Where Is He?

13 1 0
                                    


Ikan mata miring. Seperti apakah bentuknya? Sambungan telepon Ibu sudah terputus. Risa tidak pernah memahami bagaimana pikiran ibunya hingga selalu meng-charge handphone setelah baterainya habis. Tak jarang hal sepele itu membuat kedua orangtuanya bertengkar. Bagaimana tidak, instruksi yang disampaikan tidak pernah selesai karena handphone kehabisan baterai. Ujung-ujungnya, permintaan yang telah dilakukan tidak sesuai dengan keinginan Ibu.

Lupakan Ibu. Risa masih punya waktu beberapa menit sebelum tempat penjualan ikan dibuka. Matahari sudah mulai tinggi. Beberapa anak kecil berendam dengan batasan air yang hanya sampai bawah lutut orang dewasa. Pantai semakin surut. Risa kembali memandangi ombak kecil yang dipecah oleh bebatuan. Kenapa kalian tidak menjadi besar? Aku ingin badai. Pantai di bagian utara pulau Jawa memang terkenal dengan ombaknya yang tenang. Itulah mengapa banyak orang yang suka berwisata ke tempat-tempat tersebut. Apalagi saat membawa anak kecil. Pantai-pantai ini lebih bersahabat jika dibandingkan dengan pantai laut selatan yang memiliki ombak sangat tinggi.

"Aku akan menikah dengan seseorang yang bisa meredakan badai di kehidupanku. Ingat ya, kamu saksinya." Ucap Risa lirih pada sebongkah batu besar. Tangannya mengukir kalimat tersebut di atas batu dengan kunci motornya. Kira-kira kapan ya, pangeranku akan datang? Plis, cepatlah. Aku sudah bosan dengan semua ini.

Melihat semakin banyaknya orang yang turun ke laut, membuat kaki Risa tergerak. Namun dia merutuki kebodohannya yang memilih penampilan kurang pas untuk bermain air. Sebuah setelah gamis dan tidak mengenakan celana panjang rangkap di bagian dalamnya. Kecuali jika dia merelakan bagian bawah roknya basah oleh air laut. Dia teringat harus menunaikan perintah dari sang Ibu. Walaupun pasar itu tempat yang kotor, bukan berarti aku bisa kesana dengan rok basah juga. Risa mengurungkan niat untuk bermain air.

Sebenarnya, Risa sangat sayang pada Ayah dan Ibu. Dia bukanlah anak durhaka yang suka menentang perintah kedua orangtuanya. Namun, entah mengapa kali ini otaknya benar-benar terasa penuh. Mungkin juga karena harus mengikuti 5 tes masuk perguruan tinggi yang tidak diinginkannya. Bukan Risa secara sengaja membuat dirinya tidak lolos, tetapi kemampuannya memang belum memadai. Risa sadar bahwa dia bukanlah gadis dengan otak superior. Dia lebih memilih nonton drama korea dibandingkan dengan belajar.

Aku menitipkan catatan pelajaran. Baca-baca aja kalau kamu ada waktu luang.

Omo! Waktu luangku terlalu berharga jika digunakan untuk belajar. Risa sedikit risih dengan pesan whatsapp yang baru saja dia terima. Dari Gavin. Cowok itu selalu berusaha meringankan beban Risa. Dialah satu-satunya orang yang dipilih Risa untuk mencurahkan isi hatinya. Sampai-sampai, Ibu Risa mengira cowok itu adalah pacar anaknya.

"Hmm. Kenapa harus Gavin? Dia terlalu baik untukku." Kata Risa saat Ibunya berusaha menjodohkan mereka berdua. Gavin memang sosok yang asyik. Walaupun sifat mereka sangat berlawanan, tetapi selalu bisa saling melengkapi. Selama ini, perpustakaan dan toko buku selalu menjadi tempat favorit untuk menghabiskan waktu bersama. Gavin dengan hobinya membaca buku, dan Risa yang menumpang wifi untuk download drama korea.

"Hai, merenung apa sih?" Lelaki yang baru saja ada di pikiran seolah menjelma menjadi sosok nyata. Gavin duduk di samping Risa.

"Biasalah, nasib. Kok bisa sampai sini?" Risa bertanya sebagai formalitas. Sebenarnya sudah tertebak. Gavin akan menghampirinya ke sini setelah tahu di rumah dia tidak ada. Cowok berkacamata itu hanya menjawab dengan sebuah senyuman kecil.

"Oh iya, ibumu tadi titip ikan... apa ya namanya? Aneh kok." Gavin mengernyitkan dahi.

"Mata miring. Aku tahu." Risa menjawab cepat. Dari nada bicaranya saja, Gavin sudah bisa mengetahui bahwa gadis ini sedang dilanda perasaan galau.

Perfect StormWhere stories live. Discover now