5. When You're Willing to Move On

888 169 68
                                    

"Kok bisa-bisanya gue mau aja ya, lo suruh nganter sampe bandara?" Jev bertanya dengan kedua mata yang lurus menatap jalanan, sementara tangan kanannya berada pada kemudi Audi A7 miliknya

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

"Kok bisa-bisanya gue mau aja ya, lo suruh nganter sampe bandara?" Jev bertanya dengan kedua mata yang lurus menatap jalanan, sementara tangan kanannya berada pada kemudi Audi A7 miliknya. Orion di samping pria itu tergelak. Suara tawanya menyatu dengan lagu Bitterlove milik Ardhito Pramono yang tanpa sengaja terputar acak.

"Dan lo bisa-bisanya baru protes sekarang?" respon Orion, masih dengan kekehannya yang terdengar renyah di telinga.

Jev ikut tertawa. "Emang ya, kayaknya cuma gue doang yang loyal ke lo," ucap pria berambut cokelat terang itu, sembari membelokan stir kemudi setelah melalui lampu merah.

"Masih ada Sean, lo nggak usah merasa special." Orion menimpali dengan santai.

"Tapi kan si Sean lagi di Jepang. Selama ini kalau bukan gue, siapa lagi coba orang yang selalu ada buat lo? Yang nggak ada niatan buat nikung pacar lo?"

Di tahap ini, sepasang mata Orion membelalak.

"Diingetin lagi si anjir," ucap Orion yang seketika membuat tawa Jev semakin meledak.

Butuh waktu sekitar satu menit sampai tawa Jev benar-benar hilang, dan suasana di dalam mobil menjadi sedikit lebih tenang. Saat lagu berjudul Take Me Away milik Daniel Caesar terputar, Jev berdehem untuk kembali mencairkan suasana. Orion yang memilih untuk memalingkan perhatiannya pada kendaraan yang berlalu-lalang sontak menoleh ke arah sang sahabat.

"Terus gimana, Maura sama Mark?" tanya Jev pelan.

Orion mengendikkan bahu, enggan menjawab.

"Mereka nggak ada komunikasi lagi sama lo?"

Untuk pertanyaan yang kali ini, Orion mengembuskan napas sebelum mulai bersuara.

"They called, I ignored."

Jev mengetuk stir kemudi menggunakan jemari jenjangnya, tampak berpikir untuk melanjutkan pertanyaan selanjutnya. Laki-laki itu menoleh sejenak ke arah Orion yang saat ini tampak menatap lurus jalanan dengan wajah datar tanpa semangat.

"Bener sih. Lagian segala excuse yang nantinya diomongin mereka juga nggak bakalan make sense kalo kata gue. You already did a good job, bro. Your happiness matters," ujar Jev sembari meninju kecil lengan kanan Orion dan membuat laki-laki berambut hitam itu tersenyum kembali.

"Maura balikin jaket denim kesayangan gue yang gue kasihin ke dia, terus ngasih surat. Gue baru baca setengahnya... no, seperempatnya aja kalau nggak salah. Dan gue udah muak. The woman I treasured, slept with my fucking best friend. Lo pikir sendiri aja deh," Orion tanpa sadar bersungut.

"It's been a while, right? Udah lama semenjak lo terakhir marah-marah. Anger management lo selama ini tuh yang paling bagus kalau dibandingin gue sama Sean. Dan gue salut sama lo, Rion. Gue salut karena meskipun lo marah, lo masih berusaha buat stay waras. Mungkin kalau gue jadi lo, udah bonyok ancur dah itu si Mark gue tonjok."

Orion & Roseline [SUDAH TERBIT]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora