Takziran

233 35 2
                                    

Asyhif.
.
.
.
Hari ini aku merasa lelah sekali, Abah ngga pernah main- main kalo sudah memberi tugas, mentang- mentang Aku masih stay dirumah, kebaca banget niatan Abah yang memang sengaja membuatku sibuk dengan tugas- tugasku dipesantren sehingga aku lupa jika aku masih punya mahasiswa yang yang harus diurus.

Sedikit menyesal juga sebenarnya karna minggu lalu memutuskan balik kerumah, niat awal mau refreshin otak biar ngga ngebul terus karna kebanayakan mikir, tapi ujungnya malah asapnya ngga mau pergi tambah ngebul malah.

Tapi Aku juga bersyukur karna merasa dibutuhkan disini, mungkin plening kedepan aku akan lebih sering stay dirumah, kasihan juga Abah dan Umi udah sepuh, kemarin juga mbak Zia wanti- wanti Aku buat jangan sering- sering dinas dikota orang, padahal ditempat sendiri Aku lebih dibutuhkan.

Mbak Zia itu anak pertama Abah, kalo boleh jujur sebenernya Mbak Zia ini panutan Aku banget, adem aja kalo lihat dia, pembawannya ituloh nurunin Abah banget, dulu Aku paling deket sama Mbak Zia, kemana- mana suka ngintil aja, kalo sekarang mah udah jarang karna Mbak Zia juga udah berkeluarga dan alhamdulillah dapat suami seperti gus Fatah, putra kiai Abdul Muiz ,salah satu pengasuh pesantren salaf terbesar diboyolali.

Berhubung sore nanti Aku ada jadwal ngajar wustho jadi Aku sempetin mengulang pelajaran terlebih dahulu, biar lebih jelas aja pas nanti jelasin pelajaran, kebetulan dapat jatah ngajar mata pelajaran mantiq, udah lama banget ngga buka kitab mantiq, kitab sulam Al Munawaroq karangan Syaikh Abdurrahman Al akhdhari.

Sebenarnya ilmu mantiq ini termasuk salah satu pelajaran yang sulit dupahami hanya dengan sekali baca atau sekali belajar, makanya Aku perlu mengkaji ulang agar penyampainya lebih mudah dipahami nantinya.

Aku memilih mempelajari kitab itu diruang kerjaku ,yang kebetulan berhadapan langsung dengan komplek santri putra, sambil menyeruput secangkir kopi.

Niat awal biar lebih fokus dan ngga ada yang gangu, tapi ini malah bener- bener menghilangkan fokus, pandangaanku justru terkunci pada pemandangan diluar pesantren tepat di depan komplek putra yang sudah ramai oleh santri putra dan santriwati.

Aku kembali mengingat- ingat ada acara apa hari ini kenapa semua orang sudah berkumpul didepan sana, ini bukan sedang hafla Akhirusannah ataupun Agustusan, tapi kenapa semua orang sudah berkumpul disana.
Beberpa detik setelahnya pintu ruang kerjaku diketuk.

Aku segera membuka pintu dan mendapati kang syihab sudah berdiri didepanku, sambil menunduk takdhim.

"Ada apa kang, jadwal ngajarkan masih jam dua nanti?" ucapku kemudian sebelum kang syihab mengutarakan maksudnya, biasanya kang syihab menemuiku untuk memberi tau jadwal mengajar jadi aku spontan mengucapkan kata itu.

"Ngapunten gus, itu takziran untuk santriwati yang melanggar peraturan sudah siap, njenengan saget hadir sebagai saksi!" jawab kang syihab setelahnya, aku baru ingat jika masih ada tanggung jawab memberi takziran kepada Faza, karna pelangarannya tempo hari, meski aku sudah tau kebenaran yang sebenarnya.

Kemarin tanpa sengaja aku sempat mendengar obrolan gadis itu dengan temannya saat aku sedang mencari buku lamaku digudang belakang dekat dengan kamar mandi santriwati, awalnya aku berniat untuk segera pergi setelah menemukan buku tersebut, namun aku urungkan saat mendengar pembicaraan yang tanpak serius itu, aku yang terlanjur penasaran dengan sikap Faza yang seakan tengah menutupi sesuatu itu, akhirnya membuatku tetap stay mendengarkan pembicaraan mereka sampai usai, tentu saja tanpa mereka tau.

Nah dari sanalah aku jadi tau kebenaran yang sebenarnya, aku sempat memberi tau Abah dan Umi perihal itu dan meminta mereka untuk membatalkan saja takziran untuk Faza karna gadis itu terbukti tidak bersalah.
Namun Abah bilang biarkan saja semua berjalan seperti semestinya, Faza juga sebenarnya bersalah karna berani menutupi kesalahan temannya. Jadi biarkan saja gadis itu menyelesaikan masalahnya sendiri.

Rindu Yang TertundaWhere stories live. Discover now