I-d

5.4K 1.2K 48
                                    

Halo gimana kabarnya?
please jaga kesehatan ya...🌻🍀

Rasanya udh lama gak update Mas Awang ☺️
Utk sharing part sebelumnya, ak menghargai apapun pendapat kalian.

Yuk ketemu Mas Awang & Mbak Rinaira lagi.
❤️@sailenndra

🍃

Rinai meneguk minumannya tanpa minat. Menjaga sopan santunnya di depan wanita paruh baya dan lelaki seumuran dengannya yang duduk di depannya. Arief dan sang mama, yang merupakan kenalan Tante Denisa, adik mamanya. Tentu saja merupakan permintaan mamanya ke Tante Denisa untuk menjodohkan Nai.

"Rinai kapan-kapan main ya ke rumah Tante."

Perkataan itu membuat Nai mendongak. Lalu mengukir senyum tipis sebagai jawaban. Teman kuliah dari Tante Denisa itu terlihat menunjukkan antusias perjodohan. Sementara Arief lebih santai.

Keduanya lantas berpamitan pulang. Nai menghembuskan nafas pelan. Ini bukan kali pertama ada lelaki yang ingin berkenalan dengannya dengan motif perjodohan. Keputusannya masih sama sejak bertahun-tahun lalu. Dia masih belum ingin membuka hati. Atau lebih tepatnya belum ada lelaki yang membuatnya bisa membuka hati.

"Gimana?" tanya Tante Denisa.

"Tan, udah jangan lagi jodohin-jodohin begitu. Kalau mama yang minta bilang aja aku yang nggak mau kenalan," kata Rinai.

Tante Denisa mengangkat bahunya santai.

"Nggak ada salahnya bermula dari kenalan dulu. Udah hampir enam tahun sejak perpisahanmu. Mama dan papa kamu ingin lihat kamu berumahtangga lagi."

Nai bukannya tak tahu soal orangtuanya yang ingin melihatnya berumahtangga lagi. Di umurnya yang tak lagi muda. Saat teman-temannya sudah sibuk sebagai istri dan ibu, sementara dia masih sendirian.

Masih teringat jelas bagaimana kenangan malam itu. Saat dia pergi dari rumah Dito kembali ke rumah orangtuanya. Nai menangis di pelukan sang ibu lama sekali. Tidak bisa berbicara mengungkapkan permasalahannya. Setelah itu memeluk papanya, melantunkan maaf berkali-kali. Karena gagal dalam pernikahan, karena mempermalukan keluarga, karena statusnya sebagai janda. Kesedihan kedua orangtuanya menambah rasa sakit dalam perpisahannya saat itu.

Meski tidak pernah secara gamblang memaksanya untuk nikah lagi, Nai tahu jika orangtuanya memikirkan bagaimana hidupnya. Hal itu tak luput membuat rasa bersalah dan bebannya bertambah.

"Jadi nggak mau dicoba dulu sama Arief?"

Pada pertemuan pertama tak ada yang salah dengan sosok pria 31 tahun tersebut. Mapan, parasnya juga tampan, sopan dengan orangtua. Namun tak ada yang tahu dibalik sikap itu. Dan Nai tak berniat mencari tahu lebih dalam. Karena hatinya tak tergerak.

Nai menggeleng pelan,"Aku nggak mau memberi harapan."

Tante Denisa tak memaksakan jawaban Nai. Dia hanya mengangguk pelan.

"Kapan kamu pulang ke Jogja, nikahan Raesya?"

Sudah seminggu ini Nai kembali ke Jakarta. Dia memang tinggal di Jakarta dan biasanya akan pulang dua atau tiga bulan sekali ke Jogja. Store utama bisnis pakaiannya ada di Jakarta. Sementara Raesya disibukkan mengurusi pernikahannya dengan Triyoga di Jogja.

"Dua hari lagi aku pulang. Ikut bantu-bantu nikahan Raesya."

Ada rasa aneh di hatinya. Kembalinya ke Jakarta salah satunya untuk menyiapkan hati dengan berondongan pertanyaan kapan nikah lagi oleh para sanak saudara.

AWANGWhere stories live. Discover now