Biru bagian lima belas💙

1.4K 140 21
                                    

"B-bi. Besok aja ya ketemu orang tua kamu." Cicit Shea takut-takut menatap Bian yang fokus mengemudikan stir mobil.

Bian mengerutkan dahinya menatap Shea sekejap. "Kenapa? Kemarin lo gak jadi ketemu orang tua gue gara-gara jalang kendor itu, sekarang gak ada penolakan lo gak mau ketemu orang tua gue."

"T-tapi—"

"Tapi apa? Lo takut sama Bokap-Nyokap gue?" Shea terdiam. "Gue kan udah bilang kalau orang tua gue gak seperti orang tua yang pandang harta sepertinya sinetron iflix lo itu."

"Tetep aja, Bi. Aku sama kamu itu beda. Ibarat aku batu, kamu berlian dan batu gak akan bisa jadi berlian." Ucap Shea yang memang merasa seperti itu. Bagaimanapun juga kasta Bian dengan dirinya berbeda jauh dan Shea gak jamin orang tua Bian tau kalau Bian memiliki pacar orang miskin yang kurang berkecukupan. Bayang-bayang dirinya dimaki oleh orang tua Bian nanti mulai teringang dikepalanya, walau Bian sudah mengatakan kalau mereka berbeda dari orang kaya pada umumnya.

"Lo ngomong apa sih?!" Sentak Bian membuat Shea kicep.

"Lo bisa gak, gak usah pancing emosi gue?!... Gue gak suka denger lo ngomong gitu lagi! Kalau gue denger lo ngomong itu lagi, gue sendiri yang akan potong lidah lo itu!"

Shea terdiam menatap kemarahan Bian. Bukan maksud Shea mengatakan itu, tapi dia sendiri juga menyadari kalau dirinya dengan Bian memang benar-benar berbeda. Dan Shea tidak menyangka kalau Bian semarah ini karena perkataannya.

"Iya maaf."

Bian tidak lagi menanggapi ucapan Shea, dia benar-benar kesal dan marah dengan perkataan Shea yang konyol, apalagi Shea menganggap orang tuanya jahat seperti ada di sinetron sialan yang sering dilihat Shea dan gobloknya Shea berpikir kalau orang tuanya sama dengan ada yang disinetron. Hei, keluarganya bukan keluarga jahat seperti itu, Mamanya memiliki sifat penyayang dan baik hati, sedangkan Papa nya orang yang ramah, goblok sekali Shea sampai berpikir seperti itu.

Ya walau Bian tau kenapa Shea takut bertemu orang tuanya. Memang ada juga sih, orang tua yang hanya memandang harta jika memilih jodoh anaknya. Tapi orang tua Bian berbeda, mereka selalu mendukung apa yang Bian inginkan untuk hidupnya, bukan orang tua yang pandang harta.

"Kamu marah, Bi?" Tanya Shea yang sudah jelas jawabannya.

"Bi, jangan marah ya? Aku takut kalau kamu marah, kan kamu tau aku cuma takut. Aku janji gak akan ulangi lagi." Ucap Shea mencoba membujuk Bian agar tidak marah. Bagaimana pun juga, Bian terlihat menyeramkan kalau dalam mode singa jantan bangun.

Shea tersenyum saat melihat Bian membuang nafasnya, Shea tau kalau Bian sudah tidak marah lagi padanya.

"Lain kali jangan ngomong kayak gitu, gue gak suka." Ketus Bian tapi terlihat tulus dari hatinya.

Shea mengangguk. "Iya."

Akhirnya Bian dan Shea sampai dipekarangan rumah bak istana yang megah itu membuat Shea melongo kagum dengan rumah semewah itu, bakhan mata Shea tidak pernah lepas dari sudut-sudut setiap inci rumah itu yang terdapat taman dan air mancur yang sangat indah. Belum pernah Shea melihat rumah yang semewah ini, biasanya dia melihat seperti ini hanya ada ditv-tv saja. Kekayaan keluarga Bian memang benar-benar menakjubkan.

"Ayo masuk."

Suara Bian seolah menyadarkan Shea membuat Shea menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ada sedikit keraguan dalam diri Shea, rasa takut bertemu orang tua Bian masih tersisa sedikit dihatinya. Dengan ketenangan Shea mengangguk lalu meraih tangan Bian dan mengikuti Bian memasuki rumah bak istana yang bernuansa putih emas itu.

Shea melongo menata isi rumah yang lebih indah lagi diluar, dengan desain yang memukau dan elegant, vas-vas berbagai jenis terpajang sempurna di titik-titik yang cocok, lampu gantung yang dihiasi dengan berlian-berlian yang mengkilap, lantai yang terbuat dari bahan marmer mahal sampai tanpa sadar Bian membawanya diruang keluarga, kali ini dengan desain yang lebih klasik.

BIRUDove le storie prendono vita. Scoprilo ora