Wanita Bergaun Merah

2.2K 289 1
                                    

Kembali ke hotel di Bandung.

Aku memberanikan diri membuka pintu kamar. Mataku langsung tertuju pada jendela. Ada sekelebatan bayangan ke luar dari kamar, melalui jendela.

"Si Akbar ngebuka jendela lagi?" tanyaku dalam hati.

Aku berjalan ke arah jendela, untuk menutupnya. Di luar jendela, ada sebuah pohon kelapa. Bagian puncaknya tetap di depan jendela. Kuedarkan pandangan, mengamati suasana Bandung di malam hari.

Suasana yang indah dan sejuk itu seketika berubah. Kulihat ada seseorang yang sedang berdiri di bawah pohon kelapa. Dia berdiri menatap ke arahku. Spontan, kututup jendela dan berlari ke tempat tidur.

Lalu menyalakan televisi dengan volume besar, sambil terus menghalangi pandangan ke arah jendela dengan bantal. Cukup lama bertahan dengan posisi itu. Perlahan rasa kantuk mulai menyerang. Sepertinya efek obat itu mulai bekerja. Tak lama aku pun tertidur.

Dalam tidur, muncul sebuah mimpi yang aneh. Aku melihat sesosok wanita berbaju merah, terbang dari bawah pohon kelapa ke arah jendela kamarku. Wanita itu masuk perlahan dengan menembus jendela.

Wajahnya tak terlihat, hanya gaun panjangnya saja yang berwarna merah. Rambutnya terurai, nyaris menyentuh lantai. Perlahan, dia melayang ke arahku yang sedang tidur. Duduk di ujung tempat tidur, lalu berbaring.

"Kamu bisa melihatku?" ucapnya sambil mendekap tubuhku dari belakang.

Aku mencoba membuka mata, tapi tidak bisa. Dekapannya pun semakin keras, hingga sulit bernafas. Dalam hati terus berdoa dan berusaha untuk menggerakan tubuh.

Caraku berhasil. Wanita itu melepaskan dekapannya. Aku pun terbangun dan berkali-kali mengucap istighfar. Saat melihat ke arah jendela, ternyata sudah terbuka lagi. Siapa yang membukanya?

Tidak lama kemudian, Akbar membuka pintu. Apakah Akbar yang membukanya?

"Katanya lu gak enak badan, Dan?" tanyanya.

"Iya," balasku singkat.

"Nih gw bawain susu," ucapnya sambil memberikan segelas susu hangat.

"Lu sebelum berangkat gak nutup jendela?" tanyaku lalu meneguk susu hangat.

"Daritadi juga ditutup kan."

"Oh."

Jika bukan Akbar, lalu siapa? Jangan-jangan ini ulah Wanita Bergaun Merah yang ada di mimpiku tadi?

"Kenapa emang?"

"Gak."

*

Waktu menunjukan pukul 11:55, Amir sudah ada di kamar untuk mempersiapkan kejutan ulang tahun ibu.

Kami bertiga menghampiri ibu di kamar.
Akbar membawakan kue tart, sedangkan aku dan Amir membawa bingkisan hadiah.

Kejutan ulang tahun berjalan lancar. Kami membagi kue menjadi beberapa bagian, lalu memakannya bersama.

Setelah memakan kue itu, tiba-tiba perutku terasa sangat tidak enak, mual sekali. Aku berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah.
                                     
*

Amir menatap curiga ketika aku keluar dari kamar mandi.

"Udah balik ke kamar aja, tidur," ucap Ibu.

"Iya, Bu," balasku seraya berjalan menuju pintu.

"Mam, aku anter Kakak ke kamarnya, Ya," ucap Amir sambil berjalan ke arahku.

"Iya," balas Ibu sambil merapihkan sampah bekas kertas kado.

Aku masuk kamar, diikuti Amir dari belakang.

"Kakak tiduran aja. Aku mau nanya sesuatu," ucap Amir sambil berjalan ke arah jendela, lalu duduk di kursi dekat sana.

"Kuntilanak Merah ternyata, kirain cuman anak kecil itu doang," ucap Amir, menatap ke luar jendela.

"Iya, tadi dia pengen nindihin cuman gagal," balasku.

"Tapi kan, sempet dipeluk," ucap Amir disertai tertawa.

"Dia dari tol?"

"Huuh."

Amir terdiam, menutup mata sebentar, lalu menatap tajam ke setiap sudut kamar.

"Lumayan juga ya penghuni sini," ucapnya.

"Apanya yang lumayan?"

"Jumlahnya. Ada yang di kamar mandi sama di lemari juga, kayanya mereka gak jail sih," jelasnya.

"Gak perlu dikasih tau juga! Kan jadi parno," ucapku kesal.

Amir tertawa, "Dasar kakaknya aja penakut."

Setelah itu, dia menutup jendela lalu kembali ke kamarnya. Posisiku sudah skak mat, di samping kiri ada kamar mandi. Tepat di depanku ada lemari, sedangkan di samping kanan ada jendela. Ditambah Akbar masih belum kembali ke kamar.

Agar suasana tidak terlalu sepi, kembali kunyalakan televisi. Entah kenapa aku tidak bisa fokus. Mataku terus melirik ke arah lemari pakaian di samping televisi.

"Jangan ganggu, Ya!" batinku.

Beberapa saat kemudian, Akbar kembali ke kamar.

"Matiin TVnya, Dan! Berisik malem-malem," ucapnya sambil berjalan ke tempat tidurnya.

Aku meraih remote di meja dekat tempat tidur, lalu mematikan televisi . Akbar mengambil sabun cuci muka di tasnya, lalu pergi ke kamar mandi.

Waktu menunjukan pukul 00:40, aku menutup mata, bersiap-siap untuk tidur. Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi, menandakan Akbar masih belum selesai cuci muka.

Cekrek!

Terdengar bunyi pintu kamar.

"Siapa yang masuk ke kamar?" pikirku masih memejamkan mata.

Aku membuka mata, lalu melihat Akbar sedang duduk di tempat tidurnya, menghadap ke arahku. Ada hal yang aneh, tatapannya kosong. Kemudian tersenyum kepadaku.

Di waktu yang sama, pintu kamar mandi terbuka. Aku menoleh ke kiri, ternyata Akbar baru saja keluar dari kamar mandi.

"Lalu, yang ada tadi siapa?" batinku seraya menoleh ke kanan dengan cepat. Ternyata Akbar yang tadi duduk sudah menghilang.

"Belum tidur juga lu, Dan," ucap Akbar sambil berjalan ke tempat tidurnya.

Aku tidak menjawab pertanyaannya, terus menatap gerak-geriknya.

"Ini Akbar yang asli, Kan?" pikirku.

"Ngeliatnya gitu amat daritadi, ada apaan sih?" tanyanya.

"E-ng-gak," jawabku terbata-bata.

"Oh asli ternyata," gumamku pelan.

"Apanya yg asli?"

"Gak apa-apa," elakku, lalu kembali memejamkan mata. Tak lama aku pun tertidur.

BERSAMBUNG

Kuntilanak Merah Tol CipularangWhere stories live. Discover now