I-b

6.1K 1.3K 61
                                    

Hai🤗
Masih awal2 santai dulu aja yaa..
Meraba2 kemana kita bawa Mas Awang & Mbai Rinai 😄
Update selanjutnya aku nunggu sampe 1k dulu deh, biar semangat nulisnya.

Selamat membaca,
❤️@sailenndra

🍃

"Aku anterin."

Dua kata itu membuat Rinai yang membuka gerbang lantas menoleh. Mendapati Awang yang mengikat asal rambut setengkuknya.

"Eh, nggak usah Mas.. aku udah pesen Grab."

Suara mobil yang berhenti di depan rumah membuat keduanya menoleh. Kaca pintu depan terbuka dan seorang pria melongok keluar.

"Kak Rinaira ya?"

Rinai baru akan menjawab saat Awang lebih dulu mendekat. Mengeluarkan dua lembar lima puluh ribuan dari dompet.

"Sorry Bang, di-cancel ya," kata Awang dengan santainya.

Sang sopir lantas mengiyakan dan melajukan mobilnya. Rinai yang masih bingung hanya berdiri diam di samping gerbang.

"Ayo," kata Awang yang lantas masuk mobil milik Mayang.

Namun hingga beberapa detik terlewat, Rinai tak juga menyusul. Dalam kepalanya memikirkan alasan untuk menolak.

"Kenapa? kamu nggak mau semobil sama yang bukan muhrim?" tanya Awang membuat Nai menoleh.

Hingga kemudian wanita itu melangkah pelan ke sisi mobil. Lalu duduk di kursi penumpang di sisi Awang.

Keduanya tak ada yang buka suara sampai mobil melaju ke jalan raya. Nai duduk memegangi tali goodie bag berisikan bolu titipan ibu. Pandangannya mengarah ke luar. Sementara Awang tampak santai menyetir. Tak terlihat kaku meski sudah bertahun-tahun tidak mengemudi di jalanan Jogja.

"Rumah kamu masih yang dulu?"

Pertanyaan itu membuyarkan lamunan Rinai yang lantas menoleh.

"Iya," jawabnya pelan yang diangguki Awang.

Dulu Awang beberapa kali mengantarnya pulang saat Rinai main ke rumah Mayang. Laki-laki itu juga kenal dengan keluarganya.

Setelahnya mereka kembali diam. Rinai merasakan canggung karena berdua dengan laki-laki. Terlebih hubungan mereka tidak dekat. Bertahun-tahun tidak ketemu pula. Namun tampaknya Awang sama sekali tidak merasakan canggung.

Sejak perpisahannya dengan sang suami. Rinai begitu membatasi interaksinya dengan lawan jenis. Apalagi hanya berdua begini. Dia merasa tak nyaman.

Keningnya berkerut samar saat Awang membelokkan mobilnya ke sebuah coffee shop.

"Mampir bentar," kata Awang yang tak menunggu persetujuan Rinai.

Sekali lagi Rinai berusaha menahan kekesalannya dengan sikap semena-mena dari kakak sahabatnya itu. Dia menyesali kenapa tadi tidak jadi naik Grab saja.

Awang mematikan mesin mobil, melirik Rinai yang tak berhasil menyembunyikan wajah cemberutnya. Alis Awang justru naik sebelah dengan seringai kecil di sudut bibirnya.

"Kenapa? kamu masih aja takut denganku sejak dulu?"

Menjadikan Rinai menoleh dan tatapan keduanya bertemu. Iris gelap Awang menyorot jenaka mendapati ekspresi Rinai yang tampak begitu canggung. Namun laki-laki itu tak menggubrisnya dan keluar dari mobil. Sebelum Rinai sempat mengutarakan keinginannya untuk lanjut pulang dengan nge-Grab.

AWANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang