📖 Cuma Karena Sepatu? 📖

78 23 20
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Awalnya kukira penting, nyatanya nggak sepenting itu di matanya. Biasa aja. Nggak ada spesial-spesialnya sama sekali."

•••

     "Makasih, ya, Cal."

    "Yoi."

     Setelah motor Ical menjauh dari depan rumahnya, Anggi langsung berlari menuju kamar. Dia merebahkan tubuh di atas kasur tanpa melepas satu pun atribusi sekolahnya. Matanya menatap lurus langit-langit kamar dengan lampu yang menyala terang.

     Dulu, saat awal PDKT sampai beberapa bulan kemarin, Anggra belum pernah bersikap seperti ini. Boro-boro meninggalkannya, Anggi adalah orang kedua yang dia hubungi setelah Renita jika ada apa-apa. Itu artinya, Anggra selalu mengingatnya. Namun, karena hal tadi, Anggi merasa Anggra memang sudah banyak berubah.

     Anggra itu selalu menepati ucapannya. Mau bagaimanapun kondisinya. Dulu, saat Anggra sudah berjanji ingin mengajaknya ke pantai, ternyata lelaki itu juga ada janji dengan temannya untuk menonton pertandingan. Anggi sudah mengalah, dia membiarkan Anggra bersenang-senang dengan temannya. Namun, lelaki itu ngotot untuk menepati janjinya. Dan kemarin? Saat Anggi meminta semalammm saja waktu berdua, ketika ada Rana, mengapa seketika Anggra melupakan perkataannya? Lalu tadi? Anggi tak habis pikir. Bahkan perilaku Anggra pun berubah. Lelaki yang tidak pernah mau merepotkan Anggi itu kerjaannya minta dibantu mengerjakan tugas melulu. Anggi tidak merasa keberatan. Toh, dulu Anggra yang selalu membantunya jika dalam kesulitan. Akan tetapi, Anggi merasa aneh saja jika hanya karena kesibukannya futsal, Anggra sampai melalaikan tugasnya. Ditambah, pengakuan Paras yang melihat Anggra ke rumah makan padang milik Mas Ayus bersama Rana saat jam latihan.

     Apa mungkin selama ini Anggra berbohong? Sebulan ini Anggota berbohong ketika mengatakan dia futsal, tetapi nyatanya malah pergi dengan Rana? Benar kah?

Segala kemungkinan ada, 'kan?

    Anggi mendesah. Dia menelungkupkan badannya. Perlahan tapi pasti, bantal di kepala ranjang sudah dia tarik dan dijadikan untuk menenggelamkan kepala dalam kasur. "Nyebelin!" pekiknya tertahan.

Ceklek!

     Pintu yang dibuka dari luar membuat Anggi langsung duduk, matanya mengerjap mendapati Ani yang berdiri di ambang pintu dengan wajah khawatirnya. "Ibu kira Kakak kenapa-kenapa. Kok baru pulang?" Dia mendekat, duduk di tepi ranjang.

    Anggi beringsut, lalu menarik tangan Ani untuk dicium. "Tadi ada urusan penting. Maaf, ya, Bu."

     "Nggak apa, tapi lain kali bilang, ya? Iya kalau kamu lagi sehat," Ani menempelkan punggung tangannya pada jidat Anggi, mengecek suhu tubuh anaknya, "lah panas gini? Gimana Ibu nggak tambah khawatir coba?"

     Anggi hanya bisa nyengir. "Maaf ...."

     Ani mendengus. "Tadi pulang sama siapa?"

     Anggi mengangkat alisnya tinggi. "Ha?"

Your Work My Work (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang