56. Rumah Horror di Bogor || Pt 1

55 9 1
                                    

Hallo semua, selamat datang di kisah tanah Sunda, sudah lama kita tak up cerita, nah kali ini di chapter ke sekian kami, kami akan menceritakan sebuah rumah horror di bogor, seperti apa ceritanya. Mari simak di bawah, Tabik!

*******
“Sahuuurrr, sahur, sahuuurrr, sahur..”

Teriakan anak-anak kecil diiringi dengan suara tetabuhan bertalu-talu terdengar dari luar, ramai jadinya.

Saat jam setengah tiga dini hari akhirnya aku bisa bernafas lega, selesai semuanya, walaupun mungkin hanya untuk sementara.

Setelah sudah cukup waktu untuk menenangkan diri, aku bangkit dari duduk dan melangkah ke luar kamar.

Tapi tetap saja langkahku masih agak tertahan, keberanian masih berpacu melepas dari belenggu ketakutan yang satu atau dua jam yang lalu memenuhi pikiran dan perasaan.

Ruang tengah yang besar ini, sepi dan kosong seperti seharusnya, ruang tengah yang menyambung jadi satu dengan meja makan serta dapur kering.

“Seperti seharusnya” tadi kubilang? Iya, memang sudah seharusnya sepi dan kosong, karena di dalam rumah besar ini hanya ada aku saja, gak ada orang lain.
Dua jam sebelumnya, aku mengalami peristiwa seram di sini. Peristiwa yang cukup membuat goyah nyali.

Aku mendengar langkah kaki gak bertuan, yang seperti berjalan ke sana ke mari ke setiap sudut lantai atas dan bawah. Ditambah dengan sesekali ada suara pintu terbuka, aku yang sedang sendirian di rumah besar ini jadi semakin tenggelam dalam ketakutan di situasi mencekam.
Untungnya, malam bergulir menjadi dini hari, kemudian tiba waktu sahur, situasi mendadak tenang kembali.

***
“Gimana Rom? Aman kan? Hehe”
“Aman om, aman, hehe. Udah sampe rumah nih?”

“Ah sukurlah. Udah Rom, ini baru aja sampe. Jangan lupa kasih makan Leon ya.”

“Ok, Om, tenang aja, gak usah mikirin rumah dan kucing. Selamat menikmati mudik di kampung halaman, hehe”
Itu percakapan telpon dengan Om Gilang, adik dari Ibuku yang nomor empat. Beliau ini adalah seorang pengusaha cukup sukses, di umurnya yang baru menginjak awal 40an tahun.

Bersama istri dan seorang anak perempuannya, Om Gilang tinggal di satu rumah besar di kawasan Bogor, di satu perumahan di sekitaran Baranangsiang. Rumah ini baru sekitar satu tahun dimiliki oleh Om Gilang, jadi masih terhitung rumah baru.
Oh iya, aku Romi, mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jakarta, akan menceritakan satu peristiwa yang aku alami baru beberapa tahun yang lalu.

Nah, pada pertengahan tahun 2018, bertepatan dengan datangnya bulan Ramadan, aku yang sedang libur kuliah diminta tolong oleh Om Gilang untuk menjaga rumahnya karena dia dan keluarga harus segera pulang kampung ke Palembang karena ada keperluan mendadak.

Aku tentu saja gak bisa menolak, gak enak hati untuk bilang “Nggak”.
Ya sudah, dengan agak sedikit berat, aku menyanggupi permintaan Om Gilang.

***

“Kamu berani Rom tinggal di rumah Om Gilang sendirian? Hehe, coba kamu ajak salah satu teman, siapa gitu."

“Rumah Om Gilang kan jauh Bu, di Bogor, gak ada temanku yang mau. Gak apa lah, aku sendirian aja, hehe”

“Gak takut Nak?”

“Takut apa Bu?, ibu ini ada-ada aja, hehe.”

“Hehe, sukurlah kalo kamu berani. Jangan tinggal sholat ya. Kalau bisa, sempatkan sholat malam dan mengaji di situ, biar gak terlalu kosong.”

Kisah Tanah Sunda || Mini ExpeditionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang