Menunggu #16

8.9K 424 4
                                    

Langkah gontai membawa Disa menuju kampung halamannya. Setibanya dia di stasiun, nasib sial menghampirinya. Dia terdorong penumpang yang berbadan besar dan terjatuh. Kakinya sakit dan telapak tangannya memerah. Beberapa orang yang melihat mencoba untuk menolong Disa dan mendudukannya di depan sebuah warung.

Wajahnya merah karena kepanasan. Kenapa tiba-tiba perasaannya berubah jadi tak enak. Disa tidak menghubungi keluarganya kalau dia akan pulang ke kampung halamannya. Pasti mereka sekeluarga akan kecewa dengan keputusannya yang mengundurkan diri dari sekolah bangsa.

Setelah dirasa cukup baikan, Disa melanjutkan perjalanannya menuju rumah. Dengan menumpang ojek, Disa berharap dia akan tiba tepat waktu karena jam segini abah dan uminya akan pergi berjualan di pasar.

Jalanan di kampung Disa memang jelek dan berlubang. Sampai-sampai dia beberapa kali hampir terjatuh kalau saja dia tidak memegang erat jaket si abang ojek.

"Mba, kayaknya nggak bisa lewat ada yang meninggal tuh" kata abang ojek. Disa mengiyakan dan kemudian dia turun untuk berjalan kaki saja toh rumahnya tinggal satu meter lagi.

"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Siapa yang meninggal?" batin Disa. Di ujung gang tadi memang terpasang bendera kuning tapi dia tidak sempat melihat namanya. Mungkinkah tetangganya?

Disa semakin bingung karena saat melewati kerumunan orang-orang, semua mata melihat ke arah Disa.

Sebisa mungkin Disa balik tersenyum pada tetangganya. Senyum Disa tiba-tiba hilang. Kini dia tau bendera kuning itu berada dimana.

Tepat di depan rumahnya.

"Kak Disaaaaa" suara cempreng milik Ayu-sepupunya-berteriak memanggil Disa. Ayu menghampiri Disa kemudian memeluknya. Disa semakin bingung dengan semuanya.

"Ada apa Yu? Kenapa ramai-ramai disini?" suara Disa agak bergetar ketakutan.

Disa tidak ingin buru-buru mengambil kesimpulan. Selain Ayu, beberapa tetangga dan kerabat Disa memapah gadis itu memasuki rumahnya.

Tubuhnya meluruh ke lantai rumahnya yang masih terbuat dari semen. Tas yang sejak tadi dia bawa sekarang entah berada dimana.

Di ruang tamu rumahnya yang lega, Disa melihat sesosok tubuh kaku terbalut kain kafan. Matanya mengedar mencari Bian atau abah atau uminya sekalipun.

"Kak Disa" ini suara Bian. "Kak Disa...abah.." Disa memeluk Bian cepat dan menangis bersama. Disa paham maksud perkataan Bian. Dia amat paham.

"Umi kemana Bi?" tanya Disa.

"Di kamar kak. Tadi umi pingsan" Disa perlahan mendekat ke arah tubuh kaku abahnya. Melihat sedikit wajah abahnya untuk yang terakhir. Wajah teduh itu, wajah tegas itu kini terlihat pucat. Kedua kelopak matanya tertutup sempurna.

Cobaan apa lagi untuknya? Tak cukupkah hanya dengan masalah asmara saja? Kini Disa harus dihadapkan dengan kepergian abahnya, sang guru bijaksananya.

"Abah, maafin Disa yang belum sekalipun membanggakan abah. Terima kasih abah. Sesungguhnya Allah lebih sayang sama abah" Gadis sejuta senyum itu mencium kening abahnya tanpa tersentuh air matanya sedikitpun.

♥♥♥♥♥

Beruntung hari ini cerah jadi acara pemakaman abah berjalan lancar. Abah terkenal sebagai guru mengaji sekaligus pedagang tahu di pasar makanya banyak para kerabat, tetangga bahkan murid-muridnya turut serta mengantar abah ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Disa terlihat tegar namun air mata masih terlihat turun di ujung mata bulatnya.

Disa harus kuat karena masih ada umi dan Bian yang harus dia bahagiakan. Umi tidak ikut ke pemakaman karena masih shock jadilah hanya Disa dan Bian yang ikut. Bahkan pemuda itu turun langsung ke liang untuk meletakkan abahnya sekaligus mengazankan.

"Ini kedua kalinya aku melihat orang-orang yang mencintaiku pergi" lirih Disa.

◆◆

"Pukul saja! Tampar! kalau perlu bunuh saya!"

Aura di rumah keluarga Adisucipto memanas. Fikri dan Wilman sedang terlibat adu mulut dan membuat Irene berteriak histeris.

Wilman tak setega itu menampar atau sampai membunuh adik kandungnya. Wilman hanya tidak menyangka bagaimana bisa Fikri mengatai Disa sebagai wanita murahan sampai-sampai Disa ditawari sejumlah uang agar dia menjauhi Wilman.

"Kamu sadar nggak Fik, Disa luar biasa baiknya. Dia sayang sama kamu. Dia menjaga hatinya untuk kamu bahkan aku kakak kandungmu saja nggak pernah dia lihat"

Hari ini Wilman berbeda dari biasanya. Dia terlihat sangat kacau. Ditambah dengan pengakuan Fikri yang mengatakan kalau dia lah penyebab Disa pergi. Satu lagi, adik kandungnya itu mengatakan kalau Disa adalah mantan kekasihnya. Mantan brengsek tak berhati nurani.

"Saya nggak tau harus dengan apa membuat kamu mau maafin saya. Sekalipun dengan cara membunuh, saya terima itu"

Tak di sangka, Wilman memeluk Fikri dengan erat. "Saya nggak akan pukul kamu, nampar kamu apalagi sampai bunuh kamu. Saya akui saya memang marah sama tapi saya nggak akan ngebiarin dua orang yang saya sayangi pergi sekaligus"

Irene yang sedang dipeluk Helena dibuat menangis dengan adegan dua bersaudara itu.

"Kita cari Disa besok. Bawa dia kembali kesini" kata Wilman.

Fikri pun mengiyakan.

**

Holaaaaa....apa kabar?

beberapa chapter lagi, ending kok. Tenang aja. Hahahaha *ketawa bangga*

Masih ditunggu vommentnya.
Lophe,
221092♥

Menunggu Where stories live. Discover now