WIYATA KEDUA | CITRA

28 9 2
                                    

"Cit, buku Key diatas meja lo tuh. Kalau udah buruan kumpulin sekalian."
Seolah sudah menjadi ritual pagi hari, buku tugas Keysia tertumpuk rapih diatas mejaku, menunggu untuk disalin.

Sebenarnya bukan karena aku sebodoh itu sehingga tidak bisa mengerjakan tugasku sendiri—maksudku, entahlah apakah aku bisa mengerjakan tugasku atau tidak— yang pasti kebiasaan ini sudah berjalan sekitar satu setengah tahun. Lagi pula, Keysia sama sekali tidak keberatan dengan hal itu.

Gadis itu bahkan duduk di hadapanku sambil memakan sarapannya dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Sekali lagi karena memang ini ritual pagi, jadi tidak ada satupun dari kami yang perlu terkejut.

"Semalem jadi nonton, Cit? Berapa episode tuh? You look sleepy af." tanya Keysia bersamaan dengan matanya yang menyipit penuh selidik.

Aku tertawa kecil menanggapi pertanyaannya, "gue tidur dua puluh jam bangun juga ngantuk lagi Key, gausah kaget kali. Nggak ngantuk bukan Citra."

Sekilas aku melihat bahunya terangkat, "mau heran tapi lo Citra, anak kesayangan bunda."

Mengingat bel yang sebentar lagi akan berbunyi, aku tidam terlalu menanggapi perkataan Keysia, melainlan fokus menyalin semua jawabannya.

Gadis itu terus mengoceh dihadapanku meskipun aku tidak menanggapinya dengan baik. Seklias aku meliriknya begitu pekerjaanku selesai.

Dan sialnya, perasaan itu kembali lagi.

Kadang aku merasa tidak beruntung karena dikelilingi oleh orang-orang yang nyaris sempurna.

Maksudku, seperti tidak cukup menekan hidupku dengan kesempurnaan Kak Nirmala, semesta bahkan menambahkan Keysia, gadis periang, supel, dengan visual diatas rata-rata kebanyakan siswi di sekolah, untuk kinerja otak jelas tidak perlu dipertanyakan, keluarganya? Sempurna. Keuangan? Membayari makan siang anak sekelaspun bukan masalah besar baginya.

Jika aku bersanding disebelahnya? Aku hanya akan terlihat sebagai penggila hallyu yang menghabiskan masa mudaku untuk hal tidak berguna. Well, walaupun kenyataannya memang begitu.

"Mau kemana?" gadis itu mencekal pergelangan tanganku begitu aku beranjak dari kursi.

"Ngumpulin tugas say, udah mau bel nih. Telat mampus."

Sejenak ia melijat jam, kemudian ikut beranjak dari kursinya, "barengan aja, sekalian ke Aula."

"Gue ambil topi dulu bentar," lanjutnya.

Ah, benar. Upacara. Aku turut mengambil topi yang selalu berada di dalam tasku.  "lo mau ikut ke ruang guru atau langsung ke aula, nih?"

"Ikut aja," jawabnya tanpa pikir panjang, "kapan sih gue ninggalin lo."

"Kaya nggak pernah aja, bu," balasku bercanda. Sebenarnya jika dipikir-pikir Keyra mungkin adalah salah satu teman terbaikku sepanjang sejarah persekolahan.

"Lo hobi banget ke ruang guru kenapa, sih Key? Heran gue."

Gadis itu menoleh mendengar pertanyaanku, "gue? Hobi? Enggak kali. Udah dibilang gue nemenin lo. Salah siapa suka bolak-balik ruang guru."

Terdengar helaan napas keluar dari mulutnya meski hanya tipis-tipis, "gue juga kalau bisa jarang-jarang kali, Cit masuk kandang macan." Ia menutup mulutnya dengan satu tangan "Ah.. Ga boleh gitu."

Sesuai dugaan, kedatangan Keysia di ruang guru menimbulkan sedikit "keramaian" aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya, tapi aku yakin kalian pernah merasakannya—well, jika teman kalian anak emas para guru.

"Keysia, ini ada poster seminar kamu tempel di mading sekalian ya nanti."

Dalam hati aku tertawa melihat ekspresi Keyra yang kembali disuruh-suruh.

Tapi memang, karma is real.

Belum sempat menyelesaikan ledekanku, namaku sudah turut dipanggil oleh seorang guru berkepala plontos, "Cit, kamu itu ikut Keysia gitu lho kalau ada seminar atau kegiatan apa, biar ketularan pinternya."

Ah. Dalam sepersekian detik aku merubah raut wajahku.

Bukankah itu menyakitkan?

Maksudku... Aku tahu aku emmang tidak sebaik Keysia—perbedaan kami bahkan sangat jauh, tapi perlukah ia mengatakan hal semulia itu di hadapan banyak orang?

Seolah tidak cukup, seorang yang lain ikut menimpali, "iya Cit, jangan kebanyakan nonton korea-korea sampe subuh, di sekolah jadi nggak semangat kan."

Aku tertawa meledek dengan sengaja, "kalau yang ngajar ganteng kaya korea-korea juga saya semangat bu belajarnya."

Tanpa menunggu lama aku dapat merasakan sikut Keysia mengenai pinggangku. "ngomong apa lo barusan Cit..."

Menyadari bahwa ucapanku bsrusan merusak suasana, gadis itu segera menggiringku keluar dari ruangan itu.

Alih-alih mendengarkan sumpah serapah yang terus dilontarkan Keysia, aku lebih fokus melampiaskan kekesalanku. "Heran gue, masih ada aja guru kaya gitu. Ya dikira gue nggak bisa apa ikut acara gini doang."

Tanganku bergerak cepat merebut poster yang ada di tangan Keysia, membuat gadis itu tiba-tiba berteriak histeris, "Hehh! Jangan lo robek!"

Sejenak mataku memicing kearahnya, "gue masih waras, sekian terima kasih."

Perlahan aku mulai membaca keseluruhan poster itu, 'Entrepreneurship: Muda Berkarya'

Sekali lagi aku menggelengkan kepala, "acara gini doang ngefek apa sih emang. Kaya gue bakal tiba-tiba berubah aja."

Keysia ikut menggelengkan kepala, "kalau ngomong ngaco banget. Ikut aja kali Cit, pembicaranya masih muda-muda lho," gadis itu terkikik geli, "siapa tau ada yang enak dimata nyaman di hati."

Aku kembali mendengus, tiba-tiba terlintas kembali kekhawatiran yang membuatku tidak bisa tidur beberapa hari ini. Apa sebaiknya aku mendaftar? Maksudku, mungkin seminar ini tidak akan membantu banyak, tapi mungkin saja aku mendapat sedikit... pencerahan?

Tapi, disisi lain aku tidak ingin orang berpikir aku mengikuti seminar ini hanya karena ucapan orang-orang.

Seolah bisa membaca pikiranku, Keysia tiba tiba membuka suaranya, "udah ikut aja, Cit. Nemenin gue. Lagian kalau bosen bisa lo tinggal tidur kok."

Meskipun sebenarnya tidak terlalu terpaksa, aku dengan sengaja memasang wajah kesal, "kalau bukan gara-gara lo nggak akan gue ikut ginian Key."

littleraiinn
210718

Wiyata Citraleka : life isn't a k drama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang