JAN 2 | Part 10

659 79 7
                                    

"Ada yang mau dengar kabar baik tentang Ira, nggak?" Sontak berbagai pasang mata tertuju ke arah Ira dan sumber suara yaitu Ulfa, yang tak lain ibunya Fairuz.

"Ira di lamar, tan?" Terka Gio sambil memperhatikan Ira yang masih terus menunduk sejak kembali dari rumah Daffa.

"Di ajak pemberkasan langsung, Yo" sahut Ulfa membuat seisi rumah ternganga tak menyangka secepat itu takdirnya bertemu.

"Sayangnya Ira menolak" sambung Sofian

"Rezeki di tolak Ra, Ra" jawab Gio serasa kecewa dengan adiknya.

"Sesuai ucapan Ira. Ira mantap nikah di usia 23 tahun, terserah bang Gio mau bilang apa sama Ira" pungkasnya lalu pergi menenangkan diri di taman mini milik Ulfa.

Gio menghela nafas sejenak, belakangan ini menurutnya sifat Ira susah ditebak. Terkadang mengikuti perintahnya dan tak jarang juga membantah seperti tadi.

"Ira, ayo masuk rumah. Sudah hampir magrib" ucap Fairuz yang baru saja tiba bersama Kia

Kia mengisyaratkan Fairuz agar masuk rumah duluan. Ekor matanya tak bisa melihat Ira menyendiri seperti sekarang ini. "Kenapa sih Ra? Berantem lagi sama abang?" Tanya Kia mulai menyelidiki adiknya

"Bukan berantem. Lagian Ira aneh, ada satu orang yang niat serius malah di sia-siain" sambung Gio sudah berdiri yang tak jauh dari adik-adiknya

"Ira gak sia-siain mas Daffa. Mas Daffa juga bilang, dia mau nungguin Ira sampai usia Ira genap 23 tahun. Abang aja yang terlalu ikut campur urusan Ira"

"Dah berani ngomong kaya gitu sama abangnya ya" sindir Gio

"Emang begitu kenyataannya" ucap Ira masuk ke dalam rumah untuk segera mengambil air wudhu. Menuruti keegoisan mereka, sampai besok pun tidak ada habisnya.

"Udahlah bang.. nyatanya Ira belum siap. Nanti Kia coba ngomong dari hati ke hati perihal masalah ini, semoga luluh hatinya" Gio pun memberi acungan jempol kepada Kia, kali ini ia menyerahkan masalah ini pada saudara kembarnya.

"Kia. Ayo sholat berjamaah" ucap Fairuz sedang memandang Kia dari ambang pintu rumahnya.

"Apaan sih liatin aku sampai segitunya" sewot Kia. Maklum Kia masih malu-malu kalau di pandangin Fairuz, apalagi tanpa kedip rasanya Kia ingin melempar Fairuz sampai parit selokan di gerbang masuk rumahnya.

"Sholat sayang.." sambung Fairuz membuat pipi Kia mendadak bersemu

"M-minggir aku mau masuk" ciee salah tingkah nih Kia sampai tatapan penuh cinta milik Fairuz di anggurin. Awas kecarian.

"Salah tingkah, tapi aku cinta" ucap Fairuz ketika Kia berhasil melewatinya.

Sholat berjamaah kali ini diimami oleh Fairuz, iya calon suami Kia. Sebelum kegiatan itu di mulai Fairuz mencari celah kesempatan dalam kesempitan saat Kia sedang memakai mukenahnya.

"Zina mata!" Ucap Sofian menjewer telinga putranya yang sudah mengaduh kesakitan.

"Papa ngerusak momen terus" gerutunya ingin bersiap-siap mengucap takbir.

****

Dimana kamu
Apakah kau rindu
Sungguh susah buat lupa

Malam ini Daffa terjerembab rindu yang tiada habisnya dikala mengingat wajah wanita yang langsung dipilih mamahnya. Ingin sekedar mendengar suaranya, kemarin ia lupa tidak meminta nomor handphone Ira.

"Menggalau Idan mamah" ucap Tsana memperhatikan sang putra semata wayangnya kurang semangat malam ini.

"Mah, panggil Daffa saja ya! Tak usah Idan" sahutnya, rasanya bila ada orang yang memanggil nama Idan ia langsung teringat orang yang menyukainya.

"Siap. Kenapa sih mamah perhatikan kurang semangat gitu? Emm" tanya Tsana sekali lagi

Daffa beralih menatap Tsana, membayangkan wanita dihadapannya sekarang adalah orang yang ia rindukan.  "Ira" ucapnya ditengah-tengah lamunan.

Tsana tertawa kecil dan langsung menyadarkan putranya. "Rindu sama pilihan mamah nih?" Daffa mengangguk setuju

"Mamah simpan nomor Ira?" Tanya Daffa, Tsana menggelengkan kepalanya.

Semangatnya seakan memudar karena sang mamah juga tidak menyimpan nomor handphone Ira. "Sebentar, mamah coba tanya tante Ulfa" senyumnya bangkit, kesempatannya mendengarkan suara Ira akan terwujud.

"Fa, ada nih. Mamah share ke whatsapp kamu ya.." teriak Tsana sambil menerima tas kerja suaminya yang baru saja pulang dari kantor.

Senyumnya lagi-lagi merekah sempurna "Iya mah" sahutnya langsung menghubungi targetnya.

Tuttt..

Berdering

"Halo" ucap Ira

"Halo. Ira" sahut Daffa senyum-senyum tak menentu saat pertama kali mendengar suara Ira dari telepon

"Saya berbicara dengan siapa?" Tanya Ira

"Ini mas Daffa. Simpan ya nomor mas"

"Mas Daffa yang kemarinkan?" Daffa terkekeh "Iya Ira" jawab Daffa

"Bilo kito batamu lagi yo? Mas rindu Ira"

Disebrang sana Ira mencoba untuk mengerti bahasa Daffa. Lebih tak mengerti lagi pada saat Daffa mengucap kata rindu terhadapnya, kalau boleh jujur Ira pun sama sepertinya. Pada akhirnya ia memberanikan diri bertanya kepada Daffa maksud pembicaraannya.

"Maksudnya gimana mas? Ira gak paham" sahutnya

"Maaf banget. Duhh kebiasaan pakai bahasa sini. Kapan kita jumpa lagi" sok sok ngeles bapak polisi ini

"Ira enggak tau"

"Ira, mas mau bicara serius sama kamu" mendadak Ira keringat dingin harapnya keputusan umurnya untuk menikah tidak ditawar.

"Bicara aja mas"

"Mas mau lamar kamu, boleh?"

Ira membisu seketika pikirannya menjelajah kemana-mana. Antara belum siap dan juga mengingat ucapan abangnya magrib tadi tentang penolakan. "Ira, kamu baik-baik sajakan?" Daffa mulai khawatir karena Ira tak kunjung membuka suara.

"I-iya mas. Ira lanjut kerjain tugas kuliah ya mas, assalamualaikum"

"Waalaikumussalam"

Menghindar. Ira mencoba adegan itu karena masih ditakuti rasa belum siap melangkah ke jenjang serius seperti pernikahan. "Kalau ada yang niat seriusin, kenapa enggak Ra.." ucap Kia sudah berada di ambang pintu kamar sementara mereka dirumah ini.

"K-kakak?" Ira terheran melihat sang kakak sudah berdiri disana.

"Lelaki itu sudah niat ngelamar kamu, terima atuh. Kakak lihat, dia juga tulus sama kamu" tak henti-hentinya Kia memberi energi positif untuk sang adik.

"Emang kak Kia sudah dilamar bang Fairuz?" Tanya Ira kembali

"Selesai dari sini, bang Fai ngelamar kakak" wahh, selamat Kia sebentar lagi kamu akan menjadi tunangan Fairuz.

"Sehhh, enggak jomblo lagi" sahut Ira ikut bersuka cita mendengar berita ini. "Ira butuh pendapat kakak" ceritanya, ia ingin memberi polisi itu kesempatan memilikinya seorang.

Kia sudah bersiap-siap mendengar cerita dan keluhan sang adik. "Jujur Ira juga suka sama Mas Daffa, begitu juga dengan mas Daffa ke Ira. Ira juga mau kalau sekedar lamaran dulu, tapi jangan hadapkan Ira pernikahan di umur segini, Ira belum siap dari segala hal" curhatnya. Kia pun tersenyum semu, akhirnya adiknya luluh juga.

"Ya sudah, besok janjian lagi sama lelaki itu. Bicara baik-baik dan minta maaf ke dia, ya?" Wanita yang sebentar lagi menginjak usia 21 tahun itu pun mengangguk paham.


Jangan lupa bintang dan komennya guyss..

By : sdi206





Jodohku Abdi Negara 2 | HiatusWo Geschichten leben. Entdecke jetzt