20. Nenek

119 15 0
                                    

"Ta, nanti Ada nenek kamu ya?"

"Iyaa"

"Nenek tinggal disini?"

"Enggak, enggak menetap kok pengen sampe mbk Ai lahiran rencananya."

"Oo gitu, mbak ai masih lama lahirannya?"

"Ya masih 3-4 bulan lupa tepatnya"

"Oo segitu"

"Ta, deg deg an nih"

"Santai aja, aku bawa kamu kerumahku bukan kekandang harimau yang nggak makan 3 bulan"

"Harimau nggak makan 3 bulan udah bukan kelaperan lagi kali Ta, udah wafat kali"

"Eh iya juga ya"

Mereka mengobrol hal hal ringan setelahnya, hingga mereka sampai dikediaman Utara.

Selatan turun menunggu Utara yang mengambil tas pakaian mereka dibagasi.

"Ayok" ucap Utara sambil menggandeng tangannya.

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam eh cucu, cucu mantu" Sapa nenek Utara dengan senyum ramah.

Raut wajahnya masih terlihat tegas, untuk rambut yang mulai memutih. Sorot matanya tajam berbeda dengan sorot mata Utara yang lebih teduh karena mewarisi mata ibunya.

"Selatan sama Utara ke atas dulu ya nek, mau rapihin barang dulu. Nanti kesini lagi"

"Oh iya nggak apapa, istirahat aja dulu pasti masih capek"

"Keatas dulu ya nek" pamit Selatan kemudian lalu tersenyum sedikit canggung ke nenek Utara.

Selatan memasuki kamar Utara untuk pertama kalinya. Nuangsa cream coklat, Selatan menyukainya.

"Ini ide mbak Ai, biar matching sekalian diluar. Padahal kamar mbak Ai sendiri warnanya ungu pastel kalau dibilangin ngejawab kan didalam nggak keliatan kali"

"Ooo tapi bagus kok aku suka" jawab Selatan sambil mebgehempaskan dirinya ke kasur Utara.

"Ta, nanti kita cari Kos?"

"Udah malem Tan"

"Ya nanti tuh besok pagi maksudnya"

"Iya mungkin. Nggak apapa kan kita tinggal dikos dulu?"

"Nggak apapa Ta, belajar ngurus sendiri"

"Iya istri"

Bibir Selatan tak tahan melengkung keatas. Pipinya bersemu. Utara menyusul Selatan merebahkan dirinya dikasur setelah selesai merapikan beberapa barang yang ia bawa.

"Ih pipinya merah" goda Utara membuat Selatan makin bersemu.

"Tan?"

"Apasihhh" geram Selatan menutupi kegugupannya.

"Boleh cium?"

Mata Selatan membulat, tidak bisa berkata kata waktu sekitarnya terhenti seketika.

"Boleh enggak? Cium pipi kok, kalau nggak boleh ya udah gapapa"

"Siapa yang bilang nggak boleh?"

Utara menolehkan kepalanya kearah Selatan semakin dekat.

Cup

Pipi Selatan memerah, untuk pertama kalinya Utara mencium pipinya. Memang dari awal jadian Utara Dan Selatan tidak lebih dari sekedar pegangan tangan, itu pun terhitung jarang.

Utara menyibak anak rambut yang menutupi dahi Selatan, lalu melemparkan senyum hangat kepada Selatan. Selatan membuka matanya menoleh kearah Utara dengan semu pipi yang belum mereda.

UTARA DAN SELATANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang