"Arjun makanya kalau di nasehati jangan makan ice cream banyak-banyak itu nurut. Jadi demam deh.." aku mengusap rambutnya dengan sayang. Melihatnya meringkuk seperti ini, jadi gemes rasanya.
" Papa sama Mama sampai ngebut di jalan lho pingin cepat sampai. Besok jangan di ulang lagi ya?" kata Damar penuh perhatian. Aku segera menggantikan ibu yang sibuk mengompres Arjun.
" Tadi Arjun sudah di bawa ke dokter kok Ras, besok pagi semoga sudah turun demamnya." kata ibu sambil membenahi selimut Arjun.
" Lho ibu sama siapa ke dokternya?" tanyaku heran, soalnya sudah larut malam kasihan ibu pasti bingung." Sama siapa lagi kalau bukan sama aku, ayahnya Arjun yang ganteng." aku dan Damar serentak menoleh ke arah pintu, di sana berdiri Hendra dengan muka bantalnya tapi sok kecakepan. Lho dia nginap di sini?
" Ngapain kamu sudah malam ada di sini?" tanya Damar tidak suka.
" Nak Damar, kalau Arjun nginap di tempat ibu, nak Hendra selalu ikut tidur di sini menemani Arjun. Untunglah ada nak Hendra, coba kalau tak ada, ibu pasti bingung." ibu yang menjawab pertanyaan Damar. Aku juga baru mengetahui hal ini, dalam hati aku juga kaget akan fakta ini. Betapa besar sayangmu pada Arjun Mas. Damar menatap Hendra dengan tatapan tidak sukanya, sementara Hendra tidak peduli. Sekarang keduanya bagai musuh setelah aku bertengkar dengan Damar.
"Sudah malam, kita tidur saja kasihan Arjun. Kembali ke kamar masing-masing." perintah ibu pada kami. Damar menatap Hendra,
" Kenapa kamu masih di sini?' tanya Damar pada Hendra.
" Aku mau tidur sama Arjun." jawaban Hendra bikin amarah Damar.
" Kamu itu ya, nggak tahu batasan. Di sini ada aku dan Laras itu sudah cukup, ngapain kamu tidur di sini?" kata Damar penuh amarah. Hendra hanya terdiam dan langsung berbalik ke kamar Dimas. Syukurlah tidak ada peperangan malam ini.
***
Pagi hari aku dan ibu sibuk membuat sarapan untuk Damar dan Hendra. Untunglah Arjun sudah tidak demam lagi. Damar keluar dari kamar sudah rapi.
" Sarapan dulu Mas, kita pulang habis sarapan ya?" kataku pada Damar sambil meletakkan sepiring nasi goreng. Damar tersenyum dan mencium keningku..
" Makasih ya Dek." kata Damar lembut.
Sikap Damar memang selalu lembut padaku dari dulu. Damar memakan nasi gorengnya dengan lahap.
Selesai sarapan kami berpamitan pulang pada ibu dan menanyakan kemana Hendra kok tidak kelihatan. Ternyata Hendra berangkat pagi sekali mau keluar kota. Kasihan Hendra belum sarapan padahal aku juga membuatkannya nasi goreng sebagai rasa terima kasih karena sudah ikut menjaga Arjun.
Selama perjalanan Damar hanya terdiam dan sesekali saja membalas ocehan Arjun hingga sampailah kami di rumah.
" Arjun mainnya di dalam rumah dulu ya, besok kalau sudah sembuh baru boleh main keluar lagi. Ok?" kataku pada Arjun.
" Ok Ma." jawab Arjun yang berjalan menuju kamarnya. Aku mendekati Damar, dan duduk di sebelahnya..
" Mas kamu kenapa dari tadi diam aja?' tanyaku dengan meraih tangannya.
" Dek, aku mau berterus terang. Aku tidak suka ada Hendra. Kedekatannya dengan kalian membebani pikiranku." Damar menjawab dengan menatapku lekat. Aku tersenyum di tatapnya,
" Mas, harus berapa kali aku menjelaskan padamu. Hapus dan hilangkan rasa cemburu mu. Aku sekarang istrimu."
" Aku tahu itu Dek. Tapi kamu ingat, persahabatan diantara lawan jenis pasti ada akan tumbuh cinta."
" Mas..aku dan Hendra dari cinta menjadi sahabat. Apa kamu lupa? Sudah jangan membahas rasa cemburu mu lagi!"
" Kalau kamu nggak ketemu sama Hendra sama sekali mau?" Damar bertanya yang membuat aku berpikir. Apa maksudnya coba?
" Aku mau saja. Tapi bagaimana caranya?"
" Kamu nggak usah ke toko ya? Biar diurusin orang lain. Aku memberi nafkah untuk mu dan Arjun lebih dari cukup."
"Mas, kamu tahu aku tidak pernah untuk menggantungkan keuangan hanya pada suami dari awal kita menikah. Kenapa? Wanita harus mandiri apabila suatu saat di tinggal suaminya dia tidak akan kebingungan."
" Aku tahu itu tapi..sakit Dek melihatmu dan Arjun akrab dengannya." Baru segitu aja sakit, gimana aku dulu?
" Sudah ya Mas..aku nggak mau bertengkar denganmu." aku beranjak dari duduk tapi tanganku di tahan Damar. Dia ikut berdiri di sampingku..dan tiba-tiba memeluk,
" Maaf ya Dek, aku sangat mencintaimu." kata Damar dengan mencium pipi dan perlahan bibirnya menyentuh bibirku, penuh kelembutan. Aku sejenak terbuai dan tersadar kalau ada Arjun di rumah. Eah bahaya ini kalau anakku melihat adegan dewasa..
" Mas, nanti di lihat Arjun lho.." kataku dengan menahan gerakan bibirnya. Damar segera melepaskan ciumannya dan menghela nafas panjang.
" Gagal maning Dek.." aku tertawa melihat ekspresi wajahnya yang langsung kusut.
"Nanti malam kita coba lagi ya, Dek."
" Iya, sudah sana berangkat kerja dulu nanti telat lho!"
" Ini juga sudah telat Dek, tapi aku udah ijin kalau agak terlambat. Ya udah aku tinggal dulu .." pamit Damar dengan mencium kening. Tidak lupa pula dia pamitan sama Arjun.
***
Sepeninggal Damar aku memasak kesukaan Damar dan Arjun. Jamur saos tiram, ayam bacem dan jangan ketinggalan sambal terasi. Di temani celotehan Arjun yang sibuk tanya ini itu, akhirnya selesai juga masakan ku. Hem, kalau aku ke kantornya Damar bagaimana ya, ah iya sekali-kali memberi kejutan. Dengan semangat 45 setelah beberes dan dandan, aku mengajak Arjun ke kantor Damar dengan membawa kotak makan untuk Damar. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di kantor karena jalanan lumayan sepi, jadi memudahkan aku untuk menjadi pembalap dadakan.
Setelah bertanya pada seseorang yang tidak aku ketahui namanya, dia mengatakan kalau pak Damar sedang ada di kantin. Wah jangan sampai dia udah pesan makanan, mubazir nanti pengorbanan aku. Aku dan Arjun bergegas menuju kantin, mataku sibuk mencari sosok Damar karena kantin lumayan ramai. Dan..deg, di salah satu meja aku melihat Damar sedang duduk berhadapan dengan seorang wanita. Mungkin dia hanya teman kantor, batinku. Aku berusaha tenang, dan berjalan mendekati...
"Papa.." suara Arjun mengagetkan mereka berdua. Damar langsung tersenyum melihat Arjun tapi ku lihat wajah teman wanitanya langsung berubah tidak suka. Aku merasa panas hati melihatnya.
" Dek, kamu kesini sama Arjun kok nggak bilang? Kan bisa aku jemput?" kata Damar dengan menggendong Arjun. Aku tersenyum membalasnya,
" Buat kejutan aja Mas, lagian sudah lama tidak balapan.."
" Hah? Arjun kamu ajak ngebut? Aduh Dek, besok jangan di ulang lagi. Belum juga misi pertama sukses karena gangguan sekarang coba kalau Arjun sampai kenapa-napa auto gagal total deh misi kita." Damar tertawa ngakak yang bikin aku malu.
" Maaf mas Damar, aku permisi dulu ya.." kata wanita yang tadi duduk di depan Damar. Dia panggil Mas? Helloooow ini kantor, kalau kamu bawahannya Damar harusnya panggil pak. Aku kok melihat gelagat mencurigakan darinya ya..
" Eh tunggu dulu !" ujarku menahannya pergi. Dia pun langsung menghentikan kakinya. Aku mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengannya, dia membalas jabatan tangan ku dan tersenyum.
" Kenalkan aku Laras istrinya pak Damar dan ini Arjun anak kami. Jangan lupa datang ya kalau kami undang buat syukuran, soalnya kami sedang menanti anak kedua kami." Aku menatapnya penuh selidik.
" Iya Bu, saya akan datang." katanya dengan agak menunduk karena aku tatap. Aku tidak ingin kecolongan untuk kedua kalinya.
" Kamu panggil aku ibu? Kenapa panggil pak Damar, mas?" tanyaku dengan lembut.
" Maaf Bu, sudah kebiasaan." jawabnya dengan tersenyum.
" Nama kamu siapa?" tanyaku kemudian.
" Nama saya Leni."
" Gini ya mbak Leni yang terhormat tolong mulai saat ini panggil suami saya dengan panggilan BAPAK ! Paham? Ini kantor mbak, kalau di luar kantor terserah." kataku dengan datar tanpa ekspresi walau dalam hati panas. Naluri wanita bersuami jarang meleset. Leni ini sepertinya suka sama Damar. Siapa yang nggak kesemsem coba, Damar tinggi bersih, maklum kerja kantoran jadi penampilan aku perhatikan. Eh maksud hati biar penampilannya rapi soalnya kadang ketemu client..malah selalu aja ada yang naksir. Bahaya ini.
" Iya Bu, permisi." jawab Leni yang segera berlalu. Walau hati masih dongkol aku tersenyum seraya menyodorkan kotak makan pada Damar. Dia segera membuka dan memakannya sembari memangku Arjun.
" Kamu kenapa galak banget Dek?" tanya Damar di sela-sela makan.
" Di bahas di rumah aja ya..enak ya masakan ku?"
" Masakan mu selalu enak." puji Damar yang membuat aku senang. Hanya pujian ringan sudah membuat seorang istri bahagia. Simpel kan ternyata kebahagiaan istri?
****
Setelah makan malam, Arjun segera tertidur karena kecapekan bermain. Aku dan Damar ada di kamar saat ini.
" Mas, boleh aku tahu? Sejak kapan kamu kenal Leni?" aku membuka obrolan dengan Damar.
" Mungkin sekitar dua tahun yang lalu. Kami satu team, jadi sering bareng tapi tidak pernah berdua aja, pasti ada teman yang lain. Kenapa? Kamu cemburu?" tanya Damar.
" Mas andai aku punya permintaan kamu mau nggak mengabulkan?" aku mencoba merayu Damar.
" Asal aku bisa pasti akan aku lakukan. Apa permintaan mu Dek?"
" Tolong menjauh dari Leni atau kamu minta biar tidak satu team bisa?" tanya ku lembut. Lagi mode merayu harus lembut suaranya.
" Dek, aku hanya bawahan juga tidak bisa minta seenaknya. Apalagi Leni kerjanya bagus. Aku tidak mungkin akan selingkuh Dek."
" Kamu tahu istilah orang jawa, witing tresno jalaran soko kulino. Cinta datang karena terbiasa. Aku harus waspada Mas, aku tidak mau masa lalu kelam terulang lagi. Kamu tahu betapa aku menderita bahkan sampai trauma harus ke psikiater." kataku menahan amarah. Ku hela nafas panjang.
" Aku sudah bilang tidak akan selingkuh Dek, percaya sama aku.!" kata Damar meraih tanganku.
" Aku dulu juga sangat percaya padamu tapi apa? Kamu juga pernah tidak mempercayai aku. Apa aku salah meminta mu untuk menjauh?"
" Sudah Dek jangan ungkit masa lalu. Baik aku akan meminta pindah team tapi aku juga minta kamu jauhi Hendra." Damar ternyata tidak mau kalah. Aku kaget mendengar ucapannya.
" Aku sudah menjauhi Hendra. Toko juga sudah aku jadwal untuk mengurangi kapasitas aku ketemu Hendra. Apalagi yang kurang?"
" Hendra masih mencintaimu."
" Walaupun dia masih mencintaiku tapi dia tidak mengejar ku. Mas aku cuma takut kita kan berpisah seperti dulu. Hendra bagiku bukan masalah." sungguh aku tidak ingin bertengkar dengan Damar. Aku hanya takut, ketakutan yang wajar ku rasa. Takut suaminya kecantol wanita lain. Aku tahu Damar sangat mencintaiku tapi kalau di dekati wanita cantik terus, apa dia mampu bertahan? Lebih baik mencegah daripada mengobati.
" Udah Dek, aku capek." kata Damar membaringkan tubuh di ranjang. Aku hanya terdiam. Memangnya yang capek cuma kamu doang? Aku juga capek hati. Kenapa sekarang rumah tanggaku sering ada pertengkaran? Pusing aku memikirkannya, aku juga membaringkan tubuh di ranjang. Aku sengaja memunggungi Damar. Males saja rasanya. Aku berharap Damar akan meminta maaf seperti biasanya tapi ternyata dia tidak melakukannya. Apakah memang cinta di antara kami sudah memudar? Kenapa ? Lalu untuk apa semua ini? Kemana kata cinta yang setiap hari keluar dari bibirnya?

YOU ARE READING
MAHLIGAI YANG TERKOYAK
RomanceKetika kesetiaan dan cinta seorang istri dipermainkan. Kisah ini dimulai dari keegoisan mertua yang tetap ikut campur terhadap masalah rumah tangga anaknya. Walaupun cinta masih diatas segalanya, sang suami terpaksa menuruti kata Ibu sehingga menyak...