21. Hutan

50 14 19
                                    

Selamat membaca
Semoga terhibur <3
((Persiapan biar ga gelap-gelap amat))

****

"Gerry! Berhenti!"

Gerald menghentikan gerakannya yang asyik mencongkel-congkel pintu. "Ya?"

"Lupakan dulu soal ruangan ini, oke?" seru Anya. Wajahnya pucat. "Lebih baik kita cari hal lain buat dilakukan."

Gerald melepas tangannya dari tangkai besi. Benda itu terjatuh ke lantai, berkelontang dengan suara berisik. Barulah ia tampak tegang. Patah-patah ia melirik ke pintu. "Aku paham kenapa kamu tahu-tahu ketakutan."

"Aneh, ya? Baru kerasa?" cecar Anya.

"Iya, uh ... ada Leana?"

"Eh!" Anya terkesiap. Ia berbalik dan keluar, mendapati Leana mematung agak jauh dari pintu. Anak itu menatap jendela nyalang. Ekspresinya aneh.

Anya mau tak mau mendekatinya. "Len."

"Uh, eh ...?" Leana gelagapan.

"Kamu bengong lagi?" tanya Anya khawatir. "Kurang-kurangin, ya? Meski ... meski tubuh kamu ...."

"Ada anak kecil," bisik Leana. "Aku melihat anak kecil di dalam sana. Masalahnya, aku yakin ... itu bukan manusia."

"Anak kecil, ya," gumam Anya. "Len, jadi kamu ... lihat?"

"Itu doang yang kulihat!" seru Leana. "Jangan sampe aku lihat yang lain. Amit-amit!"

"Ruangan itu menyeramkan, hawanya aneh," ujar Anya. "Sebaiknya kita jangan berurusan dulu."

"Tapi ... aku yakin ada sesuatu di sana!" seru Leana.

"Karena ada sesuatu itulah kita enggak bisa langsung, Len," ujar Anya. "Kamu saja enggak bisa nembus. Apa coba yang bikin begitu?"

"Ah ... iya ya?" Leana maju, lalu mencoba menembus tembok ke bangunan utama. Berhasil. Ia jadi merasa agak bodoh, meski selama ini semua pintu di rumah ini terbuka ketika ia lewat.

"Anya!" panggil Gerald. "Sekarang kita ngapain?"

"Istirahat," sahut Anya. "Emang mau ngapain?"

"Oke ... tapi sebaiknya kita ngumpul semua enggak, sih?" sahut Gerald. "Di sini semua, biar lebih kekontrol."

"Boleh," jawab Anya. Ia menoleh ke arah Leana. Suaranya memelan. "Kalau aku lagi ke mana-mana sendirian, misal ke kamar mandi, kamu ngikut Gerry aja."

"Oke," sahut Leana. "Gila, Nya. Aku enggak makan minum. Pengin, tapi enggak lapar, enggak haus. Dan aku enggak kebelet." Ia heran sendiri dengan wujud barunya.

"Itu kelebihan apa kekurangan ya ...," komentar Anya. "Sudahlah, kamu di sini dulu, ya."

Leana melihat Anya berlalu ke kamar mandi. Ia memutuskan berputar-putar di sekitar Gerald.

"Apa ini Leana yang bikin hawa-hawa dingin bikin merinding?" tanya Gerald.

"Kamu merasa?" sahut Leana. Ia memang sejak tadi mondar-mandir alias mengitari Gerald.

"Oh ... ini bener Leana?" Wajah Gerald berangsur cerah.

"Ya? Halo? Kenapa? Kangen?" Pertanyaan itu Leana lontarkan karena ia rindu tubuhnya sendiri.

"Kangen? Apa itu?"

Leana ber-hiss. "Kenapa kamu enggak kayak Anya? Kayaknya, dia melakukan hal yang sangat berguna."

"Ngapain?"

"Salat duha."

Gerald langsung melonjak. "Ah, panutanku! Aku bakal ngikutin dia!"

The WIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang