Penghuni Basemen

2.6K 298 1
                                    


Setibanya kami di hotel, mobil langsung di arahkan menuju parkiran basemen. Sebuah basemen yang terkesan modern dan menggunakan lampu sensor gerak. Lampu yang ketika ada sebuah gerakan akan otomatis menyala. Parkiran terlihat lengang sekali, mungkin karena kami datang di hari biasa.

Akbar memarkirkan mobil tidak terlalu jauh dari lift, lalu membuka bagasi mobil. Aku pun langsung turun untuk mengambil tas di bagasi.

Badan rasanya sudah tidak karuan, kepala seperti migrain, leher kaku dan suhu tubuh agak panas. Ketika sedang mengambil tas, Amir tiba-tiba sudah ada di sampingku.

"Kakak kenapa sih dari tadi diem aja?" tanya Amir sambil memegang pundakku.

"Gak apa-apa," balasku.

"Ayolah, ngaku aja, keliatan kok."

"Keliatan apaan?"

"Kaya orang sawan, abis liat sesuatu, Ya?"Amir terus memancing jawabanku.

Aku enggan menjawab pertanyaannya itu, berlalu menuju lift. Amir masih saja membuntutiku. Kami pun berdiri di depan lift, menunggu Akbar dan ibu yang masih mengobrol di dekat mobil.

Amir mendekat, menatapku dengan tajam.

"Kakak abis liat Kuntilanak Merah?" tanyanya langsung 'to the point'.

"Liat juga emang?" Aku pun terpaksa  jujur.

"Tuhkan bener, tadi Amir flashback dikit," balasnya.

"Itu Kuntilanak Merah yang aku pegang mukanya?" tanyaku untuk menjawab rasa penasaran.

"Bukan, nanti aja deh ngobrolnya."

Akbar dan ibu sudah berjalan mendekat, aku menekan tombol lift. Lift pun terbuka, kami semua masuk ke dalam dan menekan tombol lobi.

Sebelum pintu lift tertutup, lampu di pojokan tempat parkir tiba-tiba menyala. Padahal di sana tidak ada siapa-siapa. Dalam bayanganku, ada seseorang berlari dengan sangat cepat ke arah lift.

Pintu lift pun tiba-tiba terbuka. Aku melirik Amir menandakan ada sesuatu yang aneh. Amir hanya membalas dengan menaikan kedua alisnya, lalu tersenyum. Akbar kembali menutup pintu lift, menuju lobi hotel.

*

Di lobi hotel, Akbar dan ibu langsung mengurus administrasi hotel di meja resepsionis, sedangkan aku dan Amir duduk di sofa. Seorang staf hotel datang menghampiriku, memberikan empat gelas wedang jahe dan cemilan.

"Tadi ada yang lari ke lift ya?" tanyaku sambil menyeruput wedang jahe. Seketika itu, badanku sudah jauh lebih baikan.

"Iya ada. Kasian sih Kak kalau diliat. Cewe, jalannya pengkor dan nyeret, kepalanya miring ke kanan, rambutnya panjang sampai nyentuh tanah, terus mukanya berdarah-darah. Kayanya dia bunuh diri deh," jelas Amir.

"Di sini?"

"Bukan, tapi masih daerah deket sini juga."

Di sebelah tempat kami duduk, ada pintu kaca menuju kolam renang hotel. Ketika aku dan Amir sedang mengobrol, sepintas terlihat sesuatu bergerak sangat cepat di balik pintu kaca itu.

"Dia ada di sini ya?" tanyaku pada Amir yang sedang menyeruput wedang jahe.

Amir menganggukan kepala, meletakan gelas berisi wedang jahe itu di meja.

"Kan lagi diomongin ya pasti ada," balasnya.

"Dia minta tolong mulu daritadi, males banget dah," lanjutnya

"Suruh pergi aja, entar ikut ke kamar bikin repot," pintaku.

"Udah kok."

"Terus yang di tol gimana tadi?" tanyaku lagi.

"Besok pagi aja dah, panjang kalau diceritain sekarang."

Akbar dan Ibu sudah selesai mengurus kamar. Kami pun langsung di arahkan menuju lift hotel.

"Lantai berapa, Bu?" tanyaku.

"Tiga."

"Nomor kamarnya?" tanyaku lagi.

"68 sama 70,"balas Akbar.

Sampai di lantai 3, kami bejalan ke arah kanan menyelusuri lorong hotel yang lumayan panjang. Ada belokan ke kanan, kamar nomor 68 tidak jauh dari belokan, sedangkan nomor 70 hanya berselang satu kamar. Amir dan ibu tidur di kamar nomor 68, sedangkan aku dan Akbar di kamar nomor 70.

Kamarnya lumayan besar. Pertama kali membuka pintu, di sebelah kanan ada kamar mandi. Di samping kamar mandi ada dua tempat tidur. Ruangan kamar dilengkapi juga dengan lemari pakaian, televisi serta sebuah meja dan kursi dekat jendela.

Aku menyimpan tas pakaian di dalam lemari dan tas laptop di atas meja, lalu menyalakan televisi.

"Dan, Whatsapp mamah coba, mau makan di mana?" perintah Akbar padaku yang sedang duduk di kursi, sambil menatap laptop.

Aku mengambil handphone di tempat tidur dan mengirim pesan ke ibu.

[Bu, mau makan di mana kata Akbar]

[Terserah yang deket aja]

"Bar, katanya yang deket aja," ucapku.

"Makan di mall aja lah, deket sini," balas Akbar yang sedang membuka jendela kamar.

"Oh sip."

"Gw mandi dulu ya." Akbar mengambil pakaian di dalam tas dan pergi ke kamar mandi.

Aku kembali mengirim pesan pada ibu.

[Makan di mall deket sini katanya]
[Nanti kita kesana, tapi Akbar mandi dulu]

[OK] Balas Ibu.

Selagi menunggu Akbar mandi, aku kembali duduk di kursi, menghadap laptop, dan membelakangi jendela. Tiba-tiba terasa ada tiupan angin dingin di sekitar leher, membuat bulu kudukku meremang. Kepala mulai berat dan sedikit pusing. Dengan gerakan cepat kututup jendela kamar dan melompat ke atas tempat tidur.

Tuk!
Tuk!

Terdengar suara ketukan lemah di jendela. Kuperbesar volume televisi, sehingga suara ketukan itu tak terdengar lagi. Entah kenapa, mata ini ingin sekali melirik ke arah jendela. Saat melirik ke sana ....

Dep!

Jantungku seakan terhenti. Spontan menutup mata dan memalingkan wajah. Jelas sekali aku melihat ada bayangan hitam berbentuk manusia berdiri tepat di balik jendela. Rasanya tak mungkin ada manusia berdiri di sana. Jangan-jangan ... bayangan hitam itu adalah si Penghuni Basemen.

BERSAMBUNG

Kuntilanak Merah Tol CipularangWhere stories live. Discover now