• F&S : Satu

90 11 9
                                    

Sepertinya ada yang salah dengan kita, namun itu apa? Bahkan sampai sekarang aku belum menemukan jawabannya.❞

- First & Second -
•••

"Sayang... Ayo bangun, kita sarapan dulu."

Sebuah suara mengalun membelai indra pendengar seorang laki-laki yang masih bergelung di bawah selimut. Terdengar lembut, juga menenangkan. Dia menyukainya.

"Sayang.... Ayo, ah. Jangan males-malesan."

Di bawah selimut sebuah wajah tengah menahan senyum, sengaja menggoda perempuan itu agar kesal padanya.

"Dirga, ih. Ayo banguunn... Itu pancake nya keburu dingin," ujar wanita itu lagi. Kemudian tangannya terulur membuka selimut putih yang membalut suaminya itu.

Dirga menggeliat, lalu menghadapkan tubuhnya pada istrinya itu. Ia tersenyum jahil, tangannya masih memeluk guling kesayangannya.

"Buruan bangun, kalo nggak aku kasih jatah kamu ke Vivi," ancam wanita itu. Dirga melebarkan senyumnya, terkekeh ringan.

"Jatah apa, Beb?"

Pertanyaannya sontak membuat istrinya melotot untuk kesekian kalinya. Dirga tertawa, untuk pertama kalinya di pagi itu melihat istrinya yang kesal padanya.

Laki-laki itu memaksa tubuhnya bangkit, meskipun rasa kantuk masih menguasainya. Tapi ia tidak ingin melewatkan bersama perempuan yang dicintainya ini.

Wanita itu berkacak pinggang menunggunya dengan sabar, meskipun dalam hatinya menyumpah serapahi suaminya itu. Saat tubuh Dirga sudah benar-benar terduduk, ia mulai berbalik. Namun sebuah tangan menahannya, itu tangan Dirga.

Dirga menatap istrinya penuh arti. Matanya memang biasa saja, namun ada arti lain dibalik itu. Seolah sudah mengerti tatapan suaminya, perempuan itu langsung menggeleng tegas.

"Nggak! Nggak mau, ayo sarapan duluuu," jawabnya gemas.

Dirga tetap menatapnya. Laki-laki itu membasahi bibirnya yang masih kering karena baru saja bangun tidur.

"Nggak usah aneh-aneh deh, Ga," balas perempuan itu kesal. Ini masih pagi, dan suaminya sudah membuatnya kesal bertubi-tubi.

"Ya udah nggak mau sarapan," jawab Dirga, ikutan ngambek.

Perempuan itu memutar bola matanya jengah. Lantas mendekatkan wajahnya pada wajah Dirga.

Cup!

Bibir tipis itu menempel sempurna di pipi kiri Dirga. Pria itu tersenyum puas, kemudian tertawa lepas. Berhasil sudah ia mengerjai istrinya pagi ini.

"Udah, itu aja! Ayo buruan turun!" titah gadis itu menarik tangan Dirga. Ia hanya menurut. Buru-buru mengejar langkah istrinya menuruni tangga.

Sesampainya di ruang makan, mata Dirga disejukkan dengan meja yang penuh makanan kesukaannya. Pancake, susu hangat, stoberi dingin, dan tentunya wajah istrinya yang cantik.

First & Second (HIATUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang