Prolog

2.1K 245 275
                                    

Gadis itu membawa kue yang telah dibuat sejak pagi. Namanya Vanya Dania A. Keluarganya memanggilnya Anya. Orang tuanya dari kalangan berada dan tinggal di perumahan mewah. Namun, ia merasa sunyi. Terlebih, saat satu-satunya laki-laki yang berteman dengan Anya, pergi ke luar negeri tanpa mengabarinya.

Saat usia Anya 10 tahun, dirinya tidak seperti anak seusianya. Di saat anak lain bermain, dirinya belajar memasak. Lalu di malam hari ia akan mengulangi kembali pelajarannya di sekolah. Dulu pernah mencoba bermain ke luar rumah untuk mencari teman bermain. Bukannya mendapatkan teman, namun justru dirinya dituduh mencelakai anak-anaknya kompleks. Papanya marah besar, menghukum Anya tidak boleh ke luar rumah kecuali bersama asisten rumah tangga dan pergi ke sekolah.

Kedua orang tuanya bekerja, jika pulang ke rumah selalu larut malam dan pertengkaran yang ada. Dia tinggal bersama asisten rumah tangga dan satpam. Dirinya menunggu kepulangan ke dua orang tuanya sambil menonton televisi di ruang tamu.

Suara langkah kaki terdengar begitu jelas di indera pendengaran. Berdiri dan menghampiri mereka. Namun ia urungkan saat mendengar suara teriak mereka bersahutan. Pertengkaran kedua orang tuanya selalu menjadi makanan sehari-hari.

Anya ingin merayakan hari ulang tahunnya dan anniversary pernikahan kedua orang tuanya. Badannya runtuh sekita saat mendengar perkataan orang tuanya. Kue yang semulanya rapi dipenuhi hiasan kini berantakan tak beraturan. Ia berpegang meja untuk berdiri lalu berjalan mundur tanpa sengaja tangganya menyenggol vas bunga menimbulkan suara pecahan.

Pyaar!

Mereka menoleh ke sumber suara, tatapan mereka syok. Anya tersenyum kecut, kenapa orang tuanya tidak segera menghampiri dirinya dan menjelaskan semuanya? Mereka tersadar lalu menghampiri dirinya.

"Vanya!" teriak kedua orang tuanya saat melihat darah mengalir di telapak tangannya.

Vanya menggelengkan kepalanya. Jangan 'kan nama panggilan, ulang tahunnya anaknya saja lupa. Apakah dirinya tidak berharga bagi mereka? Tetesan air mata yang mengalir begitu saja tanpa henti. Dia mengusap air matanya lalu, mencoba berdiri sekuat tenaga.

"Jangan mendekat," ucap Vanya terbata-bata, meremas jari-jarinya.

"Vanya sayang," panggil Mereka lembut. Namun, tidak memengaruhi Vanya. Tatapan kosong yang diberikan oleh Vanya. Mereka memeluk tubuh anaknya.
Vanya menangis tanpa henti. Papanya benci air mata. Sudah lama dirinya menahan tangisan dan emosi.

"Maaf sayang ini terbaik untuk Kita semua termasuk Kamu," ujar seorang pria paruh baya berparas tampan. Dirinya menjelaskan bahwa pernikahan ini tidak bisa bertahan.

"Kalian jahat," lirih Vanya dengan mata sebab. "Walaupun Vanya masih kecil, Vanya tau yang kalian maksud."

Suara tangisan Vanya terdengar jelas di kuping mereka. Mereka merasa kan nyeri di dada. Mamanya menitikkan air mata, dirinya tidak tahan tangisan. Namun berbeda dengan dan Papa, bukannya menangis. Dia berdecih melihat aktingnya sang Istri. Ia sedikit merasa rasa kasihan lalu menggelengkan kepala.

Mamanya Vanya mencubit lengan sang suami yang tak memiliki rasa kasihan. Papanya Vanya menoleh ke arah sang pelaku. Mamanya memberikan isyarat agar suaminya berjongkok, suaminya melotot. Mereka berdebat dan akhirnya Papanya mengalah. Lalu mereka berjongkok dan memeluk tubuh Vanya, tak lupa mencium keningnya penuh kasih sayang.

BAD LIFEDove le storie prendono vita. Scoprilo ora