23. Melafalkan Niat Bertentangan Dengan Dalil

4 0 0
                                    

**

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

**

Para Ulama dari berbagai negeri dan berbagai generasi telah menyatakan bahwa melafalkan niat itu bid’ah. Pendapat yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut disunnahkan adalah pendapat yang salah, tidak sesuai dengan pendapat Imam Asy Syafi’i dan tidak sesuai dengan dalil-dalil sunnah nabawi.

Diantaranya riwayat dari ‘Aisyah radhiallahu ’anha, ia berkata:

‎كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يستفتح الصَّلاة بالتّكبير

"Biasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memulai shalatnya dengan takbir". [HR. Muslim, no.498]

Dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alahi wa sallam terhadap orang yang shalatnya jelek, ketika orang tersebut berkata: "Kalau begitu ajarkan saya shalat yang benar". Beliau bersabda:

‎إذا قمت إلى الصّلاة فأسبغ الوضوء، ثم استقبل القبلة، فكبّر، ثم اقرأ بما تيسر معك من القرآن

"Jika engkau berdiri untuk shalat, maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadap kiblat. Lalu bertakbirlah, lalu bacalah ayat Qur’an yang mudah bagimu".

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ’anhuma ia berkata:

‎رأيت النَّبيَّ -صلى الله عليه وسلم- افتتح التكبير في الصلاة، فرفع يديه

"Aku melihat Nabi ahallallahu ’alahi wa sallam memulai shalatnya dengan takbir, lalu mengangkat kedua tangannya". [HR. Bukhari no.738]

Nash-nash ini dan juga yang lain yang begitu banyak dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menunjukan bahwa memulai shalat adalah dengan takbir dan tidak mengucapkan apapun sebelumnya. Hal itu juga dikuatkan dengan ijma para Ulama bahwa,

‎إذا خالف اللسان القلب، فالعبرة بما في القلب

"Jika ucapan lisan berbeda dengan apa yang ada di hati, maka yang dianggap adalah apa yang ada di hati".

Jika demikian, lalu apa faidahnya mengucapkan niat? Jika telah sepakat dan diyakini secara pasti bahwa apa yang diucapkan itu tidak ada gunanya jika bertentangan dengan apa yang ada di dalam hati.

Lalu hal ini pun menunjukkan adanya kegoncangan dalam pendapat orang yang mewajibkan menggandengan niat dengan takbiratul ihram dan mewajibkan atau menganjurkan niatnya dilafalkan. Bagaimana bisa melafalkan niat ketika lisan seseorang sibuk mengucapkan takbir? Dalam hal ini Ibnu Abil Izz Al-Hanafi berkata, Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:

‎لايجوز ما لم يكن الذّكر اللساني مقارناً للقلبي. وأكثر النّاس عاجزون عن ذلك باعترافهم. والذي يدّعي المقارنة، يدّعي ما يردّه صريح العقل. وذلك أن اللسان ترجمان ما يحضر بالقلب، والمترجم عنه سابق قطعاً على أن الحروف الملفوظ بها في النيّة، منطبقة إلى آخر الزّمان، وهي منقضية منصرمة، لا تتصور المقارنة بين أنفسها، فكيف تتصور مقارنتها لما يكون قبلها؟!

"Tidak boleh melakukan perbuatan yang ucapan lisannya berbeda dengan ucapan hatinya secara bersamaan. Dan kebanyakan manusia mengakui mereka tidak bisa melakukan hal itu. Orang yang mengaku bisa melakukannya pun, ia telah mengakui hal yang ditolak oleh akal sehat. Karena lisan itu penerjemah apa yang hadir di dalam hati. Dan sesuatu yang diterjemahkan itu pasti ada lebih dahulu, karena setiap huruf yang diucapkan itu pasti dilandasi niat. Demikian seterusnya hingga selesai. Yang setelahnya adalah kelaziman dari sebelumnya. Tidak tergambar menggandengkan keduanya jika bersamaan, lalu bagaimana lagi menggabungkan sesuatu yang ada sebelumnya?".

Kajian Islamic TaCallWhere stories live. Discover now