I-a

13.5K 1.3K 59
                                    

Hai... aku kenalin nih sama Mas Awang 😄
Kenalan aja dulu, siapa tahu jodoh, eh...

❤️@sailenndra

🍃

Langkah kakinya tak tergesa saat menyusuri jalan pulang. Ingin membangkitkan nostalgia zaman dirinya masih sekolah dulu. Tadi dia sengaja meminta abang ojol untuk menurunkannya di gang sebelah minimarket alih-alih langsung sampai di depan rumah. Pemberhentian biasa dia turun dari angkot saat masih sekolah dulu.

Lalu akan menyusuri gang sempit di perumahan tempat rumahnya berada. Namun kini gang kecil itu sudah nyaris dua kali lebih lebar dari ingatannya dulu. Sehingga bisa untuk masuk mobil. Sepertinya ada pemugaran jalan.

Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar. Usianya masih 23 saat meninggalkan Jogja, pergi dari rumah untuk mengadu nasib. Rencana awalnya ke Jakarta. Namun hanya setahun dia mendekam di Ibu Kota sebelum melanglang ke Lombok. Nyatanya kota metropolitan seperti Jakarta tak cocok untuknya.

Awang menurunkan topi hitam di kepalanya saat memasuki gang lebih kecil menuju rumahnya. Mengantisipasi pandangan orang-orang yang lewat yang mungkin masih mengenalinya. Hingga langkah kakinya yang berbalut converse hitam terhenti di rumah Joglo yang masih tampak seperti ingatannya dulu.

Ada pohon mangga dan rambutan di depan rumah. Senyum terukir di bibirnya saat teringat kenangan dia pernah jatuh dari pohon mangga yang menyebabkan kakinya terkilir dan absen sekolah hingga dua minggu. Rumah bercat putih itu menguarkan hawa yang familiar. Rindang dengan berbagai tanaman di pot gantung yang sapi, juga vertical garden di sebelah kiri yang pastinya hasil tangan sang ibu. Meja-meja kayu ukiran tertata rapi di sebelahnya.

Pulang

Awang membuka gerbang hitam rumahnya yang menimbulkan derit pelan. Kakinya melangkah ke arah pintu dan mendorongnya. Degup jantungnya begitu terasa saat merasakan hawa rumahnya kembali. Aroma jeruk yang lembut bercambur dengan kayu-kayuan. Denting-denting pelan dari lonceng kaca yang digantung adiknya di jendela. Dia ingat, dulu dia yang menggantung bersama Mayang di sana. Beli di pasar malam.

Awang mengucapkan salam dengan debar jantung yang tak beraturan. Belum genap tiga langkah memasuki rumah, kakinya terhenti mendengar suara lembut yang membalas salamnya.

"Waalaikumsalam."

Bukan suara ibu atau suara Mayang. Seorang wanita dengan blouse putih panjang dan hijab berwarna hijau duduk di pantri dapur. Mata hitam jernih itu bersitatap dengan mata legam milik Awang yang menyorot tajam.

Beberapa detik terlewat dengan tatapan keduanya yang tak terlepas. Suasana di sekitar keduanya seolah mengabur. Hingga teriakan Mayang membuat keduanya memutus pandangan.

"Mas Awang!" teriak Mayang yang lantas menghambur memeluk kakaknya.

Awang mengukir senyum tipis balas memeluk adik satu-satunya. Isakan Mayang terdengar.

"Jahat banget! Kenapa baru pulang sekarang? nggak ngasih tahu juga mau pulang," tutur Mayang melepaskan pelukan.

Kalimat yang akan keluar dari bibir Awang terhenti saat mendapati wanita paruh baya yang berdiri terpaku di pintu dapur. Rambut sebahunya sudah diselingi surai putih. Keriputan menghiasi wajahnya yang menua. Kesesakan muncul di dada Awang saat menatap sorot lembut sang ibu yang berhias air mata.

Melepaskan pelukan Mayang, Awang melangkah lebar berusaha mengukir senyum tipis. Lalu memeluk ibunya hangat dan erat. Isakan tangis ibu membuat tumpukan rasa bersalah mengisi dadanya.

"Kamu pulang, nak," ujar ibunya lembut.

Yang dijawab dengan anggukan Awang.

Untuk sepuluh tahun yang terlewat. Pelukan hangat seorang ibu seolah mengobatinya dari segala rasa sakit yang ditorehkan semesta yang tak lagi ramah.

AWANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang