Bab 4

3 1 0
                                    

Memasuki toko kelontong, hanya tempatnya saja yang besar. Seorang wanita tambun duduk di tempat kasir, memegang tisu sesekali menyeka air mata dan ingus yang keluar. Pandangannya tak lepas dari layar komputer di depan. Drama klise tentang percintaan memang menjadi tren para ibu-ibu sekarang.

Wanita itu bahkan tak peduli pada Jackson. Seandainya Jackson mengambil semua barang lalu kabur begitu saja tanpa membayar, wanita itu mungkin lebih memilih lanjut menonton daripada mengejarnya.

Banyak rak kosong dan hanya beberapa yang terisi dari sekian banyak rak. Barang-barang yang dipajang terlihat kusam dengan debu yang menempel, tampak sekali bahwa itu tidak pernah dibersihkan. Tak heran jika toko ini sebentar lagi bangkrut.

Jackson menyusuri rak perlengkapan makanan, mengambil tepung terigu ukuran besar, coklat bubuk ukuran besar, lalu beberapa butir telur. Cukup untuk membuat pancake coklat lezat untuk menemani bersantau. Selesai di sana, Jackson menyusuri rak lain, mengambil kantong plastik ukuran paling besar berwarna merah.

Tinggal satu barang lagi.

Berkeliling di antara semua rak, tersisa satu barang yang tidak Jackson dapatkan. Itu akan membuat masalah untuknya nanti, tapi dia tak punya waktu lagi. Rudy harus segera diselamatkan.

Jackson berjalan melewati kasir, wanita itu benar-benar tak peduli padanya. Jackson benar-benar ingin langsung pergi, tapi ketika melihat barang yang ia perlukan ada di sana, dia memilih menjadi pembeli yang jujur.

Meletakkan barang di atas meja, si wanita akhirnya mengalihkan padangan, menghitung barang tanpa sepatah kata pun.

"Bos! Ada sesuatu di wajahmu," ucap Jackson sambil menunjuk bagian bawah mata si wanita.

"Oh! Maskaraku luntur." Wanita kasir melepas kacamatanya untuk menghapus benda hitam itu dengan tisu.

"Ini uangku, ambil saja kembaliannya. Aku sedang buru-buru." Jackson meletakkan uang dan kemudian langsung pergi dengan barangnya.

Si wanita menatap lekat uang di meja dengan pandangan kabur.

Bukankah ini kurang, dan di mana aku menaruh kacamataku?

...

Angin berdesir pelan. Cuaca cukup terik dengan sinar matahari seakan membakar. Kembali ke rumah Rudy, para determinant itu masih berdiri di sana dan bahkan mulai bersiap untuk menghancurkan pintu. Tak mempan dengan cara baik-baik akhirnya mereka menggunakan kekerasan.

"Hallo! Ada apa ini?" teriak Jackson dengan tiba-tiba sambil berjalan santai.

Kelima orang itu menatap Jackson dengan waspada. Saat itu Jackson masih mengenakan seragam polisinya, selain pistol di pinggang dia tidak terlihat membawa senjata lain, kecuali sesuatu dalam kantong plastik di tangan.

"Siapa kau?" tanya wanita berambut pendek.

"Bukan siapa-siapa, aku hanya lewat," sahut Rudy santai sambil berjalan mendekat.

Masing-masing determined menempatkan determinant di belakang mereka untuk berjaga ketika Jackson terus maju tanpa mau berhenti meski mendapat tatapan mengancam.

"Ada apa? Aku cuma orang biasa yang habis berbelanja di toko. Lihat ini hanya bahan untuk membuat kue," ucap Jackson sambil membuka sedikit kantong belanjaan untuk membuktikan kebenaran ucapannya.

Jackson mengambil sebutir telur dari kantong plastik hitam di tangannya. Melambungkan dengan tinggi lalu menangkapnya. Gerakannya cukup halus membuat telur tetap utuh meski di lempar tinggi kemudian di tangkap berulang kali.

Kelima orang itu saling berpandangan dengan bingung melihat tingkah Jackson, tapi itu tak membuat kewaspadaan mereka turun. Di zaman ini semua orang aneh terus bermunculan, mereka sudah terbiasa dan orang seperti itu yang cenderung tak terduga.

Read OnlineWhere stories live. Discover now