Cerita Dua: Surat Cinta

2 0 0
                                    

2011

Entah itu hidup di masyarakat, di sekolah atau dimanapun tidak pernah lepas dari pengelompokkan. Setiap orang akan mendapat perlakuan berbeda, sesuai 'standard' yang ada. Semacam 'strata sosial' terselubung. Begitu pula di sekolah.

Kamu akan mendapatkan perlakuan istimewa saat kamu memiliki 'sesuatu' dalam dirimu. Kamu 'cukup' pintar dan berprestasi untuk mendapat perhatian guru. Kamu 'hanya' perlu terlihat cantik dan ramah untuk mencuri perhatian anak-anak satu sekolah. Kamu 'hanya' perlu  good looking dan aktif di organisasi untuk mendapat perhatian cewek-cewek. Juga kamu 'hanya' perlu jago bermain basket atau sepak bola untuk digilai adik kelas.

Tidak ada tempat untuk orang yang terlalu biasa. Bahkan keberadaan mereka akan terkubur dengan anak-anak badung tukang bolos dan biang kerok di kelas.

Ini seperti jika kamu tidak punya apa-apa maka kamu bukan siapa-siapa. Dan kelas menengah suka tidak suka akan menjadi pengamat sejati. Ikut bahagia atas kepopuleran orang atau julid dengan keberhasilan mereka.

"Wuih La, tengok ko sana gengnya Mita, habis potong rambut, sudah mirip chibi-cibi" aku mengarahkan pandangan mengikuti telunjuk Adel. Kami sedang berada di kantin. Baru selesai jam pelajaran olah raga.

Mita, anak kelas 11 IPS 1. Terkenal seantero sekolah karena wajahnya yang cantik dan putih. Mirip dengan Annisa cheribelle. Potongan rambutnya semula panjang, kini dibuat pendek bergelombang.

"Eh, gosipnya Mita pacaran sama Andi, ada yang liat mereka habis pulang sekolah mojok di bawah pohon beringin belakang sekolah".

Aku tidak tertarik. Kisah pacaran orang lain tidak memberi manfaat untuk hidupku. Aku mengeluarkan buku catatan kecilku dari saku. Hasil rangkumanku semalam.

"Cocok memang, Andi ganteng, Mita cantik. Bakal jadi bahan ceng-cengan satu kelas ini".

Aku tidak peduli.

"Astaga, La, liat ko.  Andi na pergi ke kelasnya Mita" Adel sedikit berteriak, menarik seragam olahragaku. Terlalu antusias. Wajahnya persis anak kecil yang habis diberi eskrim oleh ibunya.

Tidak lama terdengar suara riuh anak kelas Mita, bereka bercie-cie ria. Ada yang memekik tertahan. Tidak kalah antusias menyaksikan kedekatan Andi dan Mita. Mereka sontak menjadi tontonan gratis.

Kantin dan kelas Mita letaknya bersebrangan. Membuatku mau tidak mau ikut menoleh. Di sana aku melihat Andi sedang berbincang dengan Mita di depan kelas. Tidak ada yang istimewa, selain suara riuh dari kelas Mita yang didominasi suara perempuan.

Adanya kedekatan lawan jenis atau berita jadian diantara anak-anak, menjadi tontonan yang menarik bagi Adel dan yang lainnya. Mereka bak menyaksikan live sinetron. Remaja dan hormon keremajaannya. Terlalu gampang meledak.

Andi adalah salah satu idola sekolah. Tergolong siswa pintar yang juga aktif berorganisasi. Aktif di kepramukaan juga paskibraka. Tubuhnya tinggi tegap. Cenderung berisi. Jiwa kepemimpinannya tidak perlu diragukan.

Meskipun tidak tampan, dia punya daya tarik tersendiri. Apalagi ketika berbicara. Sehingga tidak heran dia digemari oleh beberapa siswi di sini. Adel salah satunya. Meskipun tidak pernah bilang padaku, aku tau Adel suka Andi. Entah sebatas suka kagum atau suka yang benar-benar suka.

Tontonan itu berakhir saat bel masuk berbunyi. Kami berhambur ke kelas. Setelah sebelumnya mampir ke toilet untuk berganti baju.

* * *

"Pengumuman! Perhatian! Attention please". Itu adalah suara Fahmi, teman sebangku Andi.

Kami yang sibuk dengan aktifitas masing-masing menoleh. Saat ini adalah jam kosong. Pak Gama, guru bahasa Indonesia tidak masuk. Usut punya usut dia sedang ada acara lamaran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

K.E.M.B.A.L.ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang