WIYATA PERTAMA | CITRA

43 13 15
                                    

Apa yang kalian lakukan di penghujung hari? Di detik-detik terakhir sebelum semua lampu mati dan kesadaran kalian terserap habis?

Aku tidak tahu dengan kalian, tapi yang pasti hening dalam gelap menghadirkan beragam pemikiran, terutama akan masa depan. Tidak semuanya berakhir indah karena beberapa menimbulkan perasaan gelisah yang akhirnya membuat kita tidak jadi terlelap.

Mau jadi apa?

Apa benar ini jalannya?

Setelah ini mau kemana?

Sekali lagi, pikiran-pikiran itu bersinggah liar di kepalaku. Pernahkah kalian berpikir bagaimana jika sebenarnya selama ini kita terlalu keras kepala, menentang keinginan semesta demi kesenangan diri semata?

Bagaimana jika ternyata kita terlalu berenang-senang hingga lupa dengan bagian kita? Bukankah itu berarti hidup kita ternyata terlalu tidak bermakna?

Ah, sial. pertanyaan-pertanyaan ini tidak akan pernah ada habisnya. Satu pertanyaan seakan bersambut dengan kegelisahan lain yang pada akhirnya membuat ketetapan bahwa aku menyelesaikan hari ini dengan sia-sia.

Ck, tapi jika dipikir bukankah aku terlalu banyak membuang waktu untuk hal tidak berguna? Maksudku, sudah berapa kali bahkan aku berjanji untuk melakukan lebih banyak hal berguna di esok hari? Kenyataannya hal yang sama terulang lagi.

Sepertinya aku memang terlalu banyak basa-basi tanpa memberikan aksi, contohnya saja saat ini. Bukankah tadi aku berencana untuk tidur? Tapi nyatanya, adzan subuh bahkan sudah merasuki gendang telingaku dan mata ini tidak sekalipun terlelap.

"Citra, kamu enggak tidur lagi?"

Kalimat itu seolah menjadi sapaan wajib pengganti 'selamat pagi' setiap kali bunda menemukanku memakan sereal di depan meja tv.

"Tidur kok, sebentar aja tapi. Biasalah, banyak pikiran" ujarku dengan nada melebih-lebihkan.

Kurasakan tangannya mengacak puncak kepalaku, ia terkekeh ringan seraya berlalu, "anak kecil kaya kamu mikirin apa sih, cit. Uang jajannya kurang, ya?"

Ah, miris sekali. Seringkali kita sudah mengutarakan perasaan, sayangnya cara yang berbeda membuat orang berpikir bahwa kita sedang bercanda.

Tidak ingin mengambil pusing, aku kembali membalasnya dengan gurauan,"Jadi uang jajan Citra ditambahin nih?"

"Dasar kamu ini, sama aja sama kakak kamu. Kalau urusan uang cepet banget jawabnya."

"Siapa yang enggak suka uang sih, bund?" mataku mengerling menghianati hati yang sebenarnya teriris setengah mati.

Maksudku, bukannya aku tidak menyukai atau parahnya merasa tidak membutuhkan uang, hanya saja keuntungan secara finansial ini tidak sedikitpun mengurangi kegelisahanku. Lebih tepatnya, mungkin karena itu memang bukan sumber permasalahanku.

"Bund, Citra,kan sebentar lagi kuliah, enaknya gimana ya?"

Tentu saja aku tahu, bunda sudah bosan mendengar pertanyaan ini mengingat bukan pertama kalinya aku meminta sarannya.

"Bunda, kan sudah bilang, terserah kamu, Cit. Yang paling penting itu kamu nyaman dan senang jalaninnya."

"Kalau besok Citra gagal, terus akhirnya nganggur gimana ya bund?" akhirnya pertanyaan itu terlontar juga, pertanyaan penuh ketakutan yang mengganggu tidurku beberapa malam belakangan.

"Hus! Kamu ini ngomong apa," matanya memicing menyiratkan ia tidak menyukai kalimatku barusan, "Enggak mungkin, Cit. Percaya aja sama Tuhan. Enggak bakal kamu nganggur, nanti juga ada jalannya."

"Bund," sejenak aku menghela napas, mengetukan kuku-kuku panjangku pada meja kaca seraya menimbang-nimbang, "kalau ternyata sekarang Citra udah salah jalan gimana dong?"

Wanita itu berhenti sejenak, menatap wajahku lekat sebelum akhirnya tertawa, "kamu ini kurang tidur makanya ngelantur. Tidur lagi sana, nanti jam enam seperempat bunda bangunin."

Meskipun rasanya mengganjal karena tidak mendapat jawaban yang ku inginkan tapi aku memilih untuk menyudahi pembicaraan ini.

Sekali lagi pertanyaan-pertanuaan tidak beradab bersarang di kepalaku, apakah bunda juga memiliki keraguan yang sama? Apa ia juga takut aku tidak menjadi sehebat Kak Nirmala?

Ah, bukankah bertanggung jawab atas kebahagiaan diri kita sudah cukup sulit? Lalu bagaimana mungkin aku tidak menorehkan kecewa pada orang lain?

Wiyata Citraleka : life isn't a k drama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang