2. Bukan Begini

19 6 3
                                    

"Astagfirullah, emang bener-bener, ya, ketua kelas kita. Bilangnya mau ke toilet, tapi malah nyasar ke kantin."

"Ini toiletnya pindah ke kantin apa gimana?"

Ershal yang sedang lahap memakan batagor seketika nyengir begitu mendengar sindiran dari dua teman sekelasnya itu, Daven dan Raya, yang baru datang dan langsung duduk di hadapan Ershal.

"Laper gue," tukasnya tanpa dosa, kembali melanjutkan makan.

"Ya iya, di mana-mana orang makan gara-gara lapar, bukannya kebelet."

"Oh iya juga, ya," balas Ershal tanpa arti seraya terus mengunyah. "Terus lo berdua ngapain ke sini? Gue bilangin Pak Setiadi baru tau rasa."

"Lo juga kena kalo ngelaporin kita, Bego!"

"Hm, benar juga. Jadi nggak usah bilang aja, nih?"

Raya mengambil ciki dan membukanya. Dia mengangguk setuju. "Diem-diem bae lah." Lalu menggebuk tangan Daven yang berusaha mencomot cikinya. "Beli sendiri!"

"Wahai saudaraku, sesungguhnya orang sempit kuburannya pelit."

"Kebalik, Pinter!"

"Jatuh dong?"

"Bodo amat, ya, anjing.”

Ershal tertawa melihat kedongkolan Raya pada Daven.

"Omong-omong, tumben lo jam segini udah lapar. Nggak sarapan emangnya?" ujar Daven setelah mengambil snack-nya sendiri di belakang.

"Perhatian banget, sih, Mas Davenku. Jadi malu." Ershal malah mesem-mesem najis.

"Eh, ini kalo gue muntah di piring lo jangan ngamuk, ya."

Sontak Ershal menarik piringnya posesif, melindunginya dari niat tak beradab Daven. "Ayo sini kalo mau berantem."

"Ya lagian elo, gue nanya bener-bener."

"Kepo banget, dah!" Walau begitu, Ershal tetap menjawab. "Nggak sempet. Tadi gue keburu panik liat yayang cakar-cakaran."

"Lha, si Lunar beneran berantem sama Jeanna dan Claudia? Gue kira gosip doang."

"Bener anjir, mereka berantem. Mana berantemnya nggak main-main. Gue aja sampe kena tabok waktu misahin mereka."

"Sakit nggak, Shal?" Wajah meledek Raya benar-benar minta ditabok.
"Tapi lo menang banyak nggak waktu misahin mereka?"

"Menang banyak apanya! Yang ada gue rugi bandar!” Keluh Ershal lesu. “Lunar keburu dipegangin si Eldra. Mau nggak mau gue megangin Jeanna. Dan lo pada tau, kan, gimana Jeanna? Dia barbar banget, anjir! Abis gue kena cakaran dia.”

Mendengar kesialan yang menimpa temannya, bukannya prihatin, Daven dan Raya justru tertawa ngakak. Ershal yang kesal langsung menghadiahi mereka dengan lemparan sedotan.

“Tapi Jeanna juga lumayan, dia nggak kalah bening kok dari Lunar. Iya, kan?” Raya memberi pendapat seusai tawanya reda.

"Ya, iya. Tapi kalo gue maunya Lunar, gimana dong?” tukas Ershal santai sambil kembali memasukkan satu potong batagor ke dalam mulutnya.
“Iya, sayangnya Lunar yang enggak mau sama lo.”

“Anjing.”

Mereka lantas tertawa bersamaan.
“Eh, Lunar tuh!” Daven menunjuk arah belakang Ershal saat tanpa sengaja matanya menangkap keberadaan perempuan itu yang baru memasuki kantin.

“Mana?” Ershal celangak-celinguk.
“Belakang lo.”

Ershal memutar tubuh. Dan senyumnya langsung terukir lebar saat netranya berhasil menemukan kehadiran Lunar.

Another Hello | √Where stories live. Discover now