04. Keraguan

7.3K 834 17
                                    

Sebelumnya Draco tidak pernah menyangka Harry akan selalu berada di sisinya, selalu menemaninya, selalu menghibur, dan menenangkannya. Dulu Draco hanya bisa bermimpi, dia tidak ingin memendam rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam apabila suatu saat nanti Harry menolaknya.

Draco hanya seekor ular kecil yang penakut yang dipaksa selalu tampil sempurna dan menjadi yang terbaik oleh pemeliharanya. Mulutnya memang berbisa dalam artian dia tidak bisa menjaga tutur katanya pada orang lain tapi dia bukanlah orang yang munafik, terkadang dia memang terkesan culas tapi ada kalanya hatinya bisa seluas samudra.

Draco jatuh hati pada kepolosan manik hijau si kurus yang lusuh untuk pertama kalinya di toko Madam Malkin. Harry saat itu menggunakan baju lusuh yang sangat kebesaran di tubuh kecilnya dan saat tatapan keduanya beradu, Draco dapat merasakan dadanya berdebar-debar.

Draco mulai menepis rasa denialnya di tahun ke-4, namun sayang dia tidak cukup berani untuk sekedar mengatakan 'hati-hati Harry' atau 'tetaplah hidup' dia malah menghakimi Harry bersama seluruh penghuni Hogwarts dengan kata-kata menyakitkan.

Draco sangat banyak terpuruk dan merasa sangat menyesal karena Harry. Ayah baptis Harry meninggal karena bibi gilanya, Dumbledore yang Harry anggap sebagai kakeknya juga meninggal di tahun ke-6 karena rencana pembunuhan di mana Draco tergabung di dalamnya, Lupin, dan masih banyak lagi juga kehilangan hak hidupnya. Harry terpuruk, namun dunia tidak tahu sebera terpuruknya Draco saat matanya melihat Harry yang tidak berdaya di gendongan Hagrid. Saat itu Voldemort bilang Harry telah tiada, saat itu juga Draco kehilangan separuh jiwanya dan seluruh kebahagiaannya.

Seorang iblis pun bisa jatuh cinta. Draco yang congkak, sombong, bajingan, berbisa, dan segala keburukannya akhirnya melabuhkan hatinya pada Harry, seseorang yang sangat bertolak belakang dengannya. Jadi biarkan Draco bahagia dalam semua kepalsuan ini walau hanya sesaat.

"Dray I love you." Draco tidak akan pernah puas dengan kalimat cinta yang berasal dari mulut Harry.

"Sekali lagi Dear." Dia memeluk erat penyihir yang lebih kecil, membisikkan sebuah kalimat penuh pengharapan pada yang lebih kecil.

"I love you Dray, endless." Harry mengecup ujung bibir Draco, dia kemudian mengelus rahang yang membingkai wajah adonis kekasihnya. Biarkan Draco menikmati masa-masa bahagianya.

***

"Drake jujur, apa yang telah kau lakukan pada Potty hingga dia bisa bertingkah seperti itu?" Kening Draco mengerut mendengar kata 'Potty' keluar dari mulut Theo.

"Namanya Harry Potter sialan!" Draco membentak Theo.

Theo mengerjap, untuk pertama kalinya Draco bereaksi berlebihan dan keluar dari topeng Malfoy nya.

"Santai saja Drake, Theo hanya bertanya." Blaise mencoba menengahi keduanya.

"Aku tidak melakukan apa pun." Draco mengelak keras.

"Jujur saja Drake, kami tidak akan menghakimi mu." Theo sekali lagi mengeluarkan suaranya yang langsung diberi delikan oleh Draco.

"Diamlah!" Jawab Draco ketus.

Kedua teman karib Draco hanya bisa menghela nafasnya. Draco itu bebal, egois, dan semaunya sendiri namun seburuk-buruknya Draco mereka tidak akan lagi membiarkan Draco tersesat untuk yang kedua kalinya. Draco hanya butuh seseorang yang mengerti dirinya dan bisa mengarahkannya menjadi lebih baik. Andai Draco menyukai orang lain, tunggu. Draco tampak sangat menyukai Harry, sikap serta tabiat buruknya hampir berubah 180° saat dia bersama Harry, Draco semakin banyak tersenyum dan berseri-seri.

"Kau menyukai Potter, Drake?" Blaise kembali memulai percakapan yang tadi memanas. "Dari sikap Potter yang berubah 180° tadi pagi, aku asumsikan kau memberikan sesuatu pada Potter." Blaise menyeringai kecil pada Draco. Dari dulu Blaise memang selalu berpikir cerdas, analisisnya bagus dan hampir selalu tepat, satu-satunya ular yang disukai Hermione karena pikiran luasnya.

Not A Love Potion (Revisi)Where stories live. Discover now