ATJ 23: Let's Do the Best

59 11 0
                                    

Zee termangu, menatap langit biru tanpa awan di atas sana. Angin berembus teduh meniup ujung jilbab putihnya.

Wajah cantik yang dia punyai terdiam lembut, sedang menyeruput susu coklat Zee, menjadi pemandangan indah teruntuk Reyner. Dua puluh sembilan koleksinya seakan tidak sebanding dengan seorang Zadie Geralde saja.

“Kata akhi-akhi Instagramer mah, nikmat mana yang kau dustakan!” gumam Reyner di antara tiga orang temannya yang menonton Zee dari balkon kelas mereka.

Zee sedang bersiap latihan untuk penampilannya pada pentas seni tahunan yang rutin dilakukan oleh Kemendikbud, dekat-dekat ini. Namanya diusul bersama Milan sebagai perwakilan sekolah.

Iya, Milan.

Lelaki itu yang akan diiringi, sedangkan Zee memainkan piano sembari duet di beberapa bait saja. Setidaknya-tidaknya suara Zee akan muncul satu atau dua kali sepanjang lagu.

“Pianonya masih lama. Tunggu aja sebentar,” kata Milan memilih duduk di samping kursi Zee.

Mendadak Reyner naik pitam di tempat, terlalu banyak keluarganya yang menjengkelkan bersekolah di sini. Bumi, Windi, dan sekarang ... si es balok Milan ikut menguras emosi setelah modus mengobrol dengan pujaan hatinya yang welcome-welcome saja dengan manusia seperti dia.

“Wah, nih kanebo satu perlu dikasih pelajaran nih! Woy, Milan!!! Gua bilang lu jangan deketin Zee. Sampai lu berani sentuh dia seujung kuku, mati lu di tangan gua!” teriak Reyner penuh emosi dari balkon, aksinya dicekal ketiga temannya, tidak membiarkan Reyner turun mengganggu Milan.

“Kamu jangan suka deket-deket Reyner, dia itu nggak waras! Jangan sampai kamu jadi korban selanjutnya,” desis Milan melancarkan pengaruhnya pada Zee, menanggapi teriakan Reyner yang tidak malu didengar seisi sekolah.

“Memang Kak Reyner penjahat ya, Kak?” tanya Zee bertanya balik, mengundang Milan menatapnya serius.

Harusnya Milan menjawab dengan lantang, bahwa penjahat sesungguhnya adalah ayahmu. Namun, suaranya seakan tercekik menonton Zee dari dekat ternyata berparas tidak seperti kebanyakan gadis.

Sedikit menggemaskan dengan mode menyeruputnya, menunggu  jawaban pertanyaan barusan.

“Berapa usiamu, minum susu coklat sehati-hati itu?” Milan bertanya balik, ikut menunjuk kedua pegangan Zee pada kotak susu berukuran 200 ml.

“Besok sudah 16 tahun,” Zee mengakui terus terang.

Mungkin itulah alasan mengapa Pupa memaksanya berpose dengan dia kemarin, mengingat sebentar lagi usia putrinya akan meninggalkan angka sebelumnya. Keburu tidak sempat!

“Cukup dewasa untuk minum susu coklat setiap hari,” komentar Milan.

Sudah cukup lama dia mengintai Zee diam-diam, hampir setiap hari dia menyeruput minuman yang sama. Selain menggemaskan, Zee terlihat sangat cantik saat-saat itu, dan terlihat amat sangat cantik di hari ini. Hari di mana dia bisa berhadapan dari jarak yang dekat.

“Oh, ini dikasih Kak Nail, Kak,” jawab Zee, menunjuk kemasannya sesaat sebelum menaruhnya di atas kotak bekal yang ikut dibawanya.

“Banyak yang naksir kamu ternyata,” komentar Milan lagi.

“Ah? Itu bukan naksir, Kak. Lebih ke ... peduli sebagai tetangga aja,” jawab Zee lalu mengganti pegangannya dengan kotak bekal berwarna gelapnya itu.

Nampak beberapa buah nugget goreng bersama nasinya di sana.

“Kak Milan udah ke kantin, belum?” kata Zee tanpa sempat menyorot Milan.

“Belum. Kenapa?”

“Nggak apa-apa. Sambil nunggu pianonya, mending isi tenaga dulu,” kata Zee mengulurkan kotak bekalnya.

Milan sampai tertegun sesaat, mengapa princess dari iblis satu ini, harus berbanding terbalik dengan sang ayah. Ayahnya justru menawarkan kematian kepada om yang mengasuhnya saat itu, namun sang anak justru menawarkan kehidupan.

“Tidak. Terima kasih,” ucap Milan.

"Nugget-nya emang udah nggak hangat, jadi mungkin agak kurang enak. Tapi tenang aja Kak, dijamin kenyang kok. Ini buat Kakak aja,” Zee bersikeras menyerahkan makanannya.

“Astaga Zee!!! Tuh orang nggak pantes lu baikin, Zee! Sadar!!!” pekik Reyner semakin frustasi dia atas sana.

Semua mata sempat meliriknya sesaat, termasuk Zee dan Milan juga. Milan tidak habis pikir, mengapa sepupunya begitu gila mengorbankan sang ayah, demi cintanya kepada anak satu ini.

“Udah nggak apa-apa, dimakan aja. Kak Reyner kadang-kadang emang suka gitu. Kalau nggak mau dimakan, dicicip juga nggak apa-apa, biar perutnya nggak kosong-kosong amat, ini mau latihan tampil di depan seisi sekolah loh,”

Setelah berpikir keras dengan sesekali melirik ayu dari wajah Zee, pada akhirnya Milan menerima makanan tersebut, meski amat jelas makanan digoreng tersebut sangat tidak dianjurkan teruntuk kegiatan yang akan dilakukan beberapa saat ke depan.

“Terima kasih,” ucap Milan terakhir kali, Zee balas tersenyum menyorot beberapa anak OSIS mengangkat piano dari ruang musik.

Zee meminta Milan untuk tidak makan terburu-buru, penampilan pertama mereka di hadapan sekolah harus terlihat bagus setelah  tiga hari latihan bersama. Dan kuncinya ada pada Milan.

Kalau sudah, mari kita mulai ...

***

AYAHKU (TIDAK) JAHATWhere stories live. Discover now