24

3.9K 298 4
                                    

Diam. Bungkam. Tak tahu ingin memulai pembicaraan dari mana. Keduanya duduk berjauhan sambil menikmati makan malam. Lebih tepatnya memandangi makan malam mereka, karena keduanya hanya diam. Mata terfokus pada makanan. Tapi pikiran entah kemana. Berkelana.

"Heejin sudah tidur?" Jimin pun sama. Canggung mendera. Banyak hal berputar di kepalanya.

"Heem," sebuah anggukan dan berdehem pelan yang Hana berikan sebagai pengganti jawaban secara lisan.

Kecanggungan terkecai kala handphone milik Hana berdering. Sebuah panggilan masuk dari dokter Kim. Panggilan di tengah malam. Hana memandangi saja layar Handphonenya tersebut, memikirkan ia harus mengangkatnya atau tidak. Hana sedang berusaha melupakan. Tak ingin juga jika nantinya Jimin mendengar pembicaraannya dan dokter Kim.

"Dari siapa? Kenapa tidak di angkat? Seperinya penting?" Penasaran Jimin akan siapa yang menghubungi Hana di tengah malam seperti sekarang. Maka untuk menghilangkan penasaran dari Jimin, Hana mengangkatnya.

"Ada apa, Namjun-ah? Ada hal penting apa kau menelpon di tengah malam?" Hana bersuara dengan suara yang pelan.

Oh, itu panggilan dari dokter Kim. Membuat Jimin penasaran sekaligus menahan kecemburuan di dalam hatinya.

"Kalian sudah di tempat yang baru? Maaf jika aku mengganggu, sepertinya disana sudah hampir tengah malam? Aku sebenarnya hanya ingin menyampaikan sebuah berita baik untukmu, " suara Namjun di seberang sana terdengar biasa saja.

Pun pada akhirnya Hana yang menjadi penasaran pada apa yang ingin Namjun sampaikan. Semoga itu benar berita baik seperti yang dikatakan Namjun. Hana thu Namjun tak pernah berbohong padanya.

"Heejin. Dia sudah agak baikan kan? Hasil segala tes yang dilakukan kemarin sudah keluar. Heejin bisa melakukan transplantasi sel Punca Hematopoietik sebagai solusi terbaiknya. Ini sebelum semua semakin parah. Lebih baik dilakukan segera."

"Apa maksudmu itu adalah Heejin membutuhkan transplantasi sel sum-sum tulang?"

"Benar. Itu lebih cepat maka lebih baik. Kau tidak ingin kan melihat penyakitnya semakin parah? Kau masih ingin Heejin tumbuh menjadi dewasa dalam keadaan sehat kan?"

Hana terdiam. Ia ingin. Ingin melihat Heejin sehat dan tumbuh menjadi anak dewasa. "Tapi dari mana aku akan mendapatkan pendonornya?" Tanya Hana pada akhirnya. "Apa aku bisa?"

"Kalian selaku orang tua. Kalian bisa melakukan tes. Aku yakin salah satu dari kalian akan bisa mendonorkan sum-sum tulang pada Heejin. Meski kemungkinan besar kecocokan hanya 0.5%. Sebenarnya pendonor terbaik adalah dari saudara kandung yang memiliki potensi sebesar 25% kecocokan."

"Dan Heejin tak bisa mendapatkan yang 25% tersebut. Aku tahu, aku akan lakukan. Semoga saja aku bisa menjadi pendonor untuk putriku sendiri."

"Semoga semuanya bisa cepat teratasi. Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untuk Heejin juga untukmu. Maaf aku sudah mengganggu di malam hari!" Namjun tak enak hati, padahala sebenarnya pria dengan lesung pipi itu masih ingin bisa mendengar suara Hana sebentar lagi, sedikit lebih lama. Untuk mengobati rasa rindunya.

"Tidak masalah. Harusnya aku berterima kasih padamu. Terima kasih banyak, Namjun-ah."

"Sama-sama. Selamat malam......Hana. Sampaikan salam rindu dan sayangku untuk Heejin."

Hana kembali diam setelah mengakhiri perbincangannya pada dokter Kim.

"Ada apa?" Jimin penasaran dengan apa yang di bahas antara Hana dan dokter Kim.

"Heejin. Ada kemungkinan untuknya bisa bertahan. Dia bisa melakukan transplantasi sel Punca Hematopoietik sebagai solusi pengobatannya. Dan masalahnya adalah bagaimana kita menemukan pendonor yang tepat agar bisa sembuh. Kemungkinan kecocokan sebagai pendonor dari kita berdua selaku orantuanya hanya 0.5%, sementara dari saudara kandung bisa mencapai 25% kecocokan, dan untuk orang lain, itu jauh lebih kecil dari 0.5%."

"Kalau begitu kita pikirkan solusi terbaik. Kita bikin saja saudara untuk Heejin," Jimin sedikit tersenyum, seperti tak ada salah apapun dengan apa yang barusan ia katakan.

Jimin hanya bercanda, ia hanya mencoba menghilangkan kekhawatiran Hana. Tapi jika Hana ingin. Jimin tak masalah. Ia akan dengan senang hati.

Bukannya membuat Hana lebih tenang, yang ada wanita itu makin pusing. Pening terasa kepalanya. Jimin membuatnya gila.

"Bunuh saja aku, Tuan Choi. Kau bukan memberikan solusi. Tapi membuatku makin pusing." Ketus Hana. Hana kesal, di kepalnya telah terpikir banyak umpatan yang ingin ia tujukan untuk Jimin. Ingin memaki. Ingin memberi pelajaran bagi mulut Jimin yang sialan itu. Rasa ingin mencakar habis wajah Jimin yang seperti tak bersalah.

LOVE
Author: Ameera Limz

LIKE HEROIN [TAMAT - AKAN SEGERA CETAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang