malfoy sekaligus ibunya itu tidak bisa menolak perintah Lucius. Draco tidak ingin menjadi seorang Death Eater namun pada akhirnya dia menjadi seorang Death Eater. Narcissa memang menenangkannya, tapi perlakuannya sangat berbeda dengan yang Harry lakukan padanya. Harry memeluknya dan membisikkan kalimat penenang untuknya sedangkan ibunya hanya mencoba meringankan bebannya.

"Aku disini Dray, jangan menangis. Aku tidak suka melihat air matamu." Harry menangkat wajahnya guna memandang Draco dengan senyum yang mengembang di bibir.

Tangan halus Harry melayang dan singgah di pipi putih Draco, mengelusnya perlahan dan kembali tersenyum memandang wajah Draco. "Pipimu menirus Dray, apa kau tidak makan dengan teratur?" Seketika ekspresi Harry menyendu.

Not A Love Potion (Revisi)Where stories live. Discover now