22. Rani & tugas manajerial

237 44 0
                                    

📆 Rabu

Dhea tiba di lantai 3, tapi ia tidak langsung menuju ke kelas melainkan ke toilet terlebih dulu.

Saat baru masuk, ia melihat di dalam toilet ada Rani. Ya, Rani saja, tidak ada orang lain lagi.

"Hai, Ran," sapa Dhea.

Rani yang sedang mencuci tangan di wastafel langsung menoleh. "Eh, hai, Dhe," balasnya.

"Kok tumben lo udah berangkat?" tanya Dhea menghampiri Rani.

"Hehe iya nih, tadi gue nebeng papa makanya jam segini udah di kampus," jawab Rani.

"Pasti papa lo buru-buruin lo ya."

"Lebih tepatnya mama sih yang buru-buruin."

Dhea dan Rani terkekeh bersama.

"Oh ya Ran, mumpung gue inget dan lagi ada waktu ngobrol berdua sama lo, gue mau nanya sesuatu dong."

"Nanya apa, Dhe?"

"Gue nggak tau ini bener atau enggak, yang jelas, akhir-akhir ini gue ngerasa lo jarang nyapa gue ya kalau di kelas? Terus juga lo selalu ngambil tempat duduk yang jauh sama gue dan selesai kelas lo nggak pernah ngajak gue ke kantin lagi. Itu kenapa? Apa lo marah sama gue? Apa gue ada salah sama lo? Tapi seinget, gue kalau kita lagi di organisasi kayak fine-fine aja, nggak kayak lagi ada masalah apapun itu."

"Sorry Dhe, belakangan ini gue emang sengaja ngejauhin lo kalau di kelas. Gue ngelakuin itu bukan karena gue marah atau lo ada salah, tapi gue ngerasa Lifia kurang suka kalau ada gue di antara lo sama dia, makanya gue milih ngejauh aja dari kalian, terutama lo."

"Masa sih, Ran? Gue liat kok Lifia kayak fine-fine aja ada lo."

"Jadi orang jangan terlalu positive thinking, Dhe! Lo harus lebih peka sama orang-orang di sekitar lo. Mungkin kalau dilihat sekilas ya emang biasa aja, tapi coba lo perhatiin gerak-geriknya, nada bicaranya, sorot matanya, ntar lo pasti bakal ngerasa kalau ada apa-apa. Itulah yang gue rasain ke Lifia. Salah satu contohnya pas kemarin di posko pendaftaran. Gue ngerasa dia kurang suka ada di situ makanya dia ngajak lo pergi dan sebagai orang yang peka, ya gue iyain aja kalau lo mau pergi sama dia."

"Gue nggak tau soal itu, Ran. Kalau gitu, atas nama Lifia gue minta maaf ya sama lo. Maaf kalau gara-gara sikapnya Lifia lo jadi nggak nyaman."

"It's okay, Dhe. Malahan seharusnya gue lho yang minta maaf karena kalau di kelas atau pas ada Lifia kayak ngejauhin lo gitu."

"Nggak papa Ran, gue ngerti kok. Tapi kalau di luar kelas, kalau nggak ada Lifia, lo bener-bener masih mau temenan sama gue kan?"

"Ya bener lah, Dhe. Ya kali gue nggak mau temenan sama lo lagi cuma gara-gara Lifia."

"Syukurlah kalau gitu."

"Yaudah gue mau ke kelas dulu ya, Dhe."

"Oke, Ran."

Rani pergi. Dhea terlihat masih memikirkan ucapan Rani.

Gue masih nggak nyangka kalau Lifia bisa nggak suka sama Rani. Padahal kan Rani nggak buat salah apa-apa, dia cuma mau gabung biar ada temennya. Batin Dhea.

•••

Seminggu kemudian.

📆 Selasa

Dhea tiba di lantai 3. Ia bergegas menuju ke kelasnya. Langkahnya terasa ringan dan bersemangat.

Sesampainya di depan kelas, Dhea melihat kalau sudah ada Lifia dan Fian dkk.

3 Pilihan || ENDWhere stories live. Discover now