Bab 25 - Sabiya dan Semangat Baru

37.2K 5.3K 858
                                    

Menjadi cantik tidak hanya paras. Namun banyaknya ilmu dipraktikkan dengan akhlak terpuji

~Sabiya~
Karya Mellyana Dhian @mellyana.i

***

"Maaf kalau saya tidak sopan." Alvi tidak basa basi. Begitu aku duduk dia mengatakan permohoanan maaf. "Saya tidak tahu kalau kamu sudah bersuami."

Aku tersenyum sekilas. "Maaf baru kasih tahu."

"Tapi saya harus katakan ini Sabiya."

Kunaikkan satu alis. Ada hawa dingin tiba-tiba datang. Untuk menghilangkan atsmofer canggung, aku mengaduk jus apel dengan sedotan plastik. Mencoba mengabaikan tatapan lekat dari Alvi.

"Saya memang tertarik denganmu. Saya merasa Cilla mudah nyaman denganmu. Itu yang membuat saya seperti mantap menjadikan kamu ibunya." Dia menghela napas. "Tapi kita gak jodoh. Salam ya buat Mas Raka."

Aku tersedak. Ternyata Yasmin benar kalau Alvi mengira suamiku itu Raka. "Eh, bukan dia suamiku."

"Bukan dia?" Sepertinya Abizard tidak percaya.

"Iya. Raka itu cuma temen."

"Terus?"

"Suamiku namanya Abizard. Kami sedang proses perceraian." Aduh, Sabiya! Ngapain sih pakai terus terang? Kalau dikira memberikan harapan gimana? Bodoh!

"Ohhh..."

"Aku naik duluan ya," pamitku gak ngaman terlalu lama mengobrol. Apalagi Alvi sangat terus terang.

"Udah enakan?"

"Udah."

"Kayaknya kamu harus ke lab. Saya lihat ada tanda-tanda hamil."

Aku cukup terkejut. Tadinya aku sudah siap meninggalkan Alvi, mendadak terduduk lagi. "Alvi," mataku menatapnya intens. Tentu membuat Alvi gelagapan.

"Ke-kenapa?"

"Kamu jangan bilang ke siapapun tentang hamil."

"Oh. Iya."

Jantungku berdegup kenjang. Bisa-bisanya dia menebak aku hamil. Fakta yang ingin aku sembunyikan.

***

Hari pertama berada di perusahaan yang sama dengan Raka dan Abizard. Kantor pusat PT. MM Yourdesain memiliki 20 lantai yang dibagi menjadi 2 gedung. Gedung A dan B. Seperti biasa hari Sabtu hanya bekerja 6 jam. Lalu agenda selanjutnya penyambutan karyawan baru dan merayakan diangkatnya Raka menjadi bagian direktur keuangan.

Bagi seorang introvert sepertiku cukup sulit akrab dengan lainnya. Meski ada satu karyawan baru bagian dapur. Namun aku juga belum akrab. Kami hanya berbicara satu dua patah kata saja.

"Sabiya."

Aku tidak asing dengan suaranya. Benar, saat kutoleh Yasminlah yang memanggil. Dia mengenakan setelan baju formal dengan rambut digerai. Lipstiknya berwarna lebih merah dari side yang biasa dipakai.

"Kamu ngapain ke sini? Banyak yang liatin kita."

"Ih apa sih. Gak boleh ada berbedaan jabatan. Semua harus berbaur."

"Kamu mau makan apa?" Ketua devisi memerintahkanku menjaga stand makanan. Padahal seharusnya aku menjadi bagian karyawan yang disambut. Bukan malah bertugas.

"Sate aja deh."

Segera kuambilkan dia empat tusuk sate lalu dilumuri sambal kacang, kecap, dan potongan capai serta bawang merah mentah.

Sabiya (Luka Yang Kau Torehkan) Where stories live. Discover now