Bagian 15

82 8 0
                                    


Malam itu anak-anak panti asuhan Lentera duduk bersila membentuk lingkaran beralaskan rumput dan ditemani atap langit yang kebetulan sedang ditaburi banyak bintang, ditengah-tengah mereka sudah ada api ungun kecil untuk menghangatkan tubuh dikawal juga dengan jengrengan gitar dari Jeno.

Setelah hampir satu tahun tidak mengunjungi tempat ini lebih tepatnya sejak dia diadopsi oleh seorang pengusaha kaya Jeno akhir-akhir ini sibuk dan tak sempat menjenguk anak-anak disini. Untuk itu dia memutuskan datang kemari menjumpai ibu Nami selaku pembimbing yayasan panti untuk melepas rindu.

Petikan terakhir gitar itu mengakhiri suara riuh anak-anak panti tapi tepukan tangan dari adiknya yang duduk disebelah meminta untuk bernyanyi lagi membuat Jeno tertawa bahagia.

"Bang Jeno mainin lagi dong gitarnya!" pinta Winter dengan wajah dibuat mengemaskan ditambah lagi suara anak-anak yang turut memohon Jeno kembali mengenjreng gitarnya.

'bintang kecil dilangit yang biru
Amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari jauh tinggi ketempat kau berada'

Winter teramat bahagia apalagi melihat abangnya ini jarang terlihat sebahagia ini sejak kejadian yang mereka alami dulu, Winter diadopsi satu ayah dengan Jeno karena dikira kembar tapi Winter merasa beruntung memiliki abang seperti Jeno tapi kadang harus ada alasan dia menurut semua perkataan Jeno jika laki-laki itu dilanda rasa bencinya dan itu sungguh tidak dia suka.

"Kami pamit pulang dulu ya bu." bu nami dengan senyum tipis dan ramah itu menyambut kecupan hangat ditangannya dari dua anak yang sangat dia sayangi ini. "Hati-hati lain hari mampir kesini lagi! Sepertinya adik-adik kalian suka."

Jeno tersenyum membalas dengan sebuah anggukan pelan lalu setelahnya mengendarai mobil keluar dari area panti. Ditengah perjalanan pulang Winter melirik kearah abanganya itu.

"Bang baru kali ini gue liat lo sebahagia tadi." Jeno memelankan laju mobilnya lalu menoleh sebentar kearah adiknya "Masa sih? Tambah ganteng ya gue?"

Winter mengujani nya dengan umpatan kecil "Coba lo gini disekolah kalem bang, jangan kayak preman!" Jeno mendengus tak menjawab pembahasan seperti ini seharusnya Winter sudah tau jawabannya tapi bagi gadis itu Jeno akan dipandang baik jika dia berperilaku seperti tadi 'ramah' pada sekitarnya tapi entah kenapa dia malah menolak jadi orang baik.

Keras kepala!

🍀

Setelah sekian lamanya ruangan ini di buat terbengkalai kali ini Heeseung ingin menghidupkannya kembali ruangan yang hampir bertahun-tahun menjadi markas yang membesarkan namanya namun dipaksa bubar lantaran karena suatu masalah.

Tidak ada yang berubah disini selain kondisi lampu yang kedap kedip seperti difilm horror dan debu yang tebal menutupi beberapa pernahlk-pernik didalam ruangan itu. Suasananya masih sama juga kenangannya masih ada tapi perih saja yang membutnya berbeda.

"Kangen anjir sama ni tempat!" Yeonjun sahabat satu genk Heeseung muncul dari balik pintu setelah hampir sepuluh menit tidak nongol dari tadi.

"Lo dari mana sih bangsat?!" pemuda itu nyengir tanpa dosa memilih menjajah tempat itu mengacangi umpatan temannya.

"Seharusnya tadi bawa anak-anak yang lain juga biar bisa dibersihin tempatnya."

"yang lain sibuk-an lo tau sendiri mereka juga udah nggak minat datang kesini lagi atau berurusan sama ini markas!" Yeonjun membenarkan hal itu mengingat insiden waktu itu markas ini sering terjadi petengkaran namun mau bagaimana pun membasmi Mafia itu adalah suatu hal yang baik dan benar sayangnya itu dulu.

"Andai aja waktu itu kita tau dari awal dia musuh kita udah pasti ntuh mafia udah masuk penjara!" sekelebat rasa geram melintas dikepala Yeonjun sedangkan Heeseung memilih diam dia tidak menyalahkan orang itu dia malah sangat berterima kasih berkat dia Heeseung selamat dari tembakan pistol genk mafia waktu itu tapi sampai hari ini dia tidak tau dimana keberadaan temannya tersebut dia seperti dikubur hidup-hidup dari muka bumi hilang tanpa jejak.

"Seharusnya kita nggak saling menyalahkan karena pada awalnya dia memang mihak kekita tapi-cuman bimbang aja harus milih bapaknya si ketua mafia atau kita sahabat-sahabatnya." penjelasan Heeseung itu membuat Yeonjun diam merasa apa yang dikatakan sahabatanya benar ini terjadi sudah sangat lama dan sudah seharusnya dia memaafkan orang itu.

"Jangan bikin gue nangis deh! Kapan-kapan reunian bawa anak-anak yang lain!" Heeseung tergelak Yeonjun tampang sangar diluar tapi yupi didalem.


Ditemani cahaya lampu temaram dilapangan samping rumah Alodia memantulkan bola basketnya kesana kemari, dia memilih untuk pulang kerumah hari ini katanya rindu kasur rumah dan dia sudah mengirim beribu pesan kepada abangnya untuk ikut pulang juga tapi belum ada balasan.

Basket adalah pelampiasan rasa bimbangnya, dia suka Jay sejak cowok itu mulai memberikan perhatian lebih kepadanya tapi ada satu sisi dimana dia juga meragukan hal itu Jay suka Winter tapi mendengar pernyataan Jay sore tadi dicafe dia dibuat pusing tujuh keliling.Dengan kesal dia membanting bola oren itu kesembarang arah sampai-

"KURANG AJAR LO DEK!!" bola itu mendarat tepat diwajah Heeseung hingga hidungnya mengelurkan darah betawa lawaknya wajah abangnya saat ini sampai Alodia tidak bisa menahan tawanya.

"Hahaha! Bang hidung lo bengkok tuh bentar lagi gantengnya hilang mampus deh!" mendengar itu Heeseung panik suatu hal yang paling tabu kalau sampai gantengnya hilang atau berkurang satu inci,mili,kilometer kubik.

[bersambung]

Ada yg udah ngerti jalan cerita akan berakhir happy apa sad nih?

Jujur g tau ngetik apaan semoga suka



Game over | Jay Park ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang