Adi POV
Sembari menghisap rokok dan menyesap bir, saya meratapi betapa cerobohnya dan tidak berpendiriannya saya terhadap suatu komitmen percintaan.
Betapa hinanya saya saat ini. Saya telah menyia-nyiakan orang yang telah mengasihi dan mencintai saya dengan tulus dan setia hanya demi sebuah kepuasan sesaat.
Andai saya waktu itu teguh pendirian dan tidak lengah, saya tidak akan mengalami adiksi dengan seks yang tidak wajar ini.
Ya, seks yang dibaluti dengan berbagai macam obat-obatan yang telah diramu sedemikian rupa supaya meningkatkan gairah seks seseorang secara drastis dan berkelanjutan. Dan lebih parahnya lagi zat-zat tersebut sudah masuk di dalam tubuh saya dan akan bereaksi jika ada rangsangan seksual. Walaupun sebenarnya saya juga tidak tahu pasti zat kimia apa yang terkandung di cairan itu.
Andaikan saja waktu itu saya berani mengajukan cuti dan ikut ke Pontianak bersama Rizal dan keluarganya, mungkin saja saya dan Rizal sudah pindah ke luar negeri dan merencanakan pernikahan disana. Sekarang? Entahlah saya tidak tau bagaimana nasib hubungan percintaan kami kedepannya.
Saya hanya bisa berharap Rizal masih mengampuni kesalahan saya ini dan kembali ke pelukan saya seperti sediakala.
Tapi rasanya itu tidak mungkin. Mengingat kesalahan yang telah saya perbuat sedemikian hina dan tidak dapat dimaafkan. Mungkin Rizal sudah menganggap saya sampah yang murahan dan tak berguna.
Seorang pacar yang gagal dalam menjaga komitmen bersama. Mengkhianati pacarnya yang bahkan telah menyerahkan dirinya kepada saya, bukan hanya hatinya saja.
Saya tahu betapa lembutnya hati Rizal. Betapa manisnya sikap dia ke saya setiap dia bermanja-manjaan. Seringkali menangis karena urusan kuliah dan memeluk saya dikala sedang gundah.
Rasanya semua menguap begitu saja seakan hanyalah mimpi. Hanya ilusi yang terasa hingga seakan nyata terjadi.
Entah bagaimanapun atau seburuk apapun Rizal sudah menganggap saya seperti apa sekarang.
Saya memang pantas mendapatkannya.
Pagi tadi Rizal datang ke apartemen. Tetapi hanya saja hubungan kami terasa semakin renggang dan bahkan tadi saya malah memarahi Rizal yang hanya ingin supaya saya tidak mengabaikan dirinya. Emosi saya kala itu sedang kurang baik dikarenakan permasalahan hubungan saya dengan Rizal dan juga diperparah dengan beberapa polemik dan tekanan pekerjaan saya di Kepolisian. Saya sangat khawatir apabila Rizal benar-benar menjauh dari saya dan menemukan seseorang yang lebih baik dari saya.
Sempat terlintas pikiran untuk mengikhlaskan Rizal. Tetapi segera saya tepis pikiran sesat itu. Sebagai lelaki sejati, saya akan meminta maaf dan membuktikan kepada Rizal kalau saya tidak akan main-main dengan hubungan ini. Apapun resikonya, saya siap menanggungnya sekuat yang saya bisa.
Saya sudah bertekad dalam hidup saya bahwa hanya Rizal pasangan hidup saya. Saya sudah bersumpah kepada diri saya sendiri untuk melindungi dan memperjuangkannya sampai titik darah penghabisan.
Dengan berbagai pertimbangan, dua minggu kemudian saya memutuskan menuju ke Rumah Rizal untuk meminta maaf atas semua yang selama ini telah saya lakukan kepada Rizal.
Ditengah jalan, ketika di perempatan, lampu menunjukkan warna hijau tetapi kemudian dari arah samping sebuah mobil melaju kencang hingga akhirnya
"BRAKK!!!!"
Penglihatan saya seketika memudar dan menjadi gelap.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Author POV
KAMU SEDANG MEMBACA
Barricade
Non-FictionBagaimana jika seorang Mahasiswa Hukum bernama Rizal yang terkenal selalu berpikir kritis dan idealis di kalangan teman-temannya menjalin cinta dengan seseorang bernama Adi yang berprofesi sebagai Polisi? WARNING! BOYSLOVE KONTEN 17+ TERUNTUK HOMOP...