bag 25. Jihan Lagi

125 26 2
                                    

"Makasih Mas Satya sudah di anter ke hotel," ujar Jihan sambil tersenyum terhadap Mas Satya. Aku yang sedang duduk di kursi belakang hanya bisa mendengus dan bersedekap dada.

Tadi sepulang dari wahana Atlantis Land Kenjeran. Jihan tanpa basa basi membuka pintu mobil samping kemudi dan memilih duduk disana, disamping Mas Satya. Pria berbadan tegap yang menyadari kehadiran Jihan duduk tiba tiba hanya melirikku melalui kaca spion. Posisiku sudah duduk di kursi belakang begitu Jihan duduk disana.

Tidak hanya sampai disitu. Gadis menyebalkan itu mendominasi pembicaraan di mobil. Mulai dari sepatunya yang inilah, itulah, inulah, itilah dan masih banyak lagi. Intinya pembicaraan gadis cantik itu menurutku membosankan dan tidak berbobot.

Begitu Jihan menutup pintu mobil Mas Satya. Aku dengan cekatan loncat dari kursi tempatku duduk menuju kursi samping kemudi. Mas Satya menoleh sebentar lalu melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan hotel.

Suasana sudah malam dan terasa dingin. Tapi entah kenapa hatiku justru terasa panas. Tidak mau memperpanjang masalah kecil seperti ini. Aku memilih melihat gedung gedung tinggi yang berjejer menampilkan lampu kerlap kerlip.

Di sisi lain, suara bising dari beberapa pengendara motor di jalan saling bersahutan. Menimbulkan irama yang tidak beraturan dan memekakkan telinga. Tipikal orang orang, saat lampu merah baru kuning mereka sudah berbondong bondong menyalakan klakson masing masing. Bahkan ada yang mengumpat karena ketidaksabarannya.

"Sial," umpatku melihat salah satu orang yang tidak sabaran. Mas Satya yang mendengarnya langsung mengelus puncak kepalaku dengan tangan kirinya. Membuatku langsung menoleh padanya.

"Jangan ngomong gitu," ucapnya pelan. Pandangannya yang tajam fokus menatap jalanan yang macet. Aku hanya diam, ingin marah tapi tidak bisa. Jadi satu satunya jalanku hanya diam sambil mengaitkan kedua tanganku.

"Kamu gak marah kan?" tanyanya padaku karena aku masih diam. "Maaf ya atas kelakuan Jihan tadi. Gadis itu memang suka berbuat seenaknya," lanjutnya.

"Aku gak mau bahas itu," kataku cepat. Mas Satya menoleh sebentar lalu melepas tangannya dari puncak kepalaku. Pandangannya kini kembali fokus pada jalanan yang masih menimbulkan kemacetan.

"Kita beli martabak dulu ya?" tawarnya padaku. Aku tahu ini adalah salah satu jebakannya yang licik. Jika aku mengiyakannya begitu saja sudah pasti pria berbadan tegap di sampingku ini akan tersenyum kemenangan.

"Nggak," kataku cepat sambil bersedekap dada. Aku memalingkan wajahku darinya.

"Mie pangsit?"

Hah? Mie pangsit. Ya ampun udah lama gak makan mie pangsit. Sudah pasti jika aku mengiyakan permintaannya, dia akan membawaku ke salah satu kedai yang biasanya aku datangi bersama Dewa dan Devina. Karena mie pangsit di tempat tersebut benar benar beda dari yang lain.

Dari mie nya saja sudah benar benar pas untuk tingkat kematangannya. Belum lagi ayam suwiran yang diletakkan di atas mie dengan tambahan daun bawang. Belum lagi siomay dan sosis, toping pelengkap yang luar biasa.

Sadarkan dirimu Bina. Ingat bahwa kamu sedang merajuk di samping Mas Satya. Jangan sampai kamu terkecoh dengan akal bulusnya itu. Jika tidak pria itu akan tersenyum kemenangan. "Nggak," balasku cepat.

"Kue muffin?"

Sial!!!! Kenapa dia menawarkan makanan makanan kesukaanku. Tadi martabak habis itu mie ayam dan sekarang muffin. Apa apaan itu, kenapa dia harus menawarkanku kue kue tersebut.

"Muffin di toko Zaga?" tawarnya lagi.

Sial sial sial. Kenapa dia menawarkan kue muffin di toko tersebut. Selain harganya terjangkau, rasanya enak top markotop. Hahhhhhh, sadarkan dirimu Bina!!! Sadarkan dirimu!!!

Dibalik Bina [#1.BSS] [Terbit E-book]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang