Bagian Satu

47.5K 4.4K 1.1K
                                    


Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Tepat pukul setengah sepuluh, Rintarou membuka pintu ruangan Atsumu

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Tepat pukul setengah sepuluh, Rintarou membuka pintu ruangan Atsumu. Aku menoleh dan memberinya senyum kecil. Kulihat Rin membawa sebuah kantung plastik dan tas kecil.

"Dia udah tidur?" Aku mengangguk menjawab pertanyaan Rin. Kualihkan pandanganku ke Atsumu yang sudah tertidur pulas.

Ah Atsumu sangat damai ketika sedang tertidur.

"Rin, kalau ada apa-apa langsung hubungin gue ya." Aku bangun dari kursi dan membereskan barang-barangku. Rintarou adalah teman baikku dan Atsumu sedari dulu.

Setelah memakai jaket, aku menuju pintu dan menyempatkan melirik Atsumu lagi sebelum aku pergi.

Perasaan tidak tenang dan gelisah menghantuiku sepanjang perjalanan. Walaupun kondisinya hari ini stabil, tetap saja kemungkinan-kemungkinan buruk dapat terjadi. Jalanan yang masih ramai membuatku semakin gelisah. Hiruk pikuk suara riuh kota dan kendaraan memenuhi pendengaranku, menyadarkanku dunia ini begitu besar.

Tanpa dirasa, aku sudah sampai di depan rumah.

Ah, rumah.

Rumahku kini sedang terbaring di rumah sakit.

Suara keriuhan kota seketika hilang ketika aku memasuki rumah dengan atsmosfir dingin ini. Begitu sepi, aku sendirian lagi malam ini.

Setelah menurunkan barang-barang, aku bergegas menuju kamarku.

Aku selalu takut membuka baju. Kenapa?

Karena Ada hal yang disebut family bar. Sebuah tanda di dada bagian kiri yang menunjukkan garis sejumlah keluargamu.

Setiap garisnya menyala terang. Namun milikku sudah mati dua, menandakan dua bagian dari keluargaku sudah meninggal.

Mama dan papa.

Jika aku membuka baju, maka akan terpampang jelas garis menyala itu.

Tak ada yang siap dengan hal itu, tak ada yang siap melihat garis itu kehilangan cahaya. Garis ini ada di setiap anggota keluarga, jadi aku dan Atsumu masing-masing memiliki dua garis menyala.

Dengan ragu aku masuk ke kamar mandi, melepas kaus abu-abuku.

Hembusan nafas lega-ku terdengar jelas ketika aku melihat garis itu tetap menyala.

Terkadang aku berpikir, jika aku mendapati garis itu mati, apa yang akan aku lakukan?

Jika aku mendapati Atsumu mati, apa yang akan aku lakukan?

Aku berpikir sebentar, haruskah aku tidur? Aku takut, sungguh.

Bagaimana jika Rintarou menelpon dan mengabarkan sesuatu yang buruk?

Jika kau mengatakan aku terlalu banyak berpikir negatif, jawabanku adalah,

Memang.

Tidak ada hal positif dari semua ini. Atsumu— yang merupakan satu-satunya keluargaku, tidak. Atsumu lebih dari itu, ia setengah bagian dari diriku.

Ia mempunyai penyakit yang tidak bisa disembuhkan, sedangkan aku tidak.

Tidak ada obat untuk penyakitnya, hanya ada perawatan untuk memperlambat kematiannya.

Aku bahkan sudah tidak bisa menangis lagi memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

Aku selalu berpikir, mungkinkah ada kesempatan Atsumu pulang ke rumah ini lagi? Adakah kesempatan untuknya menjadikan rumah ini hangat lagi?

Adakah kesempatan untukku menghabiskan waktu dengannya lebih lama?

Setiap hari aku melihat ia terbaring semakin lemah, setiap hari aku melihatnya mengerang kesakitan karena nyeri yang dirasakannya.

Atsumu yang dulu selalu bangkit untukku, kini untuk mengucap sebuah kata saja sulit.

Atsumu yang dulu selalu meledekku, kini lebih suka tidur di kasurnya.

Namun ia masih bisa tersenyum, seakan mengatakan padaku,

Bahwa semuanya akan baik-baik saja.

To Be Continued

ClinomaniaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu