ATJ 3 - Penyanyi Kafe

122 21 3
                                    

Nailun's POV

Entah kemasukan ide apa, Windi dan Bumi selaku ketua dan sekretaris seksi tata tertib, beserta beberapa tim inti dari kepengurusan OSIS tiba-tiba saja mengirim kabar bahwa sore ini juga kita harus bertemu di kafe G'sDaughter untuk membahas program razia dadakan sebelum upacara besok dimulai.

Tempatnya memang lumayan tidak begitu jauh dari lokasiku sekarang jadi kusempatkan untuk datang mengikuti rapat rahasia tersebut seberesnya aku sholat Asar di masjid terdekat.

Bumi dengan sigap langsung membuka pembahasan seperti halnya sedang rapat pada umumnya, bedanya kali ini kita melakukannya di luar demi terjaganya agar tidak ada yang akan mengetahuinya termasuk anggota OSIS itu sendiri di luar dari yang hadir hari ini saja. Biarkan yang lain mengetahuinya besok saja, karena kita tidak bisa dengan begitu saja mempercayakan tugas dan tanggung jawab mereka jika sudah berhadapan dengan teman kelas sendiri, bisa saja atas nama solidaritas, mereka malah membocorkan program kerja seksi tata tertib ini.

Sisi positifnya, mereka bisa mengatakan kepada teman-teman sekelasnya bahwa ini adalah murni program super VIP dari program OSIS, bahkan anggota OSIS pun bisa kita ciduk ketertibannya.

"Jadi besok kita langsung di posisi masing-masing. Semuanya beroperasi ketika para siswa masuk ke area sekolah dulu baru digeledah, kalau dari luar ada malah yang baru mau masuk bakal puter arah,"

"Setuju. Pastikan juga kelengkapan atribut mereka udah sesuai apa belum, udah lengkap apa belum, kalau mereka bermasalah ... langsung aja sikat!" Bumi tidak ingin kalah.

"Yang telat gimana, Nail? Kita gabung aja kali ya?"

"Iya, gabung aja, Wind. Dan buat lu, Bumi, lu ikut gua pulang sekolah. Temenin gua izin baik-baik ke bokapnya adek kelas kemarin untuk ngomong maksud baik kita jemput dia setiap Senin, gua udah tahu kediaman dia," sambungku kepada Bumi. Aku jadi teringat adik kelas satu itu saja tiba-tiba.

"Lu serius, Nail? Tahu dari mana?"

"Dari—"

Teng teng ... teng teng ~

Tiba-tiba saja suara petikan gitar tanpa izin menengahi rapat kita di tengah sunyinya kafe bernuansa tenang ini. Aku yang sebenarnya termasuk anti mendengarkan musik, lantas membuat telingaku rasanya pengang.

Kulirik ke arah panggung dengan niatku hendak memintanya menyanyikan lagu tersebut saja sampai beres dan biarkan kami kembali fokus berdiskusi. Namun sebelum kulakukan hal tersebut, aku lebih dulu terdorong oleh sesuatu yang memintaku untuk tetap di kursi.

Aku sedikit terkejut setelah melihat sosok yang tengah memangku gitarnya ternyata adalah orang yang sama dengan yang barusan kita bahas.

Tidak segan kunyalakan cepat recorder-ku untuk menangkap basah dia. Dia seorang penyanyi kafe ternyata, aku bisa menunjukkan rekaman ini padanya jika dia membawa nama ayahnya lagi sebagai alasan dia terlambat.

[Anggep aja ini suaranya, bcs author udah siapin video, tapi ternyata gabisa ya kalau gak dari YouTube, hehe.]

Ya, semua bisa saja kan terjadi, dia sengaja menjual nama ayahnya sebagai alasan dia di depan kami semua untuk lolos!

"Itu kan anak itu, Nail?" Windi menyahut setelah melihatnya turun bertemu seorang lelaki dewasa yang mengecup bangga keningnya.

Prediksi kita semua tertarik sama, tidak mungkin lelaki itu ayahnya, dia terlihat jauh lebih muda dari usia seorang ayah yang memunyai seorang anak berusia 15 tahun. Usianya bahkan masih terlihat tiga puluh tahun begitu.

Wah, aku curiganya dia ...

Hash! Tidak Nailun, aku tidak boleh asal menduga-duga, biar anak itu yang menjelaskan nanti. Aku tidak mau terjerat suudzon tak berdasar.

Dan benar saja, ketika kita sampai di depan rumahnya, justru dia belum pulang ternyata. Pagarnya tertutup rapat bersama pintunya semua tidak menunjukkan di dalam sana ada manusia, padahal hari sudah mendekati magrib. Apa dia masih bersama lelaki hidung belang itu?

Benar-benar ya, singkat sekali pikirannya menjadikan dirinya bertindak seperti tadi. Padahal kelihatannya dia anak baik-baik, pakai jilbab, lemah lembut—astagfirullah, sudahlah. Aku kenapa jadi sedemikian ini!

***

AYAHKU (TIDAK) JAHATWhere stories live. Discover now