Bab 4 : Salju Turun

16 2 0
                                    

"Rasanya tenang ada kamu di sisiku, benar-benar mutmainnahku."

~Abdullah Khoerul Hasnain

❇️❇️❇️

"Subhanallah!"

Ayana melompat girang dari ranjang hangatnya, ia langsung menyambar khimar yang tersampir di kursi, lalu wanita itu membuka jendela hotel dan menjulurkan telapak tangan. Hawa dingin langsung berembus masuk ke dalam kamar. Ayana sedikit menggigil. Benar-benar tiupan angin dingin itu terasa mendekap tubuhnya yang kurus.

Mata Ayana membulat saat serpihan-serpihan salju mendarat di telapak tangan. Tak lama serpihan itu mencair.

Pukul sembilan pagi, suasana di pelataran hotel tampak semu putih. Walau salju belum turun deras, tapi serpihan putih itu mulai menyelimuti pepohonan, gedung-gedung hingga atap mobil yang terparkir di pinggir jalan semua berselimut salju.

Bulan Desember merupakan awal masuk musim dingin di Benua Eropa salah satunya Negara Inggris ( United Kingdom).

Perjalanan Ayana belum selesai, London hanya tempat singgah sesaat karena tujuan akhir sebenarnya menuju Kota Cambridge, tempat suaminya menimba ilmu.

Sedangkan Hasnain setelah salat Subuh bergumul kembali dengan selimut tebalnya. Pria itu menggeliat dan menoleh ke arah Ayana yang masih saja asyik memainkan telapak tangannya meraih serpihan-serpihan salju turun.

"Tutup jendelanya, Sayang! Dingiiin," pinta Hasnain sambil menarik selimut hingga menutup leher.

Ayana menutup kembali jendela dan berjalan ke arah tempat tidur dan menarik paksa selimut yang dikenakan suaminya hingga dada bidang Hasnain terlihat.

"Ayoo bangun! Katanya janji mau ngajak jalan-jalan," rengek manja Ayana.

Memang Hasnain sudah berjanji sebelum kembali ke Cambridge, akan mengajak Ayana menikmati keindahan kota Ratu Elizabeth yang penuh dengan gedung-gedung ikonik dan klasik. Dan itu sebagai permintaan maaf Hasnain atas kejadian semalam. Namun, jauh hari sebelumnya memang sudah menjadi rencana Hasnain memanfaatkan kesempatan berkeliling menikmati Kota London selama dua hari. Itung-itung bulan madu kedua bersama Ayana, setelah sekian purnama terpisah jarak.

"Iya, agak siangan sedikit,yah, Darling," bisik Hasnain dengan menirukan logat ala British sambil menarik lengan Ayana dan merengkuh tubuh Ayana sehingga membuatnya terjatuh di samping tubuhnya yang setengah telanjang.

"Rasanya tenang ada kamu di sisiku, benar-benar mutmainnahku," bisik Hasnain tak henti mencium pipi Ayana.

Ayana tersipu malu, ia merasakan geli di sekitr pipinya karena bersentuhan dengan janggut Hasnain.

***

Mentari mulai meninggi. Rinai salju pun sudah berhenti.

Ayana dan Hasnain bergandengan tangan menyusuri bangunan klasik di sekitar Istana Wetsminster, bangunan bersejarah sekaligus pusat pemerintahan United Kingdom.

Ayana mendongak takjub melihat bangunan tua yang telah berumur 150 tahun. Ia meminta Hasnain memotonya berdiri tepat di depan tower raksasa sebagai background.

Tower yang dikenal dengan tower Elizabeth tersebut memuat sebuah jam raksasa yang bernama Big Ben.
Siapa tidak mengenal Big Ben sebagai tempat wisata paling klasik di dunia.

Kemesraan Ayana dan Hasnain berakhir dengan menikmati keindahan London Tower Brige. Sebuah jembatan tua yang membelah Sungai Thames.

Hasnain melingkarkan syal tebal di sekeliling leher istrinya yang terbalut jilbab. Ayana refleks mengamati syal rajutan berwarna merah marun yang melilit dilehernya sambil menyentuh syal itu. Pikir Ayana khas sekali syal rajutan ini.

"Beli di mana, Mas?" tanya Ayana pada Hasnain yang telah memeluknya dari arah belakang.

"Oh, itu hadiah dari teman," balas Hasnain datar.

Telunjuk Hasnain menjulur ke arah Tower Bridge, bahwa lampu-lampu satu persatu mulai menyala menyinari setiap lekukan ukiran bangunan tua itu. Efek bias cahaya lampu itu membuat jembatan semakin tampak artistik. Ayana setiap melihat kemegahan bangunan klasik di London tak henti berdecak kagum.

"Pucuk bangunan jembatan itu mirip seperti mahkota ratu yah, Mas," selidik Ayana mengamati pucuk bangunan jembatan itu.

Hasnain mengangguk tersenyum simpul sambil berkata, "Iya seperti kamu ratu di hatiku, Ayana Balqis."

"Mulai deh, gombalnya keluar."

Mendengar celoteh istrinya, Hasnain tertawa terkekeh..

Senja temaram menghiasi langit, menambah romantis suasana Tower Bridge. Di sana banyak pasangan bercengkerama mesra menikmati fenomena alam yang menghiasi langit di atas jembatan. Namun, kemesraan vulgar orang-orang di sekelilingnya membuat Ayana risi.

***

"Ayana, sudah sampai sana?" Terdengar suara perempuan di seberang telepon.

Hasnain menoleh ke arah Ayana yang sedang terbaring sambil membaca buku.

"Iya, Alhamdulillah, Aya sudah bersama saya, Mah," sahut Hasnain yang sedang duduk santai di sofa kamar hotel.

Mendengar Hasnain menyebut panggilan nama mertuanya, membuat Ayana melirik ke arah Hasnain.

"Ada apa Mamah, menelepon Mas?" selidik Ayana penasaran, setelah percakapan Hasnain dengan ibunya selesai.

"Ah, enggak ada apa-apa, Mamah hanya ingin tahu keadaan kita, khususnya kamu?" jawab singkat Hasnain.

"Astaghfirullah, Mas, Aya lupa menelepon Ibu di Bandung." Ayana menepuk dahinya.

"Besok saja, menghubungi Ibu, sekarang di Indonesia pasti sudah larut malam," usul Hasnain.

Ayana mengangguk kecil saat mendengar saran suaminya.

"Pasti Ibu sudah tertidur pulas, benar juga kata Mas Hasnain khawatir mengganggu istirahat Ibu, ya Allah sembuhkanlah Ibu." Ayana membatin. Kelopak matanya mulai berembun.

Hasnain melihat perubahan raut wajah istrinya berusaha menghibur dan menenangkannya.

Setelah dua hari berada di London, akhirnya Hasnain dan Ayana melanjutkan perjalanan menuju Kota Cambridge dengan menggunakan bus.

Selama perjalanan Ayana menikmati keindahan landscape dataran negara sang Ratu Elizabeth dari jendela bus. Setiap sudut negara ini benar-benar indah. Ayana dibuat terpukau dengan panorama negara Britania ini.

Dua jam perjalanan akhirnya sampai juga di Kota Cambridge. Sebenarnya Hasnain mengusulkan menggunakan kereta api untuk menghemat tenaga selain itu lebih cepat sampai hanya ditempuh 45 menit. Namun, Ayana terlihat antusias ingin menikmati panorama negeri sang Ratu ini. Sehingga diputuskan menggunakan bus. Bisa terlihat sepanjang perjalanan banyak bertanya pada Hasnain setiap spot cantik yang ia lihat.

Kota Cambridge menjadi pelabuhan perjalanan Ayana. Kota ini tak kalah cantik dengan Kota London. Pucuk-pucuk bangunan khas Eropa yang mulai diguyur rinai hujan. Di kota ini hujan membasahi sepanjang jalan yang di lalui bus. Dari Cambridge Ayana dan Hasnain melanjutkan menggunakan bus lokal menuju kost yang di tempati Hasnain.
Tiba juga di depan flat kawasan pemukiman Cherry Hinton.

Ayana menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, perjalanannya yang panjang untuk menemani suami di negeri Ratu Elizabet ini segera di mulai. Netra Ayana menyapu setiap sudut flat yang ditempati suaminya.

Flat berbentuk studio antara ruang tamu dan dapur menyatu tidak ada sekat. Kamar tidur terpisah dan dilengkapi kamar mandi. Luas ruangan itu cukup untuk mereka tempati.

Menjelang Zuhur hujan sudah berhenti.

"Mandi dulu, Sayang, setelah itu kita ke bawah cari makanan, kamu harus coba nasi Chiken briyani, rasanya enak," ucap Hasnain sambil merapikan koper bawaan Ayana.

"Makanan asli sini, Mas?" tanya Ayana sambil bangkit meraih handuk dalam kopernya.

"Nanti kamu akan tahu, sekalian aku kenalkan dengan pemilik kost kita ini, dia memiliki restoran di bawah dan masakannya banyak di sukai oleh penduduk sekitar," ucap Hasnain sambil memijit hidung kecil Ayana.

❇️❇️❇️

Di Bawah Langit Cherry Hinton (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now