08; Mika Sakit

19 3 0
                                    

"Mas lagi di jalan, Mika. Masih jauh, kamu tidur duluan aja, oke?"

"Oh, oke."

"Kamu gapapa?"

"Gapapa, Mas. Sedikit nggak enak badan. Mas hati-hati di jalan, ya."

Sambungan telepon Mika putus begitu saja. Kembali meringkuk di atas sofa dengan pandangan tertuju pada televisi yang menayangkan acara reality show, entah apa yang saat ini sedang mereka bahas. Mika tidak terlalu memerhatikan dan membenarkan posisi tidurnya, rasa-rasanya suasana terlampau sepi apabila Mika tidur di kamar. Karena dengan begini setidaknya ia mendapatkan sedikit hiburan, dengan suara dari televisi yang meramaikan sekitar.

Tidak lama setelahnya Mika benar-benar terlelap karena sempat mengonsumsi obat penurun panas.

Sepuluh menit.

Dua puluh menit.

Tiga puluh menit.

Mika pun dibuat terjaga ketika mendengar suara benda jatuh dari arah dapur, mulai menduga bahwa suara tersebut berasal dari seseorang yang menerobos masuk ke rumah. Masih dalam keadaan mengantuk dan hampir tidak dapat menyeimbangkan tubuh, Mika berjalan tepat ke arah dapur dengan sebuah sapu berada dalam genggaman.

Menjadikannya sebagai alat pertahanan diri.

"Maling!"

"Maling?! Di mana, Mik?!"

Manik mata Mika melebar ketika mendapati sesosok pria dengan apron menutupi kemeja berwarna biru tua yang dikenakan. Pada kedua tangannya terdapat beberapa bahan makanan yang nantinya akan diolah, penampilan pria tersebut sangatlah tidak manusiawi. Sebab begitu tampan. Sial, Mika tidak fokus.

"Mas udah pulang?"

Daffa terkekeh kecil, meletakkan bahan makanan dan mengecup pipi Mika sekilas. Tidak peduli kendati gadis tersebut tengah menderita tidak enak badan sekalipun.

"Maaf kalau Mas mengganggu tidur kamu," kata Daffa. Merasa sedikit kecewa terhadap dirinya sendiri sebab tidak dapat berhati-hati ketika berkecimpung di dapur. "Kamu duduk aja, sebentar lagi sup hangatnya siap. Jangan terlalu banyak bergerak."

"Aku cuma nggak enak badan, Mas. Bukan patah tulang sampai nggak boleh banyak bergerak."

Daffa tertawa kecil. Kembali pada kegiatan mengaduk di dalam panci, tidak ingin membuat kesalahan dalam hal memasak lagi.

"Mau aku bantu, Mas?"

"Nggak usah. Sebentar lagi selesai, kok. Tuan putri cukup duduk, dan memerhatikan aja, oke? Jangan sampai Mas kamu pukul pakai sapu kalau masaknya nggak bener."

"Ih, Mas apaaan, sih? Aku bawa sapu buat jaga-jaga doang, Mas. Lagian, Mas juga main masuk ke rumah gitu aja. Aku kira ada maling."

Pria itu terlihat menggulung lengan panjangnya sehingga tidak turut serta berkontribusi dalam hal menyulitkan kegiatan memasaknya. Di sana Daffa terlihat mencicipi sup yang dibuat. "Mas nggak tega untuk bangunin kamu, Sayang. Kamu tidurnya nyenyak banget, jadi Mas inisiatif untuk membuatkan kamu sup ayam. Kamu pasti belum makan malam, 'kan? Udah berapa kali Mas bilang sama kamu untuk makan duluan kalau Mas kerja lembur?"

"Maaf aku belum sempat masak, Mas. Kalau soal makan duluan, Mas tau kalau aku nggak bisa makan sendirian. Apalagi malam-malam, lagian ada survei yang mengatakan kalau mereka yang sering makan bersama akan panjang umur."

"Iya, Sayang. Gapapa," Daffa membawa mangkuk berisi sup hangatnya ke arah meja makan, meletakkannya di sana. "Kalau survei yang kamu baca itu benar adanya, ayo kita makan bersama. Terlepas dari mitos itu, Mas pada dasarnya memang suka makan bareng sama kamu."

Mika tersenyum. Terlebih ketika Daffa menyendok sup tersebut dan menyodorkannya pada Mika, meminta gadis itu untuk membuka mulutnya.

"Gimana?" Daffa bertanya dengan mata berbinar-binar. "Rasanya enak?"

Mika terlihat berpikir. "Hm, gimana, 'ya?"

"Serius, Mas deg-degan banget takut kamu kenapa-napa setelah makan masakan buatan Mas. Apa yang harus Mas katakan sama Papa mertua kalau kamu sampai kenapa-napa."

"Enak, Mas."

"Serius?"

"Tapi bohong."

"Mas nangis, nih."

Mika tertawa lepas, merasa puas dengan reaksi yang disuguhkan oleh Daffa. Rasanya tidak tega juga, sih. Tapi mau bagaimanapun juga pria itu memiliki air wajah yang begitu menggemaskan. "Bercanda, Sayang. Rasanya enak, kok. Serius, makasih ya."

"Syukurlah. Makan sampai habis, sini Mas suapin."

"Aku bisa sendiri. Mas istirahat aja, baru pulang kerja. Pasti capek."

Daffa menggelengkan kepala, tanda bahwasannya ia baik-baik saja dan meminta Mika agar tidak mencemaskan keadaannya. "Mas baik-baik aja, kondisi kesehatan kamu jauh lebih penting. Sekarang makan, minum obat, terus tidur. Mas temani."

"Makasih, Mas."

"Tapi semua ini nggak gratis, lho."

"Jangan mulai, deh."

"Diam, kamu juga suka." []

/TBC/
Tuberculosis

Pasutri Melankolis✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang