Chapter 39: Bimbang

24 2 0
                                    

Selama melaksanakan PKL, kami tidak hanya mengabdi pada industri yang kami tempati. Ada beberapa dari kami yang menyiapkan diri untukk melanjutkan pendidikan, ada juga yang bersiap untuk masuk kedunia kerja.

Dan aku? Sampai saat ini masih bingung mau pilih yang mana.

"Fajar, kamu mau kuliah atau kerja?" tanya ku.

Fajar yang sedang bermain game tanpa melihatku lalu menggelengkan kepalanya, "Aku mau kerja, Thur. Kasihan orangtua-ku kalau aku mau lanjut kuliah." Jawabnya.

"Nggak niat kuliah?"

"Ada niatnya sih, duitnya yang nggak ada." Balasnya lalu tertawa lirih.

Kuliah atau kerja? Seharusnya pertanyaan ini tidak dipikirkan oleh kami yang bahkan belum menginjak kepala dua.

Namun, tuntutan masyarakat lah yang membuat kami harus memikirkan hal ini lebih cepat dari waktunya.

Aku bertanya kepada Raditah dan gadis itu menjawab akan mencoba untuk mendaftar SN disalah satu universitas yang ada di Jawa Tengah.

Saat mendengar kabar ini, aku langsung mendaftar kan diriku di universitas yang sama dengan jurusan yang berbeda. Sedangkan pilihan kedua ku yaitu Universitas Gajah Mada. Entah mengapa, melihat banyaknya alumni yang lolos di universitas itu membuatku berniat berkuliah disana juga.

"Coba daftar di Akademi Kimia yang di bogor itu, Thir. Siapa tau lolos kan." Sarannya saat kami sedang berbalas pesan.

"Apakah harus? Bukannya Akademi itu akreditasnya B? Sayang dong waktunya kalau hanya sampai D3." Balasku.

"Nggak ada yang sia-sia, kan kamu bisa sambil kerja nanti buat lanjut S1 nya. Kamu itu cowok, Thir. Kerja yang nomor satu, kalau cewek mah nggak kerja juga nggak masalah." Ucap Raditah.

"Si Radit juga mau daftar disitu katanya, barengan aja." Sambungnya.

Akhirnya aku menyutujui ide dari Raditah setelah berunding ringan dengan Kakak dan Ibu ku. Katanya lebih baik melanjutkan pendidikan dulu selagi otak masih lancar untuk digunakan berpikir. Benar juga sih.

.

"Selamat siang.. Berikut adalah daftar siswa yang lolos ke Akademi Kimia di bogor, kalian lihat baik-baik nama kalian, siapa tau kalian lolos. Jika sudah, tolong konfirmasi ke Ibu lewat pesan pribadi. Terimakasih." Pesan salah satu guru yang membantu kami untuk terhubung ke pihak akademi yang akan ku masuki.

Aku membuka file pdf yang sudah terkirim di grup angkatan, tidak lama mencari aku langsung menemukan namaku aku di daftar siswa-siswa yang lolos seleksi.

Terdapat juga nama Radit dan Hirsa di sana. Tidak seperti teman ku yang lain, mereka langsung memenuhi grup angkatan dengan ucapan terimakasih dan perasaan bangga mereka, aku malah terdiam karena memang sudah mengetahui kalau aku akan lolos dengan mudah,

Bukannya sombong ya, hanya saja meskipun kisah cinta ku rumit dan bahkan terlihat bodoh, tapi wawasan ku di bidang akademik bisa dibilang sangat bagus.

"Thir, udah dapat info kos-an nggak di bogor?" satu pesan Radit masuk kedalam ponsel ku.

Agak bodoh sih pertanyaanya, kami saja baru diberitahu oleh pihak sekolah, pemuda ini sudah bertanya tentang kos-an yang akan kami tempati.

"Belum lah, buru-buru banget." Balasku.

"Yaelah, basa-basi doang kok."

"Liat nanti lah, Dit. Aku juga belum pasti mau ambil pendidikan disana. Mau coba daftar ke UGM jalur SN dulu. Siapa tau lolos." Balasku.

"Lah gimana ceritanya, Thir? Banyak loh yang mau lolos di Akademi ini, kenapa malah di sia-sia kan?" tanya Radit.

"Nggak disia-sia kan. Hanya mau mencoba untuk daftar, kan lumayan tuh kalau lulus."

"Kabarin aja kelanjutannya ya. Aku tetap lanjut di akademi ini kok." Balas Radit menutup pesan.

Seminggu kemudian, pengumuman untuk jalur SN telah keluar.

Kabar buruknya, aku tidak lolos sama sekali. Namun, kabar baiknya Raditah ternyata lolos dan menjadi satu-satunya siswa daeri sekolah ku yang lolos di universitas yang kami tuju.

Sempat juga aku akan mendaftar lewat jalur SB, namun ternyata menurut staff disekolah ku mereka tidak bisa menerbitkan surat keterangan lulus untuk pendaftaran SB bagi siswa yang telah lulus di Akademi Kimia Bogor itu.

Alasannya? Sudah pasti karena sekolah ku dan Akademi itu memiliki kerjasama sejak lama. Jadi wajar saja jika sekolah tidak mau repot-repot merusak kerjasama ini hanya demi satu siswa yang ingin menolak undangannya.

.

Setelah melaksanakan PKL selama 3 bulan, berakhirlah kami di masa pengangguran menunggu pekerjaan.

Mengapa kubilang begitu? Karena sekolah kami ini terkenal dengan banyaknya mencetak tenaga kerja di bidang industri. Jadi, pada masa ini diantara kami lebih banyak yang mencari pekerjaan dibanding berkuliah seperti ku.

Ya, rencananya aku akan melanjutkan pendidikan ku Akademi pilihan ku di awal tadi. Sama sepertiku, Radit juga akan melanjutkan kuliah dan lagi-lagi kampus yang akan kami pilih juga serupa.

Sepertinya harus kurelakan untuk tidak sekampus dengan Raditah. Jauh memang, tapi itulah pilihannya dan pilihannya itu semakin membuatku berpikir.

Apa aku bisa bertahan dengan perasaan sepihak ini? Bagaimana jika dia menemukan orang yang lebih baik disana?

"Hei, melamun terus!" Ucap Syifaa sembari memukul bahu ku.

Ada sedikit rasa sakit yang kurasa, namun itu kusimpan karena yang memukulku adalah Syifaa. Takutnya gadis itu ngambek kalau aku mengeluh sakit.

"Mikirin Ditah ya? Kamu harusnya senang dong kalau dia bisa lanjut kuliah." Lanjut gadis itu.

"Senang sih senang, Fa. Aku hanya berpikir, gimana kedepannya ya? Memangnya dia bakalan ingat kalau aku ada di sini? Se-kota aja nggak di tanggapi, apalagi beda kota."

Ku helakan nafas ku, sungguh perasaan sepihak ini sangat tidak nyaman.

"Terus menurutmu bagaimana dengan aku? Meskipun aku juga berpisah dengan Arfik waktu di kalimantan, tapi perasaan bersalah ini masih tetap ada loh." Jelas Syifaa sembaru memainkan kuku jarinya.

"Nggak ada yang suruh kamu curhat, Fa." Balasku ketus.

"Kan perumpamaan doang, Thir. Sengsi amat sih." Gadis itu lalu masuk kedalam dapur rumah ku untuk melanjutkan acara masaknya.

Sampai lupa, kami hari ini memang kembali berkumpul dirumah ku. Hanya beberapa sih, seperti Syifaa, Fajar, Agung dan Farid saja. Sedangkan yang lain sedang sibuk dengan agenda mereka masing-masing.

Oh iya, sebelum kalian menghakimi Syifaa, dia itu memang wanita yang tidak punya takut. Bukan gadis Pick Me yaa, ingat. Dia hanya kurang bisa bergaul dengan teman perempuannya selain Raditah dan Balqis.

Back to topic

Menurut kalian aku harus bagaimana? Apa kurelakan saja perasaan ini? Tapi aku juga tidak bisa kalau melihat Raditah bersama orang lain sih. Jangan kan orang lain, dengan Radit saja terkadang aku cemburu.

Ahhh..sudah lah. Masalah cinta memang membuat manusia gila. Lebih baik aku mulai mempersiapakan berkar untuk pendaftaran ulang serta mempersiapka diri untuk hidup sendiri di kota orang.

.

.

.

To Be Continue..

SadBoy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang