48 : Pelakunya

1.2K 60 12
                                    

Terkadang musuh terbesar kamu adalah orang terdekat kamu.

🐣🐣🐣

Dalam hidup Evano, keluarga Devon adalah salah satu bagian terpenting. Apapun yang mengusik keluarga Devon, maka sama saja dengan mengusik dirinya. Maka dari itu, saat ini Evano lantas bergegas menuju hotel dimana Feisya dan Algi ditemukan. Evano akan memastikan jika Feisya tidak bersalah.

"Bisa saya bertemu dengan pemilik hotel ini?" tanya Evano pada resepsionis.

"Maaf, Pak. Apa sudah ada janji?"

"Bilang saja saya Evano, anak dari Agasa Prakarsa pemilik Hotel Prakarsa."

Resepsionis itu mengangguk dan segera menghubungi pemilik hotel ini.

Evano akui, nama ayahnya memang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis khususnya perhotelan dan Evano akui dia kadang tidak bisa berbuat apa-apa, namun saat menyebut nama papanya semua seakan berjalan seperti jalanan tol; mulus. Begitulah dampak nama besar seseorang.

"Maaf, Pak. Sepertinya pemilik hotel ini sedang tidak bisa diganggu. Jadwalnya padat hari ini, mungkin besok Bapak bisa ke sini lagi."

Evano menggeram kesal. "Saya cukup satu menit saja, jika memang tidak bisa saya mohon paksa saja bilang jika saya anak dari Aga—"

"Bapak Agasa Prakarsa," potong seseorang membuat Evano menoleh ke arah sumber suara dan mendapati seorang paruh baya dengan jas mahalnya yang mengkilap, "maafkan pegawai saya, tadi sekertaris saya yang mengatakan itu. Saya bisa kok."

"Tapi, Pak." Sekertaris si paruh baya protes.

"Tunggu saya, hanya sebentar ini menyangkut bisnis ini dan bisa saja hotel ini bangkrut dalam satu detik saja jika kita berurusan dengan keluarga Prakarsa," bisik si paruh baya pada sekretarisnya, namun Evano masih bisa mendengar itu.

Sekertaris si paruh baya mengangguk paham. "Saya permisi."

"Silahkan."

Si paruh baya kembali fokus pada Evano yang masih setia menunggunya. "Jadi, mau dimana kita bicaranya?"

"Terserah, saya hanya ingin ruangan yang sunyi, jauh dari pantauan orang banyak dan tentunya ber-AC."

Mungkin jika bukan Evano, si penerus Prakarsa yang meminta itu akan terdengar menjengkelkan, namun karena ini menyangkut nama Prakarsa, si paruh baya tidak mau mengambil resiko karena dia tahu betapa berpengaruhnya keluarga itu dalam bisnis yang dia emban saat ini.

"Mari, kita bicara di ruangan saya saja."

***

"AKU ENGGAK MAU TES KAYAK GITU!" jerit Feisya diriingi tangis pilunya.

Sampai kapanpun Feisya tidak akan menjalini tes keperawanan sesuai apa yang ayahnya katakan, Feisya masih suci, camkan itu.

"Kenapa? Takut karena ketahuan sudah berbuat yang enggak-enggak?"

"Devon!" Anya tidak menyangka suaminya berpikiran seperti itu. "Bisa jangan kayak gitu, kan? Mau kamu apa sih? Udah sana pergi, aku benci ya sama kamu kalau kamu ngomongnya keterlaluan."

"Aku cuman mau yang terbaik buat anakku," bela Devon pada dirinya sendiri.

"Oh, ya? Dengan cara tes kayak gitu? Kamu tahu dampaknya, Devon? Kamu enggak mikirin perasaan Fesiya, hah?!"

Adasya [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang