sebuah permintaan

392 109 19
                                    

"Za.!".

panggil Aida yang segera mendekat kearah Faza, gadis itu segera menutup buku yang kini berada digengamannya.

"Kenapa da?" Selidik Faza sedikit penasaran, tidak biasanya teman sekamarnya itu mencari dirinya dijam-jam ini, ia yakin telah menyelesaikan segala tugasnya siang itu.

"Sebenarnya aku ngga enak si mau ngomong ini ke kamu, tapi ini beneran mendesak banget kamu mau kan bantuin aku"

"Ya selagi aku bisa bantu insyaallah  aku pasti bantu kok, emang kenapa si kok kayaknya kamu gelisah banget."

"Emang kelihatan banget ya,"

"Da, aku tu udah kenal kamu lama banget, aku udah hafal banget sama sifat kamu, apalagi kalo lihat kamu kayak gini sekarang, ngga biasanya loh kamu sampe sempet-sempetnya samperin aku ke sini, biasanya juga langsung ngomong pas dikamar."

"Ya udah deh, aku to de poin aja nih, tapi pliss kamu harus bantu aku, janji dulu deh." Aida menjeda ucapannya sambil mengacungkan jari kelingking di depan faza, berharap gadis itu segera menautkan jarinya, namun sepertinya faza nampak ragu untuk menautkan jarinya dijari aida.
"Ih, kamu kelamaan deh mikirnya" aida yang terlanjur tidak sabar segera mengambil paksa tangan faza dan menautkan jari kelingking keduanya, faza yang nampak tidak enak hati akhirnya menyangupinya sambil harap-harap cemas semoga permintaan teman sekamarnya ini tidak aneh-aneh.

"Nah gini kan enak, jadi gini za, hari ini itu aku ada jadwal kuliah dadakan, sumpah deh ini tu diluar rencana banget, dan mau ngga mau aku harus tetep berangkat, karean memang aku udah sering banget bolos mapel ini, aku juga udah minta izin sama iqlima tadi dan dibolehin, jadi kamu mau kan bantuin aku" sambung aida menjelaskan.

"Jadi intinya apa sayang, kamu mau minta tolong apa?" Sahut faza sedikit gemas karena penjelasan aida yang sedikit muter-muter itu.

"Ya jadi gini, tadi itu aku udah minta ustazah yang lain buat gantiin jadwal ngajar madin sore ini. Tapi semuanya udah ada jadwal , iqlima nyaranin aku buat minta kamu aja yang gantiin jadwal aku, jadi kamu mau kan?."

"Bentar-bentar, jadi kamu minta aku buat gantiin kamu ngajar gitu,?" Faza menjeda ucapan aida , ia masih tidak habis pikir kenapa teman sekamarnya ini minta ia untuk mengantikan posisinya.

"Jadi kamu mau kan za.?" Lanjut aida.

"Da, kamu tau kan aku belum pernah ngajar madin sebelumnya dan kamu juga tau aku tu paling anti banget ngomong didepan banyak orang," faza sedikit terkejut dengan permintaan aida, ia sedang berpikir bagaimana caranya agar ia bisa terhindar dari ini.

"lagipula kan masih ada anjani sama dewi. Mereka juga udah biasa kalo harus ngajar madin" lanjut faza kemudian.

"Kalo mereka bisa, aku ngga bakalan minta tolong sama kamu za, aku kan udah bilang ini mendesak banget, kamu kan juga tau anjani sama aku satu jurusan jadi dia juga pasti sama kayak aku, sementara dewi udah ada jadwal buat ngajar kelas 2 Awaliyah, cuma kamu harapan aku satu-satunya za, ngga mungkin kan aku biarin kelas kosong hari ini" jelas Aida yang mencoba meyakinkan faza.

"Aduh aku bingung da, aku ngga tau harus gimana sekarang, aku ngga siap buat ngajar didepan para santri" faza tampak gusar, ia mengusap wajahnya. Ia benar- benar belum siap jika harus bicara didepan orang banyak, ia takut jika itu hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.

" pokonya kamu harus mau za, kamu kan udah janji sama aku, kamu tenang aja, aku ngajar kelas satu kok ditambah lagi ini kan hari pertama masuk madin jadi kamu tinggal kasih aja perkenalan, terus kalo masih sisa waktunya aku udah siapin materinya kok kamu tinggal pelajarin aja," bujuk aida lagi, ia seberanya sedikit gemas dengan teman sekamarnya yang satu ini, kenapa susah banget buat bilang iya aja.

"Tapi da, tetep aja ini pertama kalinya buat aku, dan lagi mana bisa aku menguasai materi hanya dengan sekali baca, aku ngga se genius itu".faza masih belum goyah ia masih saja mencari-cari alibi agar bisa terbebas dari permintaan aida.

Aida memegang kedua pundak faza dan menghadapkannya kearahnya,sambil  menatap lekat kedua matanya untuk meyakinkan gadis yang kini tepat dihadapanya.

"Astaga faza, aku yakin kamu bisa kok, jadiin ini pengalaman buat kamu, siapa tau suatu saat ini akan ngebantu kamu, dan lagi materi kali ini aku yakin kamu sudah cukup menguasai, jadi yakinin diri kamu sekarang, ini itu kesempatan buat kamu za, aku tau kok hati kecil kamu pasti udah bilang ia, jadi kamu maukan,?" Bujuk aida lagi dengan mata berbinar , kali ini aida yakin gadis didepanya itu pasti akan mengiyakan permintaanya.

" ya udah deh, iya aku mau, tapi kali ini aja ya , besok-besok ngga lagi pokoknya." Faza akhirnya menyerah, ia sudah tidak punya alasan lagi untuk mengelak, ia memang mengakui jika ucapan aida ada benarnya juga.

"Nah gitu dong, dari tadi susah banget si bilang iya aja" ucap aida sambil tersenyum lebar dan memeluk faza dengan paksa, faza membelalakan matanya dan segera mendorong paksa agar aida segera melepas pelukannya.
Bukanya melepas pelukanya aida justru semakin mengeratkan pelukanya sembari tersenyum jail.

"Ih, apaan si da, jauh-jauh deh, ngga usah peluk- peluk gitu, risih tau!" Faza yang terlanjur tidak nyaman akhirnya angkat suara. Namun tetap saja gadis yang memeluknya iru belum bereaksi sama sekali.

"Da, kalo kamu ngga lepasin aku, jangan harap aku penuhi permintaan kamu, satu...dua... tig..." belum selesai ia menghitung aida langsung melepas pelukannya.

" idihh galak banget si, sukanya ngancem-ngancem, takut ah" ucap aida  kemudian, ia sudah akan beranjak dari tempatnya.

"Ya udah aku mau siap-siap dulu, jangan lupa loh, nanti kamu gantiin aku, materi ngajarnya tar aku taruh diatas lemari kamu" sambungnya lagi sembari berjalan meniggalkan faza yang masih tetap diposisinya.

Sebelum benar-benar beranjak dari sana Aida kembali menoleh.

"Owh iya lupa, makasih za, kamu emang temen terbaik aku, saranghe.!" Ucap aida lagi sembari memberi faza lambang hari dengan tangannya, meniru drama korea yang sering ia tonton.

Faza nampak menyungingkan senyum dengan sedikit terpaksa.

"Kalo ada maunya aja baiknya minta ampun, ckckc dasar aidul" cibir faza kemudian.

Aida yang mendengar cibiran tersebut akhirnya kembali manoleh.

"Huss ngga boleh gitu, kalo nolong orang itu harus ikhlas,ngga boleh ngedumel dibelakang." Cibir aida balik.

"Udah deh sana, katanya mau siap-siap kok malah balik lagi." Usir faza kemudian.

"Yaelaah,sampe segitunya sama temen  sendiri, iya nih beneran pergi kok, tenang aja tar pulang kuliah tak beliin cimol depan gang deh" goda aida yang setelahnya benar- benar pergi dari hadapan faza.

Ckckck dasar aida.

Faza menghela nafas panjang dan kembali menikammati angin sepoi-sepoi dari balkon depan mushola.

Gadis itu sama sekali tidak menyadari jika sedari tadi seseorang tengah memperhatikan dirinya dari salah satu jendela yang berada tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri.

Seseorang itu munyungingkan sekilas senyum dari bibirnya, senyum yang teramat tipis, yang mungkin tidak akan disadari oleh orang yang melihatnya.
.
.
.

🍂🍂🍂

Rindu Yang TertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang