Four Seasons - 15

2.4K 391 44
                                    

Mobil Sasuke sudah berhenti rapih di depan gedung Hyuuga Company. Baru saja Hinata hendak membuka pintu, namun tangan Sasuke menahannya, "Ponselmu,"

Ah, ya. Ia melupakan ponselnya yang tadi sempat di ambil Sasuke. Ia menerima ponsel itu, "Terima kasih,"

Sasuke tersenyum dan mengusap puncak kepala Hinata dengan lembut, "Jangan pulang hingga aku menjemputmu," Hinata hanya mengangguk dan segera turun dari mobil Sasuke. Pria itu tetap menatap punggung Hinata yang semakin menjauh. Setelah Hinata tak terlihat lagi, Sasuke membuka ponselnya dan membuka salah satu aplikasi. Ia melihat titik merah dimana Hinata berada. Ya, ia memasang penyandap pada ponsel Hinata, agar ia tahu keberadaan gadis itu. Bersyukur selama perjalanan, Hinata terus menatap ke luar jendela.

Sasuke merogoh sakunya dan menemukan benda kecil yang ia mainkan selama perjalanan. Ia tersenyum lembut, melihat kancing almamater Hinata masih ia simpan dengan baik. Mungkin, ia akan memasangnya pada salah satu pakaiannya. Anggap saja, kancing itu sebagai benda keberuntungannya. Sebagian besar hal itu benar, karena Sasuke terus mengasah dirinya. Jika ia merindukan Hinata, ia akan memandang kancing itu lekat-lekat dan mengulang memori indahnya bersama Hinata. Ia terus memotivasi diri dan memacu dirinya agar pantas bersanding dengan Hinata.

Sasuke menghela nafasnya dan kembali memasukkan kancing ke sakunya. Ia menatap gedung itu, bukti kerja keras Hinata. Tetapi Hinata melakukan ini bukan untuk kebahagiaannya, melainkan balas dendam untuk dirinya sendiri yang dibodohi. Sasuke kembali menatap ponselnya, dan ia sadar, jika aplikasi pelacak itu belum ia keluarkan. Ia melihat titik merah yang berjalan keluar dari gedung Hyuuga Company. Matanya membulat dan segera ia menetralkan ekspresinya.

"Aku akan ke suatu tempat. Kau pulanglah dengan taksi," ujar Sasuke pada supirnya yang sudah berumur itu. Sang supir hanya mengangguk dan memberikan posisinya pada Sasuke. Tanpa banyak bicara, Sasuke menekan pedal gas dan mengikuti arahan dari aplikasi pelacak itu.

Saat ini posisinya sudah dekat dengan tujuannya. Ia merasa familiar dengan lingkungan ini. Ah, benar! Ini adalah lingkungan rumah Hyuuga yang lama, dimana dulu mendiang Hiashi tinggal. Ia melihat mobil hitam berhenti di depan rumah tradisional itu. Ia kecolongan. Ia mengira, Hinata tidak menyiapkan mobil di gedungnya. Dan ternyata?

Sasuke memberhentikan mobilnya. Menjaga jarak dari mobil mewah Hinata. Ia memperhatikannya lekat-lekat. Ia bahkan memperhatikan gerbang besar milik Hyuuga dulu. Sepertinya hari ini penuh dengan kejutan. Bagaimana tidak, dari gerbang besar itu terlihat kedua sejoli dengan tangan yang saling menggenggam dan tak bisa di pisahkan. Sang wanita berjingit untuk menggapai bibir sang pria demi sebuah kecupan. Pria itu menahan tengkuk sang wanita dan melumat habis bibir berwarna cherry itu. Membawa atmosfer keintiman pada sekitarnya.

Kaca mobil Hinata yang tidak begitu gelap, membuat Sasuke dengan jelas melihat gadis itu. Ia melihat Hinata yang bersandar di roda kemudinya. Tubuhnya sedikit bergetar, "Kau masih belum melupakannya, huh?" Sasuke turun dan mobilnya dan melangkah cepat menghampiri mobil Hinata. Ia mengetuk kacanya pelan, membuat atensi Hinata beralih. Wajah gadis itu terlihat...sangat berantakan. Sasuke meringis pelan bagaimana pipi dan hidung gadis itu memerah dengan mata yang sembab.

Hinata membukakan kunci otomatis mobilnya. Secara tidak langsung, ia mempersilahkan Sasuke untuk masuk. Tanpa membuang waktu, Sasuke segera masuk. Hinata tak berfikir panjang karena perasaannya yang kacau. Bukan tentang ia yang tak bisa melupakan pria Namikaze itu. Minatnya untuk merebut rumah itu kembali mulai menguap. Ia membayangkan Naruto dan Sakura bercinta di rumahnya. Itu sangat menjijikan. Sangat berbanding terbalik dengan apa yang difikirkan Sasuke.

"Kau belum bisa melupakannya?" Hinata menggeleng dan menunduk, menutupi wajahnya dengan poninya, "Lalu?"

"Aku tidak menginginkan rumah itu lagi,"

Sasuke menarik nafas dan menghembuskannya. Ia menangkup wajah Hinata agar gadis itu menatapnya, "Kenapa?"

"Membayangkan rumah itu tak bersih lagi dengan percintaan mereka, itu menjijikan, Sasuke!" gadis itu menangis dengan hanya membayangkannya saja.

Sasuke merengkuh gadis itu pada pelukannya. Ia memberikan usapan lembut pada punggung Hinata, "Kau harus merebutnya, Hinata. Setelah rumah itu jatuh di tanganmu, kau bebas untuk menjualnya. Atau kau bisa memberikan rumah itu untuk Hanabi sebagai bentuk permintaan maafmu,"

Tubuh Hinata gemetar, ia menangis di dada bidang Sasuke. Meremat kemeja bagian depan milik Sasuke. Dan pria itu hanya membiarkannya. Ia menunggu Hinata tenang dalam keheningan. Sasuke tak melepaskan pelukannya walau satu detik pun.

"Apa kau masih mencintainya?" Hinata menggeleng lemah. Sasuke yang merasakan itu, mengeratkan pelukannya, "Syukurlah,"

Lima belas menit berlalu. Tubuh Hinata sudah kembali tenang, sehingga ia dapat menguraikan pelukan Sasuke, "Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya dengan menatap Sasuke penuh curiga.

"Ah," Sasuke menolehkan wajahnya. Ia tidak bisa berbohong dengan menatap manik amethyst milik Hinata, "Berkunjung?"

"Kau? Mengunjungi mereka?" tunjuk Hinata pada bangunan rumahnya.

Sasuke tersenyum dan mendekatkan wajahnya ke telinga Hinata membuat tubuh gadis itu membeku dan sedikit meremang merasakan nafas hangat Sasuke, "Bukankah aku harus membantumu menjalankan balas dendam dengan halus tanpa cela?" Sasuke mencuri satu kecupan di pipi Hinata dan membuat gadis itu terkejut, "Aku hanya harus bertindak seperti sahabat mereka, bukan?"

"Jadi.. Kau serius untuk membantuku?"

Sasuke tersenyum, "Aku sudah mengatakannya, Hinata. Kau harus mengandalkan seseorang dan tidak menanggungnya seorang diri," Sasuke mengulurkan tangannya, merapihkan anak rambut Hinata dan menyelipkannya ke belakang telinga. Tangannya turun dan meraba telinga Hinata yang dihiasi beberapa anting serta tindikannya. Ia mengusapnya pelan. Batu senada dengan manik Hinata, "Bisakah kau menggantinya dengan black diamond?"

Hinata segera menyadari tindakan Sasuke. Ia menepis halus tangan Sasuke yang berada di telinganya. Wajahnya memanas, "Tidak," Hinata meluruskan kembali posisi duduknya. Ia menekan pedal gas dan membawa mobilnya pergi dari tempat itu. Sasuke menyadari hal itu terkekeh pelan, "Apa yang kau tertawakan? Apa ini lucu untukmu?"

Sasuke tidak bisa menahan tawanya. Ia menyandarkan punggung, "Kau.. Kau terlihat seperti sedang menculikku. Kau ingin membawaku kemana, Hyuuga Hinata?"

Sekali lagi, hal bodoh yang dilakukan Hinata. Ia segera menginjal pedal remnya, "Turun!"

Hinata melepas kunci otomatis mobilnya. Ia membuka sabuk pengaman dan memajukan tubuhnya di depan Sasuke. Ia menarik daun pintu mobilnya bermaksud untuk membukanya. Tetapi salah, Sasuke menahannya dan membalikkan tubuh Hinata. Gadis itu berada di posisi yang tidak menguntungkan, dimana ia seperti terlihat menjadikan paha Sasuke seperti bantal kepalanya.

Sasuke mendekatkan wajahnya dan Hinata hanya bisa menahan nafas dan memejamkan mata. Sasuke tersenyum melihat hal itu. Ia mengecup ujung hidung mungil Hinata, "Perhatikan jalan saat berkendara," Sasuke membantu Hinata duduk dan beranjak keluar dari mobil Hinata.

Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan melangkah semakin menjauh dari mobil Hinata. Ia tak sadar jika sudah membuat jantung Hinata berdegup tak normal. Ia memegang dadanya, kepalanya pening mengingat kejadian singkat tadi.

Sedangkan Sasuke, selama perjalanan kembali ke mobilnya, pria itu tersenyum senang. Bersyukur, ia bisa menahannya untuk tidak mencicipi bibir manis Hinata. Moodnya sekarang sudah jauh membaik. Mungkin, membelikan makan siang untuk pekerja di perusahaannya bukan hal yang buruk. Ia merogoh sakunya dan mengambil ponselnya. Ia menghubungi sekretarisnya, "Belikan makan siang untuk semua pekerja," dan ia menutup panggilannya sepihak. Ia bisa bangkrut jika Hinata terus membuat hatinya berbunga seperti ini.

"Ah, Hinata! Kau sangat manis!"

Four Seasons of LoveWhere stories live. Discover now