29. Kabut

59 13 11
                                    

Tare enggak perlu ingetin genre cerita ini kan?

UwU

Selamat membaca!

****

"Halo, sudah siap dilupakan?"

Gerald berjengit. Ia refleks mundur beberapa langkah. "Len ... bukan. Kamu bukan Leana. Kamu mau apa?!"

"Jangan sentuh dia!" Leana maju ke depan Gerald.

"Aku merasakan hawa permusuhan dari sini." Sosok itu maju, tak mengindahkan Leana sama sekali. "Kayaknya, orang yang membenciku tambah banyak."

"Enggak ada!" seru Leana. "Jangan ngawur!"

"Gerald!"

Beberapa orang muncul dan langsung menarik Gerald ke belakang mereka.

"Aku ada tali ... kita akan tangkap dia!" seru Roy. Ia sudah menggenggam tali rafia.

"Jangan, Roy!" seru Leana. Percuma, tentu saja. Tak ada yang mendengarnya selain Gerald.

"Siapa yang mau nangkap aku?" Sosok "Leana" menyeringai. "Kamu mau apa dengan menangkapku?"

Roy menelan ludah. Gerald langsung mendorongnya. "Jangan ngomong kayak gitu, Roy!"

"Ger, kamu mau apa ...?" Roy kaget karena didorong.

Gerald mengepalkan tangan. "Aku mau ... mengembalikan Leana yang sebenernya." Ia maju, tampak siap menarik sosok "Leana" itu.

"Aku Leana, tuh?" Sosok itu tak terima.

"Bukan, bodoh! Aku yang Leana!" Leana berseru-seru gusar.

"Len, kalau aku menahannya, apa kamu bisa masuk?" tanya Gerald. Tangannya sudah terulur.

Leana menggeleng. "Anya udah berkali-kali menahannya, tapi aku--tunggu, Ger?"

"Ya?" Gerald menoleh.

"Kamu bisa menyentuhnya?" Leana memelotot. "Lari sekarang!"

Sosok "Leana" itu tiba-tiba menyeringai. Berikutnya, terdengar suara berdesing. Gerald refleks mundur beberapa langkah. Andai ia terlambat sedetik, bukan tak mungkin ada baret melintang di wajahnya.

"Ger!" seru Roy. "Ayo menjauh!"

Roy menarik Gerald mundur. Yang lain juga menjauh. Tinggallah "Leana", juga Leana, yang berdiri di muka pintu depan.

"Kamu kesal sama anak itu," ujar "Leana" tiba-tiba.

"Anak itu ... siapa?" Leana berjengit. "Aku enggak kesal sama siapa-siapa. Jangan bohong! Kembalikan ragaku sekarang!" Leana berkali-kali menembus dirinya sendiri. Ia tak tahu cara mengambil alih tubuhnya. Ini berbeda dari mimpinya yang biasa, dulu itu.

"Belum. Aku masih merasakan kekesalanmu. Mereka belum cukup takluk padamu." Sosok "Leana" itu memainkan pisau di tangannya. "Menghilangkan eksistensi orang-orang tak berguna itu lebih mudah daripada menahan diri karena tertekan."

"Aku enggak mau kamu membunuh siapa-siapa lagi," ucap Leana tegas. "Yang mau membunuh itu kamu, bukan aku. Aku enggak kesal sama siapa pun."

"Oh, lalu kamu mau apa? Katakan saja."

Leana sampai memelotot saking herannya. Semudah itu? "Aku udah bilang berkali-kali. Keluar dan kembalikan ragaku."

Sosok itu melambaikan tangannya yang memegang pisau. "Selain itu."

The WIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang