Part 34

1.4K 95 0
                                    

Aku mencoba menerima Damar dengan tulus, bagaimanapun keadaannya. Hendra juga sering ke rumah untuk bertemu dengan Damar. Seperti yang dikatakannya, dia benar-benar menganggap Damar saudaranya. Mereka berdua sudah sangat akrab. Ibu juga terlihat bahagia melihatku mau menerima Damar kembali. Akhirnya aku rujuk kembali dengan Damar dan kembali menempati rumahku yang dulu. Masalah toko aku bisa mengatur jadwalku, seminggu 2 atau 3 kali aku mengontrolnya langsung. Hendra juga ikut mengawasi.
****
Masalah hati, ya hatiku tetap merasa ada yang hampa. Walaupun Damar sudah kembali sehat dan memperlakukanku lebih dari sebelumnya tapi aku tetap merasakan tidak nyaman. Apakah ini karena rasa sakit hati yang dulu? Sulit rasanya untuk menghapus kenangan pahit itu. Bahkan untuk sekedar pelukan aku sering menghindar. Apa aku perlu ke psikiater ya? Kenapa rasa jijik masih terus ada? Tapi kenapa kalau dengan Hendra aku merasa nyaman? Sudah jangan membandingkan!. Huft batin ini jadi perang sendiri.
" Dek, Arjun sudah tidur? Kok sepi," tanya Damar setelah makan malam. Aku membereskan meja makan
"Iya sudah, kecapekan mungkin tadi siang main sama anak-anak tetangga," ujarku.
Damar mengambil air putih dan membawanya ke kamar. Kebiasaan dia kalau malam terbangun untuk minum. Ingin aku melangkah ke kamar Arjun untuk tidur bersamanya, tapi mengingat kewajiban seorang istri terpaksa ku langkahkan kaki ke kamar.
"Dek, " kata Damar memandangku. Ku balas tatapan matanya,
"Ada apa Mas?" tanyaku sambil mengambil selimut dan berbaring.
"Boleh nggak kalau Arjun punya adik?" tanya Damar serasa ambigu yang ku dengar. Ini yang ku takutkan. Aku hanya terdiam.
" Boleh saja, kenapa Mas? Apa kamu punya anak lagi selain Arjun?" tanyaku berusaha datar. Damar kaget mendengar ucapanku.
"Bukan seperti itu maksudnya Dek. Ehm..kalau boleh, kita bisa membuatkan adik untuknya," kata Damar malu-malu. Aku belum siap, entah mengapa rasanya ada sesuatu yang tidak bisa aku ungkapkan. Aku hanya terdiam tanpa menjawab. Rasanya aku ingin berlari menjauh.
"Dek, ditanya kok malah melamun." kata Damar lagi. Aku mencoba tersenyum,
" Maaf aku belum siap untuk itu." kataku datar. Aku teringat akan dia yang membohongi aku selama 6 bulan, kenapa ingatan itu selalu hadir? Damar mendekatkan dirinya dan memegang tanganku. Keringat dingin keluar dengan sendirinya. Aku tidak paham ada apa dengan tubuhku.
" Kamu sakit Dek? Tubuh kamu dingin sekali." tanya Damar sambil memegang dahiku.
" Tidak Mas, aku baik-baik saja. Tolong bergeserlah aku merasa sesak." akhirnya kata itulah yang keluar. Maaf aku secara tidak sengaja menyakitimu Mas..
" Kita ke dokter ya, aku takut kamu kenapa-napa."
" Tenang aja Mas, aku wanita kuat. Jadi kamu jangan kuatir," aku tersenyum dan segera berbaring untuk tidur. Ku lihat Damar membetulkan selimut yang ku pakai. Dia tidur di dekatku. Rasanya sangat tidak nyaman, tapi aku hanya terdiam.
" Dek maafkan aku, " bisik Damar pelan.
Apa Damar tahu bagaimana isi hatiku ya? Aku tidak ada niat menyakitimu tapi tubuh ini reflek langsung menjauh darimu. Aku juga tidak ingin seperti ini. Ternyata memaafkan tidak semudah kata maaf yang terucap.
***
Hari ini aku mengajak Arjun ke toko, setelah pamit ijin ke Damar. Aku harus memilih baju yang akan aku beli untuk melengkapi koleksi baju di toko. Seperti biasa, pakar ahlinya sudah datang. Siapa lagi kalau bukan Hendra yang segera menyambut Arjun.
"Anak ayah, sini ayah gendong..hem wanginya." kata Hendra dengan menggendong Arjun dan menciuminya.
" Sudah mandi Ayah, jadi Aljun wangi kaya mama," jawab Arjun dengan mendekap erat Hendra. Mereka bercanda tanpa menghiraukan aku. Aku sibuk dengan memajang baju model terbaru. Sampai tidak terasa pekerjaan aku selesai dan mereka masih bermain berdua. Bahagianya melihat senyum Arjun. Hendra, apakah kamu sudah move on dariku? Apa kamu sudah mempunyai penggantiku?
"Ras, kamu melamun?" tanpa ku sadari Hendra sudah duduk di dekatku. Sedang Arjun tampak bermain dengan mbak Tutik, lebih tepatnya merecoki pekerjaannya.
" Enggak Mas."
"Kamu tampak agak kurus Ras, apa Damar menyakitimu?" tanya Hendra yang membuat aku menggelengkan kepala. Damar sangat baik andai kamu tahu Mas..
"Apa kamu sakit?" pertanyaan Hendra membuat mataku berkaca-kaca. Kamu masih seperti dulu Mas, masih perhatian.
" Mas, andai kamu jadi aku, apa yang akan kamu lakukan untuk bisa menghilangkan rasa sakit di hati? Tubuhku menolak di sentuh Damar, Mas. " aku mencoba berbagi kesedihanku padanya. Sama seperti waktu dulu, dialah tempatku berbagi. Ku perhatikan wajahnya ada keterkejutan di sana.
" Kamu? Belum..ehm itu sama Damar?" tanya Hendra kikuk.
" Belum, aku nggak bisa. Tubuhku reflek menolaknya," jawabku jujur.
" Ras..cobalah perlahan, mungkin dari bergandengan tangan dulu...terus sentuhan kulit yang lain yang kecil atau apalah, mungkin bisa sebagai terapi. Kamu pasti bisa. Kasihan Damar pasti dia menahan hasratnya." terang Hendra
" Aku sudah mencoba tapi selalu ingatan kalau semua bagian tubuhnya telah di sentuh dan menyentuh Diana, selalu hadir. Ini yang membuat aku tersiksa Mas. Sakit banget ternyata diselingkuhin, 6 bulan Mas, aku dibohongi. Tidak mudah aku menghapus memori itu." aku mencoba tetap menahan tangis. Aku tidak mau anakku tahu mamanya menangis.
Aku tahu perasaanmu, sama denganku. Kamu pasti bisa, kamu wanita kuat Ras. Percayalah." Terima kasih atas dukunganmu Mas. Aku mencoba tersenyum.
"Aku akan mencoba saranmu. Semoga berhasil." kataku pada akhirnya. Sekali lagi aku akan mencoba, membuang rasa sakit dan bayangan kelam masa lalu

MAHLIGAI YANG TERKOYAKOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz