8. When You Finally Make a Move

801 165 82
                                    

(Vote and comments will be very appreciated)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Vote and comments will be very appreciated)

🌹

"Sure. There are still a lot of things to do, right?"
 
Satu kalimat yang dikatakan Orion sebelum berpisah dengan Rose ternyata mampu membuat sang wanita gelisah. Rose terus berpikir tentang banyaknya kemungkinan yang akan terjadi pada pertemuan mereka selanjutnya.

Ia sama sekali tidak menyangka jika perjalanan seorang diri yang dilakukannya, akan membawa wanita itu pada sebuah pertemuan tidak terduga dengan seorang pria yang juga tengah mengalami patah hati. Yang lebih parahnya, semua perlakuan Orion terhadap Rose terasa begitu membekas, bahkan mungkin telah membuat tato sendiri di otak sang wanita.
 
Rasa gugup dan deg-degan yang sempat menyambangi Rose bahkan masih bisa dirasakannya, bahkan ketika tubuhnya telah terbalut piyama dan berada di bawah selimut tebal.

Otaknya masih memutar adegan saat keduanya bertemu di atas jembatan, melakukan percakapan, makan malam yang diselingi obrolan serta canda tawa, hingga hujan yang turun secara tiba-tiba ketika keduanya hendak mengakhiri pertemuan mereka.

Suara Orion bahkan masih terngiang di kepala, berdengung dan melakukan pengulangan seperti kaset rusak.
 
Rose menghela napas. Wanita itu kemudian beranjak dari tempat tidur untuk mengambil mantel Orion yang ia gantung di balik pintu. Kedua kakinya melangkah menuju kamar mandi, kemudian berhenti di depan wastafel. Sepasang matanya mengamati dengan seksama mantel yang masih sedikit basah di tangannya, untuk selanjutnya ia keringkan menggunakan hair-dryer.
 
Aroma parfum yang menempel pada mantel Orion kembali mengingatkan wanita itu akan sang pria asing yang baru saja ditemuinya beberapa jam lalu, dan tanpa sadar seulas senyum tersungging cantik di kedua sudut bibir itu.
 
"Gila kali gue, bisa-bisanya malah kepelet sama mas-mas random yang—hah? Apa nih?"
 
Gumaman Rose terpotong ketika satu tangannya menemukan sebuah kotak kecil yang tersembunyi di dalam salah satu kantong mantel. Dibukanya pelan-pelan kotak tersebut, hingga sepasang maniknya menangkap objek cantik yang bersemayam di dalamnya.
 
Sebuah cincin. Berlapis emas, bermata berlian, dari brand ternama.
 
"This dude must've loved his girl so much," gumam Rose lagi, sembari menutup kotak dan mengembalikannya ke tempat asal—ke dalam saku mantel yang kembali dikeringkannya. "I wonder how does it feel to be his lover... kok bisa-bisanya cowok kayak begitu diselingkuhin? Dunia udah gila," lanjut wanita itu, menggelengkan kepala.

Setelah selesai dengan kegiataannya mengeringkan mantel, Rose berjalan menuju mini bar dan menarik keluar satu kaleng bir untuk diminum. Ia tiba-tiba teringat Melissa dan perkataan sahabatnya tersebut sewaktu di bandara.

Dengan cepat Rose meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas, namun buru-buru dilemparnya kembali ke atas ranjang begitu sadar kalau saat ini waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, dan Melissa di Jakarta mungkin saja masih terlelap di alam mimpi.
 
"Calm down, Roseline. He's just a stranger," ucap Rose pada dirinya sendiri, setelah menenangkan detak jantung yang menggila karena teringat akan film Before Sunrise yang sempat dibahas oleh Melissa.
 

Orion & Roseline [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now