Enam tahun belum dirasa cukup oleh Elora. Perintah Fahri juga keinginan sang mama membawa langkah gadis itu kembali ke tanah air. Elora tidak ragu untuk pulang, tapi jiwanya sudah menyatu dengan negara yang sudah ditempati selama ini.
Elora membiarkan orang tuanya menunggu selama satu jam di parkiran sementara dirinya masih berada di dalam bandara dengan segelas latte. Elora sudah meminta pada orang tuanya agar tidak ada sambutan apa-apa. Ia bukan pulang dari medan tempur. Setelah dirasa cukup me time pertama di tanah air, gadis itu turun dan keluar dari bandara menuju ke parkiran.
"El-nya Mama kan?"
Elora mencebik dengan candanya mendengar reaksi sang mama. Penampilannya biasa saja, lagi pula setiap hari mamanya melihat dirinya di layar panggilan video.
Melihat sang putri, senyum bahagia Fahri terukir. "Enam tahun cukup kan?"
Elora tidak suka tanya itu.
"Papa memaksa. Jelas itu dilarang oleh undang-undang. Setiap orang berhak memilih negara untuk menetap."
"Sayangnya, kamu bukan lahir karena undang-undang itu."
Elora tertawa.
Gadis itu kini telah menjelma dewasa, bertambah cantik dan tentunya sudah memiliki pengalaman hidup karena kemandiriannya di negara orang.
Karena Elora tidak mau singgah di restoran, Fahri langsung membawa putrinya pulang ke rumah.
"Kamu makan banyak di sana El sampai bisa segede ini sekarang," celutuk Ria setelah keluar dari mobil.
"Mood booster di sana enggak kaleng-kaleng, Ma."
Mendengar jawaban Elora, Ria tertawa. Ibu satu anak itu sepertinya mendapat energi baru sejak pertama kali melihat anaknya setelah enam tahun merantau di negeri orang.
Bersama orang tuanya, Elora masuk ke rumah. Ada bahagia ketika Elora menginjak lagi di rumah yang penuh kenangan masa kecilnya.
Sementara mamanya menyapa seseorang, kaki Elora terhenti tiba-tiba. Matanya menangkap sosok lelaki yang sedang menggendong seorang anak laki-laki berdiri membelakanginya.
"Sudah lama, Lang?"
Ketika tubuh itu berbalik, mata Elora beradu dengan manik si kecil yang berada dalam gendongan laki-laki tersebut. Tidak lama, karena dia tahu siapa pemilik mata mungil itu.
Hebatnya, Elora tidak mengaitkan tatapannya pada lelaki yang pernah menjadi sahabatnya. Tatapannya hanya sekilas, dan Elora tidak merasakan getaran atau detak tak normal dari organ jantungnya.
Enam tahun, bukan waktu yang singkat. Elora harus bertahan dan membunuh rindu pada orang tersayang. Enam tahun dipergunakan Elora untuk menyembuhkan hati dan mengenali dirinya dengan baik agar tahu di mana celah lemah yang selalu dikuasai rasa tak bertuan itu.
Dehaman Fahri, mencairkan suasana. "Kamu menungguku?"
"Iya."
"Masuklah. Sempatkan malam di sini." Fahri berjalan ke ruang kerjanya.
"Tentu. Elang tidak buru-buru. Ya kan?" Ria yang menyela. Ia mengulurkan tangan untuk menggendong putra Elang sementara laki-laki itu berbicara dengan suaminya.. Baru jam empat sore, memang masih lama menunggu waktu makan malam, tapi Ria merasa tidak enak membiarkan Elang pergi begitu saja sementara mereka sedang bahagia menyambut kepulangan Elora.
Elang tidak menjawab. Ia hanya mengulas senyum tipisnya.
Sebelum Elang menyusul Fahri, Elora terlebih dulu berpamitan masuk ke kamarnya.
Elang memperhatikan Elora. Tidak detail, tapi penampilannya menegaskan jika gadis itu memang telah berubah.
Elang tidak menyapa, begitu juga dengan Elora. Mereka telah mengasingkan hati dengan alasan yang berbeda. Masing-masing telah menetapkan hati untuk tujuan yang tidak sama. Jika keadaan tak lagi sama, itu karena ada sebab yang mengakibatkan sepasang sahabat itu menjaga jarak.
Elang datang karena urusan pekerjaan, bukan karena Elora. Ia tidak tahu Elora pulang. Wajar jika ia terkejut melihat Elora berada di rumah.
"Kalian tidak saling menyapa?"
Mendapat pertanyaan dari Fahri, Elang merasa tidak enak. "Aku akan menyapanya nanti."
Dan saat makan malam, Elang melakukannya. Saat wanita itu sedang mengisi piring, Elang menyapa walau sekedar bertanya kabar.
"Apa kabar El?"
Di luar dugaan orang tuanya, Elora menjawab sapa Elang dan bisa bersikap santai.
"Baik. Kamu juga terlihat baik sepertinya."
Elang tidak bisa tersenyum. Bukan karena kalimat yang tidak berpeluang mendapatkan balasannya, melainkan sesuatu yang Elora pikirkan tentang dirinya yang baik-baik saja.
Giliran Ria yang kesal dengan jawaban sang putri.
"Kita makan dulu," kata Fahri karena tahu istrinya akan mengeluarkan kalimat yang akan membuat salah satu di antara mereka tidak akan ikut makan malam bersama.
Harusnya, Elora bertanya bukan berujar dengan kalimat pasti selalu tahu keadaan Elang. Karena Ria yakin jika Elora tidak lagi memiliki perasaan pada Elang.
"Dinda sudah meninggal." usai makan malam, Ria mengatakan sebuah kabar duka.
Elora menatap Ria, Tidak mungkin mamanya bercanda masalah nyawa seseorang. Kepada Elang, Elora mengucapkan bela sungkawa. "Aku ikut berdukacita."
Elang merespons dengan tatapannya, sementara Elora kembali fokus pada menu penutup yang belum dihabiskan olehnya. Elora teringat pada ayunan di ruang tengah, ia yakin jika anaknya Elang sering ditinggalkan pada mamanya.
Elora tidak tahu menahu keadaan rumah tangga Elang. Di Milan, Elora benar-benar bekerja dan fokus pada diri sendiri. Ia juga meminta mamanya tidak menyinggung siapapun selama ia berada di sana. Syukurnya, Elora bisa melewati hari-harinya di sana.
Elora sudah melupakan masa lalunya yang memalukan itu.
"Aku pulang dulu, Ma. Makasih makan malamnya."
Ria ikut bangun ketika Elang berpamitan. "Papa bilang besok pendataan objek. Emil di sini saja. Lagian ada Elora kok."
"Aku sibuk," kata Elora. Dia pulang karena keinginan orang tuanya, bukan jadi baby sitter.
Ria tidak suka melihat sikap putrinya. Tidak adakah cara Berbasa-basi?
"Makasih Ma. Aku sudah meminta Mutia menjaganya."
Elora tidak peduli. Ia memang sibuk. Elang sudah pernah memilih jalan hidup, sekarang jangan sangkut pautkan hidup lelaki itu padanya. Atasi saja masalah masing-masing, kenapa harus merepotkan?
Elora tidak melihat raut Elang. Dirinya benar-benar tidak peduli.
"Hatimu belum sembuh."
Elora menyambut ucapan papanya. "Minggu depan, kukenalkan Papa pada calon menantu. Jaminan Papa suka."
Elang bisa mendengar kalimat Elora, karena ia berada di ambang pintu ruang makan untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di meja.
"Ponselku ketinggalan," kata Elang menyadari tatapan Fahri. Setelah mengambilnya, Elang keluar dari sana bersama sesak yang mendera.
🤍
Cerita lengkap di PDF harga 70k
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bertepuk Sebelah Tangan (Cerita Lengkap Di PDF)
Romance🤍 Elora Judistia sudah lama bersahabat dengan Elang Ardhana. Elora jatuh cinta, tapi Elora diam. Di mana ada Elang pasti ada Elora, begitu juga sebaliknya. Elora pikir, Elang menyadari perasaannya, namun hal itu terbantahkan saat Elora melihat cium...