38. Deepest Feeling

1.1K 114 11
                                    

If I don't have a long time with you, at least you have to know if I have eternal love just for you.
— Agra Tristan Hwaidi.

"Dia siapa?", tatapan Nyonya Levina yang mengarah pada Freya itu disambut senyuman Agra. Agra merangkul ibunya dan sedikit berbisik. Tampak wajah Nyonya Levina terkejut. "Apa yang kamu katakan, Nak? Bagaimana bisa gadis itu menjadi kekasihmu?!".

Tak hanya Agra, namun Almira dan terutama Freya yang kini dibuat terkejut karna respon Nyonya Levina. Agra menelan ludah dan menatap Freya dengan risau. "Ibu... Mengapa Ibu terkejut begitu?".

Nyonya Levina tidak menjawab pertanyaan Agra, ia malah berdiri dan mendekati Freya. Freya ikut berdiri, ia tersenyum kikuk dengan perasaan cemas. Freya bahkan mulai berpikir jika ibu kekasihnya itu tak menyukainya.

"Kau... Siapa namamu?" tanya Nyonya Levina tanpa ada senyum ramah di wajahnya. Almira saling bertukar pandang dengan sang kakak, ia sama risaunya dengan Agra—bahkan Almira takut jika sampai ibunya menyebut nama Gilly.

"Ak-aku Freya, Tante..." jawab Freya dengan suara pelan. Tatapan penilaian dari mata Nyonya Levina menciutkan nyali Freya yang awalnya sungguh percaya diri, namun kini rasanya Freya benar-benar merasa tak nyaman.

"Kau pacar Agra?" tanya Nyonya Levina lagi.

"Iya, Tante." sahut Freya lalu menundukkan pandangannya menatap sepasang sepatunya sendiri.

"Agra! Kau adalah calon suami Gilly! Bagaimana bisa saat ini kamu membawa gadis lain dan bukannya Gilly? Dimana kesayanganku itu?", ujar Nyonya Levina.

Mata Freya membulat, tak menyangka jika ibu Agra menyebut nama perempuan yang selama ini kerap kali membuatnya merasa tak nyaman. Freya kembali menunduk, ucapan Nyonya Levina sungguh menyentil hatinya. "Mama... Apa Freya emang nggak pantas buat sandingan sama Kak Agra?" tanyanya tanpa suara.

"Ibu...", Almira mendekati ibunya. "Freya adalah sahabatku, kami berada di kelas yang sama. Freya adalah salah satu teman terbaikku—",

"Agra, lelucon apa ini, Nak? Bahkan gadis ini sangat muda, kau benar-benar sudah mencampakkan Gilly?!" ucap Nyonya Levina.

"Ibu... Ibu sebaiknya tenang. Bagaimana pun, pikiran Ibu harus tetap rileks dan—",

"Ibu ingin bertemu Gilly, Agra. Bawa Gilly ke sini." — itulah ucapan yang terakhir di dengar Freya untuk kali pertama dia bertemu dengan ibu Agra.

Freya masih mendudukkan dirinya kembali pada sofa. Almira segera mengusap bahu sahabatnya itu. "Frey, maafin Ibu gue ya? Ibu pasti—",

"Nggak, Al. Gue nggak apa-apa kok. Gue cuma agak kaget aja, ternyata nyokap lo lebih mendukung hubungan Kak Agra sama Gilly." gumam Freya.

Almira menggeleng, "Frey... Jangan ngomong kayak gitu. Ibu baru aja pulih dari depresinya bertahun-tahun dan ingatan terakhir sebelum Ibu dirawat, yang selalu berada di dekat Kak Agra itu Gilly. Dan dulu Ibu memang menyetujui rencana perjodohan mereka... Jadi, gue harap lo bisa ngerti dan percaya sama Kak Agra. Kakak gue pasti bakal bikin Ibu ngerti juga apa yang udah terjadi..." ujar Almira, ia lalu menggenggam tangan Freya, "Lo jangan sedih gini dong, Frey. Semuanya bakal baik-baik aja."

***

"Ibu... Sejak awal aku dan Gilly tak ada hubungan apapun. Aku tidak pernah mencampakkan Gilly, bahkan dia tak pernah jadi kekasihku...", Agra menghela napasnya sembari menatap wajah ibunya.

"Tapi, Agra. Ibu sangat menyayangi Gilly. Dia kurang apa? Dibanding gadis itu, Gilly jauh lebih pantas bersamamu..." balas Nyonya Levina.

Tatapan Agra berubah melembut, ia meraih tangan ibunya lalu mengusapnya pelan. "Ibu, aku sangat merindukan Ibu. Bertahun-tahun kami menunggu saat-saat untuk bisa berkumpul dengan Ibu kembali. Aku tidak ingin, masalah ini membuat kondisi Ibu jadi tak baik..." ucap Agra. "Dan soal Gilly, dia bukanlah wanita yang cocok denganku, Bu. Aku tidak akan menyebutkan apa saja yang selama ini Gilly lakukan hingga membuatku makin yakin jika dia memang tidak pantas memilikiku. Ibu tau 'kan, aku bukan anak yang akan membangkan pada Ibu, aku akan selalu mendengar nasehat Ibu dan akan selalu berbakti pada Ibu."

Nyonya Levina menatap putranya itu. Raut wajahnya kini terlihat lebih tenang. "Apakah Gilly telah berbuat sesuatu? Hingga membuatmu berkata begitu, Nak."

Agra tersenyum, "Jika aku mengatakannya aku yakin Ibu akan mengutuknya. Jadi, daripada Ibuku berkata hal buruk, aku lebih berharap Ibuku mau merestui hubunganku dengan Freya."

"Gadis itu? Tapi, Nak. Dia itu seumuran adikmu. Remaja seperti mereka masih suka bersenang-senang dan tidak memikirkan hubungan yang serius." ujar Nyonya Levina.

"Ibu berkata begitu karna belum mengenal Freya. Dia gadis yang berhati murni. Dia polos, dia bisa membuatku kembali bersemangat ketika hariku terasa penuh tekanan. Tapi, yang lebih penting dari semua itu, aku tau jika dia memiliki cinta yang sama denganku, Bu..."

"Putraku, Ibu memang telah melewatkan banyak hal selama ini. Ibu melihat kau memang sudah bertumbuh lebih baik, Sayang...", Nyonya Levina mengusap pipi Agra. "Bahkan kini putraku telah jatuh cinta. Ibu bisa melihat bagaimana perasaanmu pada gadis itu lewat matamu. Kamu sungguh mencintainya bukan?".

Agra mengangguk, "Sangat, Bu. Aku sangat mencintainya. Dia... Aku, bahkan tidak bisa menjelaskan seperti apa cintaku ini, Bu... Hanya saja, jika dia pergi dariku, aku siap melakukan apa saja agar dia kembali padaku."

"Baiklah, Nak. Nanti, Ibu akan bicara padanya. Rasanya Ibu ingin beristirahat dulu." kata Nyonya Levina. Agra pun membantu ibunya merebah di ranjang.

"Selamat istirahat, Bu. Aku sayang Ibu." ucap Agra lalu mencium kening ibunya.

Usai dari kamar Nyonya Levina, Agra segera mencari keberadaan Freya. Langkah panjang Agra terdengar di lorong mansion itu. "Freya!" Agra berjalan lebih cepat ketika menemukan Freya yang terlihat tengah berdiri di pinggir kolam.

"Kak Agra..." gumam Freya, ia tersenyum ketika mendapat pelukan erat dari kekasihnya. "Kau baik-baik saja, Kak?" tanyanya.

Agra mengurai pelukannya lalu mencium puncak kepala Freya beberapa kali. "Freya, berjanjilah kalau kamu nggak akan pernah ninggalin aku."

"Aku selalu bersamamu, Kak. Kecuali Kakak yang nyuruh aku pergi..." sahut Freya.

Agra menggeleng dan membingkai wajah Freya dengan kedua tangannya. "Sampai kematian datang merenggutku, cintaku akan selalu jadi milikmu, Freya..."

***

Suamiku Bucin Banget!✔️Where stories live. Discover now